Chapter 17

55 11 0
                                    

Yael's Point of View
Kuhela napasku sedikit, "Oke, mom. Baik. Aku mengerti dengan maksudmu. Ya. Oke. Da-ah." aku menggeser ikon penutup telpon di layar ponselku lalu meletakkan benda itu di sebelahku. Yang menelponku tadi adalah Mom Katniss. Ia hanya bicara bahwa aku perlu hati-hati dan jangan pergi keluar rumah saat pukul 10 malam sampai pukul 3 pagi karena sudah ada pembunuh yang berkeliaran di Toronto. Aku hanya mengiyakannya karena aku yakin, aku akan aman selama aku percaya bahwa dia tidak akan bicara.


Lalu aku membereskan ruang televisiku dan menyimpan barang-barangnya ke dapur dalam satu tumpukan. Lantas aku pergi ke kamar mandi selama beberapa menit untuk membersihkan diri.

***


Telingaku mendengar suara ketukan pelan di pintu depan. Jantungku berdetak tidak karuan sekarang. Aku takut jika orang yang mengetuknya akan menangkapku dan---tidak. Itu tidak akan mungkin.


Aku mengambil pemukul baseball di dapur, berjaga-jaga jika orang itu adalah orang yang menurutku jahat. Perlahan kuputar kenopnya dan, "Aidan apa yang kau lakukan? Ini bahkan nyaris pukul 9, kau tahu Aidan rakus dan kurang sopan Collins?" ceramahku panjang lebar ketika mendapati Aidan sedang berdiri dengan senyuman konyolnya. "Keparat. Ini sudah terlalu malam untuk senyum konyolmu itu." lanjutku mengomel padanya, sedang yang diomel hanya manggut-manggut sambil menahan tawanya.


Aidan berjalan mendekatiku lalu tangan kanannya mendarat di kayu yang mengapit daun pintuku. "Dengar, Yael. Aku hanya ingin mengajakmu pergi saat itu namun kau tidak merespon." oh, aku ingat saat ia pertama kali mengirimiku pesan. "Tadinya aku akan mengajakmu pergi ke Mont Megantic saat liburan natal. Tapi apa daya? Natal telah berakhir." lanjut Aidan. Ia juga kembali berdiri tegap. "Apa maumu sekarang?" kataku ketus. "Mengajakmu pergi membeli anjing besok." Aidan memasukkan satu tangannya ke saku jeans yang ia pakai. Aku diam, menimbang-nimbang jawaban yang tepat.


"Aku memaksa. Sampai jumpa pukul 10, Yael. Aku akan menjemputmu." ucap Aidan. Sialan, ia menyergah jawabanku! Laki-laki berumur 18 tahun itu berlalu dari rumahku dan aku sangat bersyukur. Tapi mengapa esok ia harus datang lagi?

***



Derth's Point of View
Matahari telah tenggelam 3 jam lalu. Suhu juga sudah mulai agak stabil---maksudku, aku mulai membiasakan diri dengan suhu yang kelewat dingin. Aku bahkan hampir sering mandi memakai air dingin saat suhu minus dan tidur menggunakan hot pants. Kurasa aku mulai terbiasa.


Sekarang aku tinggal menunggu jam bodoh itu menunjuk pada angka 11. Berburu korban pada pukul 10 terlalu beresiko karena buktinya pemilik toko sekaligus pemilik kebun cemara itu masih bisa mengingat kejadian itu dengan baik. Jadi pada intinya, aku akan mencari korban di atas pukul 10 dan di daerah yang sepi. Aku juga takut di penjara, bung.

***



Pukul 11 lewat, saatnya untuk mencari objek percobaan kedua pisau baruku.


Kubuka pintu depanku, lengkap dengan mantel bertudung dan kerah yang menutupi sebagian wajahku. Bukannya aku takut mati kedinginan, tapi mungkin mantel ini akan lebih berguna jika aku hanya menggunakan hoodie. Itu sangat merepotkan. Aku bahkan perlu memakai penutup wajah untuk menyamarkan identitasku.


Sekarang aku membawa dua pisau itu dan paring knife yang tadi kupakai untuk self-harm. Aku juga membawa gunting, kain tidak terpakai, alkohol, dan benda lainnya yang bisa menyamarkan jejakku.

Aku merekatkan beanieku agar rambutku tidak terlihat dan mulai berjalan di trotoar Hamilton Street yang sudah mulai sepi sambil memakai sarung tangan. Di mana aku akan menemukan korbanku? Aku berjalan dan terus berjalan hingga aku menemukan seorang jalang---oh baik, aku tidak tahu. Ia berambut pirang dan aku berpikir jika ia adalah jalang.


Kakiku melangkah mendekat padanya. Ia hanya menoleh saat jarak kami hanya 2 meter lalu kembali fokus pada jalannya sendiri. Aku terus mengikutinya hingga ia sudah sampai di dekat sebuah gang kecil tapi tidak terlalu gelap. Saat itu juga, aku berlari dan menikamnya dari belakang. Ia memekik sebelum terjatuh dan terkulai. Mulutnya menganga, oh jalang, aku tahu seberapa sakitnya kau sekarang.


Lantas aku balikkan tubuh tingginya dan mulai mengoyak perut langsing yang ia miliki itu. "Di mana ususmu, hah? Mengapa tidak terkait pada pisauku?" tanyaku bergairah saat melihat mantelnya yang berwarna terang sudah tercampur dengan darah kotor miliknya. Ia hanya berteriak dan bergumam. Mungkin ia sedang meminta tolong? Oh, aku sangat suka bila korbanku sudah berteriak. Kemudian aku beralih pada lehernya yang menggoda. Cih, aku tidak suka melihat seseorang yang mempunyai leher lebih bagus dariku. Maka aku akan menghancurkannya.


Kupakai Rambo Survival Knifeku untuk menggoroknya. Tapi jika aku menggunakan sisi bawahnya, maka akan terlalu mudah untuk putus seluruh urat sialannya. Jadi kuputuskan untuk menggunakan sisi atasnya yang bergerigi. Aku memulainya dan jalang itu terlihat seperti orang tersedak. Oh, kau lucu sekali. Lantas setelah kulitnya sedikit menganga, kusudahi kegiatanku lalu melirik jalang itu lagi. Matanya sudah tertutup dan deru napasnya sudah hilang.


"Kau mati? Hey jalang, jantungmu belum kusentuh sama sekali!" pekikku greget pada mayat di hadapanku. Dengan kesal, kutancapkan Rambo Survival Knifeku di dadanya dan wanita ini muntah darah. Aku hanya memutar bola mataku. "Well, hidungmu mirip seperti hidungku. Aku tidak suka itu dan maaf kau harus pergi ke akhirat tanpa membawa hidungmu." celotehku sambil memotong hidung mancungnya. Kemudian aku meraih paring knifeku lalu menuliskan nama Derth di keningnya.


Aku merasa hidup.


Akhirnya ia tewas ditanganku. Aku tidak peduli jika ia memang bukan pendosa. Aku sedang bergairah untuk membunuhnya sekarang dan tidak ada yang menghalangiku. "Hey, jika kau tidak punya dosa, maka kau seharusnya ada di dalam surga, jalang." kataku dengan nada lirih yang dibuat-buat. "Kau tidak cantik. Lihat, kau bahkan tidak dapat tersenyum." lanjutku sambil merogoh saku mantelku yang lain untuk mengambil gunting. "Tersenyumlah!" aku menggunting kedua sudut bibirnya hingga gigi putihnya terlihat. What a perfect corpse. Aku akan membuat banyak seni dengan orang-orang yang kubunuh.


Setelah kurasa cukup, aku mulai beralih pada alkohol untuk menghilangkan jejak dan membereskan semua barangku lalu pergi dengan wajah tanpa dosa yang membuatku yakin bahwa tidak akan ada satu orang pun mengetahui jika aku telah membunuh seseorang di gang tadi. Ah, aku lelah. Aku berencana untuk tidur sepanjang malam yang tersisa dan menghabiskan setengah hari untuk tidur sebagai pengganti kelelahanku saat ini.



TO BE CONTINUED...

She TroubledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang