Tunggu. Kupikir Griffen tak sekolah? Apa ia sengaja membolos atau? "Yael, apa kau bisa mendengarku?" mataku mendelik, melirik ke arah suara itu. "Aku akan pulang bersama Aidan." lanjut Kenya sambil menghampiriku. Ia baru keluar kelas, hah? "Kau yakin?" aku menatap matanya, menurutku ia belum berani untuk pergi sendiri--kemana pun karena menurutnya itu hanya akan membuat dirinya terlihat idiot. Kenya membalas ucapanku dengan dua anggukkan cepat. "Kau tak perlu khawatir. Sampai jumpa." Kenya menepuk bahuku sebelum ia pergi menuju parkiran untuk menemui Aidan dengan mercedez benznya. Oh, sialan, aku lupa memberitahunya jika aku membatalkan kunjunganku ke rumah Kurt. Tapi masa bodoh, aku takut bila aku harus bertanya akan hal itu. Ia pun belum tentu akam mengantarku, kan?
Pandanganku beralih lagi ke arah di mana Griffen berada tadi. Di mana dia? Aku tak menemukannya sekarang. Bahkan di sini sudah hampir sepi. Sebenarnya aku hampir mencari Griffen, tapi aku ingat dengan janjiku pada Jayden. Aku harus menemuinya di halte TTC sekarang juga.
***
Kulangkahkan kakiku masuk ke area halte. Di sini ramai, aku akan kesulitan mencari Jayden. "Yael." seseorang menepuk punggungku cukup keras. Aku sempat meringis setelahnya. Ini pasti Jayden. Aku menoleh dan mengapa dia Caitlin? "Apa yang kau lakukan di sini?" aku tak bisa menahan nada sarkasmeku sekarang. Perempuan ini menarik sudut bibirnya ke bawah, seolah tidak peduli tapi ia masih menjawab pertanyaanku. "Aku akan pulang. Kupikir kau tahu." oh baik, dia akan pulang. Karena merasa tak peduli, aku langsung menyapu edaran mataku lagi untuk mencari Jayden. Sialan, mengapa begitu sulit untuk menemukannya? "Jayden sedang mencarimu, kurasa." tiba-tiba Caitlin muncul lagi. Tapi kali ini ia sibuk merogoh tasnya. Ia sedang mencari day passnya mungkin?
Tubuhku berbalik dan mengulas sebuah senyuman sebagai tanda terima kasih pada Caitlin. Aku berlari kecil untuk sampai di hadapan Jayden dengan cepat. "Kupikir ini tidak akan menjadi lama. Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Tapi kau pasti sangat ingin mengetahuinya." ucap Jayden tepat saat aku baru berada di hadapannya. Dahiku mengkerut, aku tidak mengerti. "Masalah Kurt. Ia melakukan hal yang disebut dengan knife event. Setahuku, pisaunya hanya bergerak jika kau melakukan ritualnya dengan benar. Kurt menjadi seperti ini karena permainan keparat itu. Apa kau mengerti? Ia tidak gila atau bahkan psikopat. Sekarang aku akan membawa Jericho untuk menyembuhkannya."
Mengapa ia bicara terlalu banyak? Aku hanya mengangguk meresponnya. "Tunggu. Bukankah Jericho hanya laki-laki kelas 11? Mengapa kau mengklaim bahwa ia dapat menyembuhkan Kurt?" tanyaku makin penasaran. "Sialan. Mengapa kau bertanya seperti itu? Kau dan aku pun hanya siswi kelas 9, kan? Begini. Jericho adalah anak seorang psikolog dan orangtuanya itu sangat menginginkan Jericho agar menjadi psikolog juga. Mereka mengajarkan banyak hal padanya dan kupikir itu akan membantu." ucap Jayden menjelaskan sambil mengeluarkan ponselnya dari tas. "Oh, apa Kurt mengetahui hal ini?"
Jayden beralih menatapku saat aku bertanya seperti itu. "Tentu saja." lalu ia kembali fokus pada ponselnya itu. "Eh? Jika Kurt membutuhkan seorang psikolog, maka ia memang benar-benar psikopat." aku mencari mata Jayden agar ia hanya menatapku, dan ini berhasil. "Ya. Tapi bukan psikopat berat seperti apa yang kau bayangkan." Jayden memutar bola matanya, kupikir ia membenci spekulasiku atau? "Tetap saja psikopat." kataku santai. "Terserah kau." kaki Jayden bergerak melenggang dariku. Aku mengernyit lagi, kemana ia akan pergi? "Hey! Apa yang kau ketahui tentang knife event?" aku bertetiak cukup keras dan ini menyebabkan pandangan sebagian besar mata di sini tertuju padaku. "Pergi cari informasinya di internet!" balas Jayden saat ia keluar dari halte. Bedebah.
Aku berbalik dan pergi menuju bus. "Apa kau bisa menunjukkan passmu?" ucap seorang petugas halte padaku. "Single." jawabku cepat. Aku memang tidak mempunyai pass untuk menaiki TTC kali ini. Ia pun mengambil singleku saat aku memperlihatkannya. Lalu aku masuk ke dalam bus dan menikmati perjalanan yang cukup membosankan.
***
Sesampainya di rumah, aku langsung pergi ke kamar dan merebahkan badanku di kasur. Aku melempar tas ke sembarang arah, lalu menatap langit-langit. Tiba-tiba pikiranku diganggu lagi dengan permainan knife event--permainan yang menurut Jayden dan Caitlin menyeramkan dan sebuah pantangan besar untuk melakukannya. Tubuhku bergerak untuk berdiri dan mencari tasku lagi. Aku akan mencari informasi tentang permainan itu dengan ponselku. Kau tahu, mom dan dad tidak akan pernah mau membelikanku macbook lagi setelah aku melempar benda itu sampai pecah saat aku berumur 7 tahun.
Jariku bergerak lincah, menuliskan sesuatu yang kubutuhkan di kolom search. Beberapa detik kemudian berbagai judul blog menghiasi layar ponselku. Aku lebih memilih blog pertama karena aku memang terlalu malas untuk melihat-lihat blog lain. "Knife event adalah salah satu ritual pemanggil hantu yang akan sangat menyeramkan apabila dilakukan. Permainan ini sedang populer karena..." aku menggumam, membaca bagian omong kosongnya dengan pelan. "Ini dia! Beberapa peralatan yang harus kau siapkan untuk memulai permainan ini..." bibirku mengerucut, aku berpikir sejenak untuk melanjutkan membaca. Akhirnya, aku lebih memilih untuk mengambil screenshoot dari pada harus membacanya lagi. Sungguh, ini membuang waktuku.
Aku beranjak lagi menuju kasur. Hari ini aku tidak mendapatkan semangatku. Kenya pergi bersama Aidan dan aku tak memiliki ide apapun untuk menghilangkan frustasiku. Mataku melirik jam dinding, sialan. Masih pukul setengah 5pm. Aku memutuskan untuk pergi keluar, hanya untuk melihat keadaan di sekitar komplek rumah setelah satu bulan aku disibukkan oleh kegiatan sekolah sampai-sampai aku tak mempunyai waktu untuk mengelilinginya. Itu memuakkan. Aku bersumpah.
Kakiku berhenti saat seekor anjing berjenis bichon frisè mengikutiku dari samping. "Hey, anjing itu begitu manis. Apa ia milikmu?" seorang laki-laki yang sedang pergi jogging di sekitarku menghentikan larinya ketika melihat anjing ini kurasa. Aku berpikir sejenak. Laki-laki ini bernama Connor, ia adalah murid kelas 11. Mengapa ia berolah raga saat cuaca sedang dingin, hah? "Eh? Apa kau tertarik untuk mengadopsinya?" aku perlu berjongkok untuk mengambil anjing ini karena panjangnya tidak lebih dari 29cm dan tingginya tidak sampai selututku. "Ya. Tapi kupikir anjing ini punya pemilik. Lihat, ada collar di lehernya. Lagi pula bila aku menculiknya, kau pasti akan cemburu karena aku tahu kau juga menyukainya." Connor mengambil bichon frisèku lalu menggendongnya. Kami terkekeh. Aku merasa geli, seleraku dan Connor sungguh sama dalam memilih anjing.
Kami sedang asyik terkekeh ketika pemilik bichon frisèku yang sebenarnya datang. "Kembalikan anjingku, pengecut." ia memutar bola matanya seakan tak sudi jika binatangnya ini disentuh orang lain. Connor melepaskan pelukannya di tubuh mungil anjing ini lalu melepaskannya perlahan. Kemudian Connor mendengus, "Kami tidak berpikir untuk membawanya pulang. Kau tidak perlu khawatir, Griffen." sialan si Connor ini. Ia berbohong sambil menekan nama Griffen dalam ucapannya. Ya, pemilik anjing ini adalah Griffen. "Tutup mulutmu, Connor si pembohong." Griffen berjongkok lalu mengambil bichon frisènya. Connor pun mendekat ke arah Griffen, ia mendorongnya kuat hingga gadis itu jatuh tersungkur.
Connor mendaratkan kakinya di perut Griffen. Ia menendangnya cukup keras. Aku dapat mendengar ringisan Griffen sesaat setelah ia ditendang. Laki-laki bermata abu--Connor ini hendak menghantam perut kurus Griffen lagi tapi aku menahannya. Paras cantik yang ia miliki begitu menyedihkan dan sedikit pucat. Aku tahu, perut Griffen sedang bergejolak tak karuan sekarang. "Siapa yang pengecut, eh?" tanya Connor dengan nada sarkastiknya. "Dasar aneh! Lubang anus! Pengecut!" lagi, Connor berteriak sambil menendang perut Griffen. Perempuan ini hanya diam, menatap Connor penuh dengan rasa benci. "Kau pantas untuk mati, keparat." Griffen menggumam sambil memegangi perutnya. Aku juga hanya diam, ini seolah kejadian paling mengejutkan untukku. "Perlu aku bantu?" aku mengulurkan tanganku untuk membantu Griffen berdiri. "Singkirkan tangan kotormu." Griffen berusaha untuk berdiri sendiri lalu mengambil anjingnya dan pergi begitu saja. Mengapa aku tampak begitu ia benci? Aku tidak pernah membully anak itu, kurasa.
Ajib men, kaya bertaun2 ga update wkwk.-. Makin gj aja ni cerita.-. Kliatan tu viewernya ga banyak:( apalagi vote nya:( pdhl berkali-kali loh ni ingetin spy vote/comment:( author tuh kayaaaaaaa terlupakan:(((
Note: CAN U LEAVE A FUCKING VOTE AND COMMENT, SWEETHEARTS?
A picture of Lauren Giraldo as Jayden Barners is available on multimedia.
Stay tuned aja because the next chapter lg di post!! [Budayakan vote/comment setelah atau pun sebelum membaca] THANK YOU, READERS! I SMURF YOU ALL....
KAMU SEDANG MEMBACA
She Troubled
Mystery / ThrillerShe loves walking in the dark. She loves playing with blood. She loves lying to other human because she life to be a faker. She is a psychopath and she loves killing. Be careful, she is around you. Hai peeps! Jangan diliat covernya aja, baca dulu la...