Chapter 15

54 12 1
                                    

Ada adegan brutal, kekejaman & killing scenes. Jgn ditiru. Kalo yg suka mual bca begituan, vote aja gpp hahah. Sbnrnya mh ga mual si wkwk. Happy reading, eprebadeh!

Oh yaa, chapter 8, 11, sama 14 direvisi! Cma dikit sih tp klo mw baca lg monggo haha.


Aku berjalan tepat di belakang santa klaus bohongan itu. Aku menunggunya bicara dengan pemilik toko yang ia maksud dan boom. Pemilik toko dan kebun cemara itu mengizinkan kami menebang satu pohon yang ia miliki! Let's do this and mess up with our city cops then.


"Siapa namamu, nak? Kelihatannya kau masih mu---sangat muda." ucap pria itu dan ralatannya yang tidak berguna. Sialan dan super sialan. Aku pun menjatuhkan diri, guna mengalihkan pembicaraan. "Ah, ya ampun." kataku. Aku juga sempat meringis agar ia sedikit khawatir. Dan benar saja, ia berbalik dan menolongku.


Akhirnya setelah beberapa menit berjalan, kami sampai di kebun cemara itu. Ia lalu memilihkan pohon yang kecil agar mudah saat ia membopongnya ke rumahku. Tapi itu tidak akan pernah terjadi karena aku akan menikamnya sekarang juga.


Kami masuk dan semakin masuk ke dalam kebun. Setelah dirasa cukup jauh dari keramaian, aku yang berjalan tepat di belakangnya pun berteriak aaaaa sambil mengambil sebilah chef's knife, santa itu menoleh dan langsung saja aku tikam perutnya. Matanya terbelalak dan dia merintih kecil. Aku melepas tikamanku dan dia ambruk. "K-ka-u-" belum sempat ia melanjutkan ucapannya, aku bergerak untuk membalikkan tubuhnya. Aku bisa melihat bibirnya tidak berhenti mencibir.


Tempat ini gelap, sedikit sulit untukku menyiksanya terlebih dahulu. Tapi hey, aku membawa senter, kan? Kemudian aku menyalakannya dan aku melihat pria itu mencoba bangkit. Aku langsung mencengkram rahangnya lalu merobek bibir jeleknya. Ia hampir berteriak tapi aku lebih cepat menyumpal mulut pria tua itu dengan kain yang kubawa. Aku sedikit terkekeh karena mulutnya terbuka makin lebar dan otomatis lukanya juga melebar.


Demi mempersingkat waktu, kutikam saja jantungnya berkali-kali. Bahkan aku sudah yakin jika benda lembek itu sudah hancur di dalam sana. Langkah selanjutnya, aku memotong hidung mancung keriputnya dengan susah payah, lalu membuangnya ke sembarang tempat. Aku juga sempat memotong kedua telinganya hingga putus. Santa klaus bohongan yang malang.


Kuambil paring knife di saku mantelku yang lain, lalu mulai menuliskan namaku di tangan kanannya, Derth. Well, kupotong saja jarinya juga. Sekedar informasi, aku tidak memutilasinya karena aku hanya punya chef's knife dan itu tidak tajam. Bisa memakan waktu lama jika aku benar-benar memutilasi pria ini.


Aku bangkit dan menyalalan senter tadi. Mataku mengedar menyapu kebun cemara ini. Hell ya man, aku menemukan sekop! Aku akan mengubur mayat ini dengan salju yang kelewat dingin di bawahku. Dan hanya dalam 15 menit, tubuhnya sudah terkubur salju. Aku tertawa sambil memasukkan 2 pisau dan senter ke dalam mantelku. "Setidaknya kau mungkin akan berada di dalam surga, pria tua." kataku sambil membersihkan atau bahkan mengecoh jejakku lalu pulang.


Setelah berada di rumah, aku langsung mencuci kedua pisauku dan merendam mantel yang sedikit terciprat darah pria tadi. Aku lalu merebahkam diri di sofa ruang tengah, menyalakan televisi, dan tertidur tanpa sengaja dengan keadaan televisi masih menyala.

***



Yael's Point of View
Samar-samar kudengar banyak sekali orang berbicara. Aku beranjak seraya berusaha membuka dua kelopak mataku dan mengumpulkan nyawa. Aku juga mengucek mataku dahulu sampai akhirnya aku melihat televisiku menyala. Oh, sialan. Aku ingat, setelah aku dari kamar mandi, aku pergi tiduran dan menyalakan televisi sampai sekarang.


"Seorang pria berumur 56 tahun ditemukan tewas dengan mengenaskan dalam sebuah kebun cemara. Menurut keterangan pemilik kebun, kemarin ia pergi bersama seorang gadis muda namun sayangnya ia tidak sampai melihat wajah gadis itu. Polisi sudah bergerak mencari gadis tersebut karena kemungkinan besar ia adalah pembunuhnya. Sejauh ini, belum ada barang bukti yang berguna. Tim medis akan mengautopsi tubuh korban guna mendapatkan secercah informasi." jelas reporter Canada AM.


Perlahan kurebahkan lagi tubuhku lalu membuang napasku malas. Mataku masih sayu dan aku masih butuh tidur. Mulutku mengerucut lama sekali saat menonton berita pembunuhan ini. "Beralih ke berita lain. Potongan tubuh di tempat sampah tempo lalu adalah benar milik GH, pelajar kelas 10 di salah satu High School ternama. Menurut polisi, saat itu ia tengah dirampok dan pelaku sengaja membunuh korban demi memperlancar aksinya. Pelaku diperkirakan akan mudah ditangkap karena jejaknya sudah tercium." lanjut si newscaster pirang seperti jalang itu.


Kuraih remote hitamku lalu mengalihkan acaranya. Tiba-tiba ponselku berdering dan aku perlu beranjak ke nakas untuk mengambilnya. Aku melihat satu pesan dari nomor tidak dikenal. Aku kembali mengerucutkan bibirku, sedikit ragu untuk membukanya. "Hey Yael Moore, aku Aidan." oh lihat, laki-laki itu. Darimana ia tahu nomorku? Aku menggidikkan bahu lalu tiduran di sofa lagi. Dia laki-laki tidak jelas, jadi untuk apa aku membalasnya. (A/n: munapik tjie haha)

***



Derth's Point of View
Sudah cukup aku bosan di dalam rumah. Aku akan keluar mencari pisau baru di tengah kota. Mulutku sudah lelah tertawa mendengar korbanku tadi malam sudah berada di televisi. Hey, persetan dengan si pemilik kebunnya. Untung saja aku sempat menutup wajahku dengan kerah mantel.


Pedros Tools Shop. Aku membaca papan di atas toko perkakas ini. Kugidikkan bahuku tak peduli dengan namanya, lalu masuk dan melihat-lihat barang yang menarik.


Kakiku sengaja kutuntun ke salah satu rak khusus pisau. Aku memilah-milih mana yang paling tajam menurutku. Lalu tanpa sengaja, aku mengambil satu pisau yang tidak aku ketahui namanya. "Itu pisau untuk mendaki gunung, Columbia USA Saber A16. Lumayan tajam, tapi jika kau ingin korbanmu merasa menderita dahulu, Rambo Survival Knife cukup bisa diandalkan." ucap seseorang di sampingku yang kupikir ia memang memperhatikan aku dari tadi. (A/n: mulai geer huahaha)


Jujur saja, aku menjadi gugup. Bagaimana bisa ia mengetahui tujuanku membeli pisau di sini? Lantas aku menatapnya, ia adalah pria berumur 21 tahun, mungkin? "Aku bukan ingin membunuh, kau tahu." kataku datar. Pria itu malah menatapku makin datar, "Maka kau seharusnya ada di sebelah sana." jawab pria tampan itu sambil menunjuk papan besar bertuliskan Pisau Dapur. Aku mendengus. Aku sangat kesal padanya. "Selamat datang, psikopat baru. Aku tidak akan membocorkan siapa dirimu yang sebenarnya tapi aku akan menyerahkan diriku pada polisi." lanjut pria itu.


Mataku menatapnya tajam, "Siapa kau?" ia hanya tergelak sedikit lalu melipat kedua tangannya di dada. "Aku?" ucapnya sambil mendekat ke arahku. Aku hanya diam dengan tatapan dinginku. "Aku hanyalah buronan. Aku sudah membunuh banyak orang tapi polisi-polisi sialan itu tidak pernah berhasil menangkapku. Aku sudah lelah lari. Aku ingin mati. Jadi aku memilih untuk melaporkan diriku sendiri." jelas pria itu. Aku sedikit terkejut, bahkan sebelumnya tidak ada berita pembunuhan.


"Aku berasal dari New York. Aku banyak membunuh orang di sana, bukan di sini. Aku hanya baru membunuh anak bodoh berkulit hitam itu di kotamu. Ya sudah ya, aku akan pergi ke kantor polisi. Sampai jumpa." dia gila? Aku hanya terkaget-kaget dengan semua ucapannya dan apa? Well, jadi dia yang membunuh Gerald? "Hey, pria bodoh!" teriakku dan pria tadi menoleh. Aku mendekat dan, "Kubeli pisau saranmu tapi tutup mulutmu soalku." aku menggertaknya, tapi aku tidak yakin dia takut denganku.


Pria itu tertawa kecil meremehkan. "Oh? Begini, aku tidak mempunyai urusan denganmu. Tidak ada untungnya juga jika aku memberitahumu pada polisi." ia pergi berlalu dan aku tidak peduli. Kuharap dia serius dengan ucapannya. Kemudian dengan santai aku pergi mengambil 2 pisau yang ia sarankan tadi lalu membayarnya di kassa. Dan guess what? Aku bilang, aku akan pergi mendaki gunung jadi aku memerlukan kedua pisau itu pada kassa sialan itu.

TO BE CONTINUED...

She TroubledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang