"Kau bercanda? Aku bahkan masih melihat Kurt berjalan dengan golden retrievernya kemarin sore." Jayden terlihat bingung saat ia menanggapi ucapan Griffen. Sementara lawan bicaranya itu hanya diam, Griffen mengangkat satu alisnya seolah berkata 'Terserah. Aku bahkan tak peduli jika kau tak percaya dengan ucapanku.'
Jayden memutar bola mata coklat yang ia miliki, lalu menghembuskan napasnya kasar. "Kurt tidak gila." Jayden menggeleng tak percaya lagi, ia tampak disulitkan dengan berbagai macam pilihan realita--atau entahlah, aku tidak mengerti. "Dia psikopat." Griffen mendelik tajam ke arah Jayden sebelum menatapku datar seakan bicara 'Apa maumu, tukang menguping?'. Dengan cepat, aku memalingkan wajahku ke arah Kenya yang sedang membaca buku keparatnya itu di depan agar Griffen tak merasa bahwa aku sedang memperhatikan dirinya tadi.
Aku melihat gadis bertubuh ramping--Griffen itu pergi ke luar kelas sendirian. Ia terlihat begitu santai, berbeda dengan Jayden yang masih terduduk seraya berpikir mengenai hal yang tidak aku ketahui. Aku enggan menghampirinya, aku bahkan hampir tidak pernah berbicara dengan mereka, maksudku Griffen dan Jayden.
"Kupikir Kurt memang benar-benar mengalaminya. Ia duduk sendirian di taman dua hari lalu. Tatapannya kosong. Terkadang ia merasa ketakutan yang berlebihan terhadap orang di dekatnya. Seperti gila, tapi ia masih bisa bersikap normal, kurasa. Dia psikopat yang tidak--belum berbahaya." ungkap Caitlin jelas. Ia bahkan berulang kali mengangkat kedua tangannya ke udara. Gadis ini memang manusia paling ekspresif di kelas.
Kornea mataku bergerak ke samping kanan untuk melihat Caitlin. Aku tidak tahu, akhir-akhir ini aku menjadi orang yang responsif terhadap apa yang baru kudengar. "Oh, sialan. Kau membuatku takut." respon Ariana, ia sedikit tergelak sambil mencoba menunjukkan wajah ketakutannya, namun ia tak berhasil. "Aku serius dengan ceritaku." Caitlin mengerucutkan bibirnya dan menatap Ariana kesal.
Pada akhirnya mataku tertuju pada Jayden lagi. Ia sudah merasa lebih baik, kupikir. Raut wajahnya tidak seperti orang kebingungan sekarang. Oh, sialan. Aku membicarakan diriku sendiri atau Jayden? Siapa yang kebingungan? Lihatlah, semua siswa di kelas sibuk dengan acaranya masing-masing. Sedangkan aku? Aku lebih terlihat seperti seorang pengecut. "Kenya." aku memanggil sahabatku itu cukup pelan. Sial, dia tak menoleh. "Kenya." lagi, aku memanggil perempuan itu. Tak ada perubahan. Ia masih setia dengan novelnya. "Ken!" untuk kesekian kalinya aku memekik dan menekan nada panggilanku.
Yang dipanggil menoleh, gadis ini mengubah posisi duduknya agar dapat menatapku dengan leluasa. "Bagaimana kalau kita pergi ke luar?" aku mengajak Kenya sedikit kikuk, aku tidak tahu mengapa. Aku benar-benar menjadi seorang pengecut sekarang. Gadis pirang ini diam, ia berpikir sejenak dan menimbang-nimbang jawabannya. "Aku tidak tahu. Memangnya kau ingin kita pergi ke mana?" sialan, mengapa dia bertanya padaku? Aku mengangkat bahuku tinggi-tinggi, berharap ia mau mengerti jika keadaanku di sini seperti diintimidasi dan aku frustasi akan hal itu.
Kenya beranjak dari tempat duduknya. Aku pun melakukan hal yang sama, lalu berjalan ke arah pintu dan keluar kelas bersamanya. "Aku ingin buang air kecil, Ken." Kenya hanya memutar bola matanya, entah karena malas atau apa setelah mendengar ucapanku. "Kalau begitu, ayo pergi ke toilet." ia berjalan melampauiku, lalu aku juga mengikuti langkahnya dari belakang.
Mataku menangkap Kenya sedang menunggu di depan kaca besar lengkap dengan wastafel yang menyala saat aku membuka pintu toiletku. Ia hanya menoleh, lalu melakukan aktifitasnya kembali--merapikan rambutnya dari poni kecil dengan air. "Lihat, aku begitu payah dengan banyak minyak sialan di wajahku." aku mengusap seluruh bagian wajahku dengan clean and clear oil control film yang tadi kubawa. "Dan bodoh." timpal Kenya sambil tertawa. Aku tidak bisa untuk tidak ikut tertawa dengannya karena suara tawanya itu amat menggelikan.
Kami sedang menertawakan wajahku ketika seseorang juga keluar dari toilet. Aku memperhatikannya dengan refleks, tentu saja. Tatapannya dingin, ia seperti tidak suka dengan kehadiranku dan Kenya di sini. Toilet ini bukan miliknya, kan? Aku menghentikan tawaku, disusul dengan Kenya. Tubuhku berbalik ke arah perempuan tadi yang sekarang berada di sebelahku, dia Griffen. "Hey. Apa yang sebenarnya terjadi pada Kurt? Ia sepupumu, bukan?"
Griffen memutar kepalanya 45 derajat dan jangan luapakan tatapan dinginnya itu. "Bukan urusanmu." lihat? Ia bahkan tidak ingin menatapku lama-lama. "Aku hanya mendengar perbincanganmu dengan Jayden dan beberapa murid lain--"
"Aku tahu kau menguping." sergah Griffen saat aku hendak menjelaskan betapa pedulinya aku terhadap salah satu keluarganya. "Oh?" responku sarkastik. Ia menyimpan dua telapak tangannya dia wastafel, "Kau tak perlu tahu apapun. Kau bahkan bukan teman Kurt." sialan. Kenapa ia tumbuh menjadi manusia kurang ajar, eh? Pantas saja ia hanya mempunyai teman tak lebih dari 5 di sekolah. Aku merutuki Griffen dalam hati.
Sebenarnya aku lelah beradu argumen berasamanya. Tapi perasaan penasaranku memaksa untuk tetap menanyakan keadaan Kurt. "Oh, ayolah. Aku dan Kurt pernah duduk bersama dalam bus dan kami banyak bercerita." aku menekan Griffen agar ia mau menceritakan kejadian yang dialami Kurt sampai ia tak masuk sekolah selama satu minggu. "Kau pikir aku peduli dengan itu?" tanya Griffen dengan nada sarkasmenya. Aku terdiam, tentu saja ia tidak akan peduli dengan hal itu. Lantas Griffen pergi begitu saja tanpa berpamitan padaku dan Kenya.
"Jangan dipikirkan. Dia benar, kau bahkan tidak mengenal Kurt secara langsung." Kenya mematikan wastafelnya sambil bergerak menghadapku. Aku mendecak, "Aku mendengar bahwa Kurt gila." mulutku seakan tak mau berhenti beradu argumen dengan Kenya sekarang. "Atau bahkan dia psikopat. Aku ingin tahu apa penyebabnya." aku melanjutkan ucapanku ketika Kenya berbalik. Kurasa ia begitu malas menanggapi topik hangat ini. Dasar kutu buku.
***
Sesampainya di kelas, Mr. Taylor Kellèr sedang menjelaskan bagaimana cara menghitung rumus keparatnya di white board. Aku berjalan, tidak melewatinya, lalu duduk di tengah Caitlin dan Edward. Mr. Kellèr memperhatikanku dan Kenya, tapi ia tak mengomentari kedatanganku yang terlambat ke kelas. Aku bersyukur, ia cenderung tak peduli dengan itu.
Tanganku mengambil buku matematika di ransel lalu membukanya di lembaran kosong. Aku mendengus setelahnya. Pelajaran memuakkan ini akan berlangsung selama 1 jam setengah lagi dan tak ada yang mau aku ajak pergi keluar meninggalkan kelas. Ini adalah salah satu bagian paling menjengkelkan di hari Rabu. Matematika selalu merusak moodku kapanpun. "Kau sedang tak baik-baik saja." Edward melirikku dengan senyuman bodohnya yang selalu terukir.
Aku tertawa kecil lalu memalingkan wajah ke arah Caitlin. Beruntung Cait menoleh dan aku akan mengajaknya berbicara. Aku muak dari pada aku harus berbicara dengan si keriting Edward. "Hey." sapaku saat mata hazelnya menatap mataku. "Oh. Aku ingin bertanya sesuatu." great, aku ingat Caitlin tahu soal Kurt. Gadis di hadapanku ini hanya mengangkat satu alisnya, aku yakin dia sedang berkata 'Katakan saja' sekarang. "Apa yang sebenarnya terjadi pada Kurt?"
Air mukanya berubah. Caitlin sepertinya tidak mau membahas masalah ini lagi. Tapi aku tak kehilangan cara untuk membuatnya membuka mulut. "Ayolah. Aku hanya ingin tahu." desakku pada Cait. Aku tahu Caitlin adalah orang yang mudah dipaksa dan, "Begini." Caitlin berdeham sebelum melanjutkan ucapannya. "Kurt menjadi psikopat karena--"
Hey you, there! Convo di atas emang terkesan so soan di gantung2in kan? Mueheheh ini semua akibat author ga tau mesti gimana buat cerita yang gantung di setiap chapter. Ini emang kebanyakan shitnya tapi ya mau gimana lagi? Daripada ceritanya kependekkan kan?
Note: Please leave a vote or comment in this chapter. It'd mean so much for me.
A picture of Griffin Arnlunds as Yael Anastasia Moore is available on multimedia right now. Cantikkan? Kaya author? Ga percaya? Cek ig: ikadnu wkwk #promosigagal
[Budayakan Vote atau Comment Sebelum atau Sesudah Membaca] THANKS. WELL, HAPPY READING SWEETHEART!!
KAMU SEDANG MEMBACA
She Troubled
Mystery / ThrillerShe loves walking in the dark. She loves playing with blood. She loves lying to other human because she life to be a faker. She is a psychopath and she loves killing. Be careful, she is around you. Hai peeps! Jangan diliat covernya aja, baca dulu la...