Jantungku mulai berdegup kencang. Aku begitu gugup untuk melakukan permainan ini. Lantas aku berdiri karena bokongku sudah basah. Airnya menggenangi seluruh lantai kamar mandiku. Kurasa Kenya juga ikut berdiri, lalu ia menyalakan kembali lampunya. Aku sungguh berharap bahwa ia akan membatalkan permainan tolol ini. "Aku tidak bisa melihat apapun." katanya sambil meraih kran lalu mematikannya dan sebuah pisau yang tadi ia simpan dalam mug bersama kain perca dan beberapa butir beras. Kemudian aku melihat Kenya menaruh stainless tajam itu di tangannya. Apa yang akan ia lakukan? Aku bahkan tidak sempat membaca hasil screenshootku tadi siang.
Demi Tuhan. Kenya menggoreskan pisau itu ke tangannya. "Ken, apa yang sedang kau lakukan?" aku memekik, hanya terdengar ringisan setelah itu. Sekarang aku takut untuk melanjutkannya. "Ini perih tapi cepat lakukan." Kenya segera menampung darah segarnya dalam mug berisi kain perca dan beras tadi. Spontan aku menggeleng, aku benar-benar sangat tidak mau melukai tubuhku. Beberapa detik berlalu, aku masih tidak mau memegang pisau itu. "Lakukan hal itu dengan cepat. Kumohon, biarkan ini berlanjut. Ini akan baik-baik saja." Kenya memberikan pisau tersebut, ia seolah sudah terbiasa dengan sakitnya.
Dengan penuh keraguan, aku meraihnya. Aku juga menempatkan pisau itu tepat di tanganku, bukan di pergelangan tangan. Gila saja, aku bisa mati kehabisan darah. Mulutku sengaja aku kulum, aku kelewat gugup. "Yael." percayalah, itu bukan sapaan tapi perintah. Aku memejamkan mataku dan menggoreskannya cukup banyak sehingga darah yang keluar pun sedikit lebih banyak dari pada Kenya. Gadis itu tampak terburu-buru menyangga darahku ke dalam mug tadi. Aku-merasa-perih-di-sekujur-tubuh-ku-sekarang. Setelah cukup, Kenya menjauhkan mug itu lalu menuangkan semua isinya ke dalam bak yang luber tadi. Oh, ia juga mematikan lampu kamar mandinya.
Aku yang masih belum bisa beradaptasi dengan rasa perihnya tidak mau bertanya apapun. Oh, sialan. "Yael, setelah aku melakukan ini, kita harus segera berlari keluar. Kemudian kita harus bisa kembali ke mari jika ingin tetap hidup. Kita harus berhasil. Atau setidaknya, salah satu dari kita harus selamat." tangan Kenya lalu menggenggam pisau itu. Ia seperti sedang bersiap untuk menusukkannya. "Apa? Kau bercanda?" aku mengernyitkan dahi, permainan ini begitu keparat. Kenya tak menghiraukanku. Ia menusukkan pisaunya lalu berteriak, "Kejar kami jika kau mampu!" Kenya pun menusukkan pisau itu ke dalam bak sebanyak tiga kali dalam kegelapan.
Mataku terbelalak dan sesegera mungkin keluar dari kamar mandi. Kenya berada di belakangku, aku harus menoleh untuk melihat keadaannya. Sialan dan sangat sialan. Aku melihat pisaunya melayang ke arahku dan Kenya. "Ken, cepatlah! Pisau sialan itu ada di belakangmu!" aku mengulur tanganku agar Kenya dapat meraihnya. Napasnya sudah tak seirama. Ia sudah mulai kelelahan saat kami baru sampai di ruang tengah. Kenya pun meraih tanganku dan kami berlari bersama-sama. Aku menariknya ke kamar tapi ia menentang. Ia malah melepas genggaman tanganku dan berlari ke ruang tamu.
Jariku mencakup kenop pintu kamar dan membukanya secepat mungkin. Aku mengunci pintu ini setelahnya. Semoga Tuhan melindungimu, Ken. Punggungku bersandar di pintu tersebut dan, "Ah! Yael! Oh, si-alan!" pekik seseorang dari luar. Ini sudah pasti Kenya. "Ber-he-enti. K-kau, ah!" untuk kesekian kalinya aku mendengar suara pekikan Kenya yang membuatku khawatir. Tuhan, lindungilah dia. Kemudian telingaku sudah sedikit merasa nyaman. Suara-suara itu sudah tidak terlalu menggangguku sekarang. Lalu aku membuka pintu kamarku dan segera berlari menuju kamar mandi. Aku tidak sempat melihat keadaan Kenya karena ini sudah terlalu terlambat. Aku harus menghentikan permainan gila ini terlebih dahulu lalu menyelamatkan Kenya.
"Hentikan! Kubilang hentikan permainan ini, setan! Kau bahkan tak berhak menyentuh kulit Kenya!" teriakku saat aku masuk ke dalam ruangan gelap ini. Samar-samar terdengar suara pisau yang jatuh. Aku menangkap wajahku dan menangis di dalamnya. Aku berharap Kenya hanya bercanda mengenai suaranya itu. Kakiku pun aku langkahkan lagi keluar untuk bisa pergi ke ruang tamu. Betapa terkejutnya aku saat melihat Kenya di sana. Air mataku sudah berebut ingin keluar melalui kelopaknya.
Kemudian aku berlari lalu memeluknya. Kenya sudah menjadi mayat. Keadaannya begitu mengenaskan. Dada dan perutnya sudah terkoyak, sialan. Aku bisa melihat ususnya. Mata kirinya pun berdarah. Apa pisau sialan itu juga menusuknya? Aku histeris melihat keadaannya yang begitu naas. Ini pukul 12:56am dan natal hanya tinggal menghitung hari. Kenya mengapa kau harus mati? Aku memeluknya lagi. Sekarang aku tidak peduli dengan darahnya yang menempel di kaus biru muda yang kupakai.
Mulut Kenya bahkan mengeluarkan darah. Persetan dengan pisau ini. Aku terus menangis sambil memeluk wajahnya dan mendekapnya di dadaku. "Ken, maafkan aku. Seharusnya aku memaksamu tadi." aku menatap wajah Kenya yang sekarang sudah kaku. Aku begitu terpukul melihat keadaannya yang mengenaskan.
Lalu aku beralih ke saku hotpant milik Kenya, bertujuan untuk mengambil ponselnya. Aku membuka screen locknya kemudian mencari nomor ponsel Evan--ayah Kenya yang berkerja sebagai seorang pendeta itu. Sambungannya mulai terhubung tapi ia begitu lama untuk mengangkatnya. Keparat. Aku mulai hilang kesabaran. Aku pun menghubungi polisi setelah menyerah untuk menghubungi ayah Kenya. Entahlah, aku tidak yakin jika polisi-polisi itu akan percaya dengan ucapanku tapi setidaknya mereka dapat membantuku untuk bicara pada ayah Kenya nanti.
***
Suara sirine polisi sudah mengiang di telingaku. Aku baru saja hendak bangkit tapi beberapa polisi itu berhasil membuka pintu utama rumah ini. Mereka dikagetkan dengan mayat Kenya yang masih terbujur kaku. "Apa yang telah terjadi?" tanya seorang polisi. Aku melihat name tagnya dan ia bernama George. Aku berusaha menghentikan tangisanku namun ini terlalu sulit. "Aku menemukannya dengan keadaan seperti ini saat kami selesai memainkan sebuah permainan pemanggil hantu. Aku tidak tahu, kupikir ia hanya bercanda tapi ini terjadi begitu saja. Aku menyesal."
Polisi-polisi tersebut berpandangan satu sama lain. Mereka mencoba mencerna apa maksud dari ucapanku, kurasa. "Oke. Jadi, bagaimana kalau kita evakuasi dahulu anak ini dan mulai memproses kasusnya setelah itu. Rudolph, pergi cari barang bukti lain selain pisau itu dan John, ambil kantung mayat di mobil. Kita perlu melakukan autopsi. Biarkan aku yang mengurus dia dan memanggil dokter. Kalian mengerti?" George tampak keren saat membagi tugas ketiga kawannya. Well, aku tidak tahu siapa yang satunya. Ia mengikuti pria yang bernama John mengambil kantung mayat di mobil. Tubuhnya begitu tinggi dan kulitnya berwarna sedikit gelap. Kupikir ia masih 26 tahun. "Siapa namamu?" tanya George saat ketiga bawahannya pergi. "Yael Moore."
Pria ini berdiri dan membantuku untuk berdiri juga. "Apa orangtuamu sudah mengetahui hal ini?" sialan. Aku baru ingat jika aku belum menghubungi ayah Kenya lagi. Orangtuaku pun tentu saja belum mengetahui hal ini karena kami tinggal di kota yang berbeda. Tubuhku gemetar. Aku ketakutan menjawab pertanyaannya. Apa aku akan dipenjara setelah ini? Kupikir hantu itu tidak akan menimbulkan sidik jarinya. Aku takut jika aku akan dikurung dalam jeruji besi itu. Tuhan, berkatilah aku dan Kenya.
Cape coi mikir gnian mesti nguras otak kek lg nguras mesin cuci gt:( tp satu vote yg kemarin jd moodbooster kooo c: sumpah deh, readers ampe 200+ dikit aja udh proud wkwk BTW BACA TRS YA JGN BOSEN2. JDILAH SAKSI BAHWA AKU NLIS INI DR NOL BGT, DR GA BS BUAT CERITA AMPE NTAR PINTER BUAT CRITA WKWKWK.
Note: If you feel so lazy af to to tap the star, I let you. But gimme it when ur mood is up please. #samaaja-_-
A picture of Bryson Bourchier as Aidan Collins is available on multimedia. Ga diliat jg gpp ko bnr deh. Aku takutnya kalian naksir, diakan udh taken ama author...ga percaya? Check my ig out: ikadnu #promogagallagi
[Budayakan Vote/Comment khusus yang udh baca] Thank you guyzzzz!!!!!!!!
2+votes for next! Love you.

KAMU SEDANG MEMBACA
She Troubled
Mystery / ThrillerShe loves walking in the dark. She loves playing with blood. She loves lying to other human because she life to be a faker. She is a psychopath and she loves killing. Be careful, she is around you. Hai peeps! Jangan diliat covernya aja, baca dulu la...