Chapter 13

55 11 0
                                    

Selang beberapa detik, orang itu sudah berada tepat di sampingku. Aku menoleh sedikit dan persetan. Itu Aidan Collins. Apa yang ia lakukan di sini? Bukankah ia punya mobil? "Hey." kataku dingin. Sekedar informasi, aku menyukai Aidan sejak aku melihatnya menari hip-hop di acara halloween kemarin. Tapi berhubung Kenya juga menyukai makhluk itu, aku tidak membeberkan perasaanku ini pada siapapun. Dan dapat kau bayangkan? Aku jadi benar-benar benci laki-laki karena kebanyakan dari mereka selalu mengambil hati dua perempuan yang bersahabat atau kau pikir saja sendiri. Itu berpengaruh besar untukku. Aku merasakan sakit selama berminggu-minggu(?) namun untungnya perasaan tersebut cepat hilang.


Laki-laki berpotongan rambut under cut ini tergelak dan matanya beralih padaku. "Kau terlihat begitu munafik untuk menjawab sapaanku." Seolah tak terima, aku menatapnya sengit. Tapi apa hasilnya? Aidan malah tertawa, ia memperhatikanku dan aku sangat benci pemandangan seperti ini. (A/n: kpn y gbtn gw ktwa grgr gw-_-) "Lalu, apa yang kau tunggu di sini?" lanjut Aidan. Kali ini ia sudah menghentikan tawa konyolnya itu. "Waktu." kataku, kembali (so) dingin. Biar ada kesan misterius. Lagi, Aidan tidak bisa membendung tawanya. Sialan. "Kau begitu lucu. Menunggu waktu di stasiun bus." ia tertawa lagi dan lagi. Untung saja ia tidak sampai berguling-guling di lantai.


"Aku akan pergi ke Fahrenheit Coffee tapi aku keburu ingat kalau mereka membuka cafè sekitar pukul 9. Jadi aku tunggu di sini saja." jelasku sambil menatap lurus ke depan. Bisa gila aku jika menatap mata hijau milik Aidan. "Aku juga akan ke sana untuk mendapatkan sarapanku. Well, aku akan latihan di Toronto's Art Hall nanti tapi mobilku sudah terjebak salju sejak pagi. Jadi aku pergi naik bus dan bertemu denganmu." laki-laki ini malah menatap wajahku dari samping. Aku begitu gugup sekarang. Apa yang sebenarnya ia lakukan? Aku hanya merespon ucapannya dengan manggut-maggut.


Sudah pukul 8:52am. Aku memakai beanie biru mudaku lalu bersiap pergi. "Jika aku pergi bersamamu--"


"Ayo, kupikir kau tahu jawabannya sedari tadi." sergahku. Ia pun lalu berdiri dan siap untuk pergi.


Kami keluar dari stasiun kemudian mulai berjalan di trotoar Lombars Street yang masih sepi sejak selamam. Aku menatap jalanan, sedangkan Aidan sibuk dengan sesuatu di ponselnya. Tidak ada yang bicara selama 6 menit awal. Kami benar-benar berada di posisi canggung paling atas. Tiba-tiba aku melihat sekelebat sebuah atau seekor? Entahlah. Buru-buru aku melihat ke arah benda itu lagi kemudian memperhatikannya seksama. Apa itu benda yang kemarin Jayden gilas? "Aidan, kau lihat itu?" aku menunjuk 'benda' itu lagi setelah mencolek Aidan.


Laki-laki yang dimaksud menoleh dan ikut memperhatikannya seksama. "Itu landak atau mungkin tupai yang tergilas, kurasa?" jelas Aidan lalu berpaling lagi. Aku bergidik tidak peduli, tapi kau tahu, darah binatang itu masih segar dan, jangan berhalusinasi lagi, Yael. Aku juga kembali fokus ke jalanku menuju cafè.

***



Sesampainya di Fahrenheit Coffee, aku dan Aidan segera masuk. Aku memilih tempat duduk tepat di depan kasir. Kenapa? Kau harus tahu jika langit-langit di cafè ini dipenuhi payung dan aku tidak mau risih akibatnya. Duduk di depan kasir adalah satu-satunya titik yang terbebas dari payung sialan itu. "Pelanggan pertama biasanya mendapatkan diskon tinggi. Apa kau juga berpikiran yang sama denganku?" Aidan duduk di hadapanku sambil tertawa kecil. Aku hanya tersenyum tipis. Aku bahkan tidak yakin jika ia melihat jejak senyumanku. Lalu Aidan pun memanggil seorang waiter untuk memesan sesuatu.


Buku menu cafè ini sudah berada di tanganku. Aku melihat-lihat dan, "Well, aku cappucinno coffee latte, croissant, mini tart, dan donat?" tiba-tiba Aidan menyergah pesananku. Wajahku pun berubah seketika menjadi (-_-). "Huh, aku ingin coffee latte dan donat." kataku tak bergairah. Aidan yang melihatku juga hanya bergidik tak peduli. "Omong-omong, makanmu banyak juga, Aidan rakus Collins." aku menyenderkan punggungku ke kursi dan waiter tadi pun pergi dengan selembar kertas pesanan kami. Aidan berdeham, "Aku anak laki-laki berumur 18 tahun dan aku makan sangat banyak. Aku bahkan bisa menghabiskan pizza large size hanya dalam 15 menit." Telingaku geli mendengar omong kosong itu. Aku pun hanya memutar bola mataku malas.


Tak lama, suara decitan ban mobil yang bergrsekan dengan salju di luar pun seakan mengisi jeda di antara aku dan Aidan. Aku menoleh dan mendapati satu mobil seperti limo putih terparkir rapi di halaman cafè. Aku memperhatikan orang yang akan keluar dan apa itu Rachel Hart? Aku mendengus. Aku sangat benci bila harus mengakui bahwa dia adalah perempuan paling cantik di sekolah.


Lalu aku melihat Rachel keluar dari mobil mewahnya itu dengan santai lalu melepas scraftnya. Sialan, ia melihat Aidan saat kepalanya melewati pintu masuk. "Aidan? Apa itu kau?" pekiknya kegirangan karena bertemu dengan Aidan, tentu saja. Yang ditanya menoleh dan melemparkan senyuman. Tanpa kusadari, Rachel sudah menatapku menyelidik. Entah apa untungnya untuk dia tapi siapa peduli? "Kau kekasihnya?" gez, aku tahu kata 'nya' tadi pasti merujuk pada Aidan. Aku pun mengulas senyum yang kubuat-buat. "Kurasa kau tahu jawabannya." aku tidak peduli jika ia tahu jawabannya atau tidak, ia memang jauh lebih bodoh dibandingkan denganku.


Rachel pun duduk dipersilakan oleh Aidan dan membuka topik pembicaraan. "Sudah mendengar tentang hilangnya si Gerald Hudson?" ucap Rachel seraya mengedarkan matanya antara aku dan Aidan. Aku mengangguk dan perempuan itu hanya tergelak. "Semoga saja dia tidak pernah ditemukan lagi." Rachel tersenyum miring dan aku ikut mengamini doanya(?).


Waiter tadi pun datang sambil membawa pesananku dan Aidan. Ia juga sempat menyajikan sarapannya dengan rapi. Buktinya, meja persegiku tidak penuh. "Jamiè, pancake dan bacon. Tolong." ucap Rachel saat waiter tadi hendak pergi. "Nyalakan juga televisinya!" lanjut Rachel. Aku hanya memutar bola mata sementara Aidan senyum-senyum tidak jelas.


Akhirnya televisi cafè ini menyala dan demi kopi kapucinoku yang masih hangat, itu W-FIVE Breaking News tentang Gerald!


















(A/n: pls kalo kalian mau next voteeee paling engga 5+ lah plsssssss)

She TroubledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang