Keempat polisi itu pamit setelah Evan dan beberapa kerabatnya datang. Mereka pergi dengan membawa Kenya dalam kantung mayat tadi. Aku masih dalam tangisanku. Ini terlalu memilukan untukku. Bahkan aku tidak pernah membayangkan jika hal ini akan terjadi. Ayolah, umur kami masih 15 tahun. Aku masih perlu melakukan banyak hal konyol bersamanya.
"Maafkan aku, Mr. Morris. Aku menyesal." aku memecah keheningan saat Evan duduk di sampingku. Ia tampak begitu frustasi. Matanya menyiratkan banyak sekali rasa kehilangan. "Daniella juga mati dengan keadaan mengenaskan. Hampir sama seperti Kenya." Evan menatap kedua bola mataku. Pria ini masih berpakaian layaknya pendeta. Ia telah datang kemari dengan buru-buru. "Daniella? Mendiang isterimu?" mataku memicing karena penasaran. Evan tergelak. "Dia anakku. Anak kandungku yang membenci Kenya. Aku tidak tahu, tapi wajah mereka begitu serupa dan sikapnya tidak jauh berbeda. Kedua anakku itu mempunyai rasa penasaran akut. Mereka tak mampu untuk memendamnya, kurasa. Ini terbukti. Daniella dan Kenya meninggal akibat permainan yang sama."
Gendang telingaku bergidik ngeri. Aku baru mengetahui jika Kenya mempunyai kakak dan permainan knife event itu sudah ada sejak lama. "Oh?" aku belum begitu mengerti dengan kehidupan keluarganya. Lagi, Evan tergelak. Ia frustasi kurasa. "Kematian dapat terjadi pada siapapun dan kapanpun, kan?" ia cukup berlapang dada, kupikir. "Maafkan aku sekali lagi." aku menundukkan kepala. Evan tiba-tiba memelukku. "Kau tidak perlu khawatir. Mungkin Tuhan ingin aku lebih mendekatkan diriku pada-Nya. Lagi pula, kedua puteriku akan jauh lebih nyaman di sana. Ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya denganmu." kemudian Evan melepas pelukannya.
Sebenarnya aku sempat menangis dalam pelukannya. Aku mendongkak dan mendapati Evan sedang tersenyum. "Pergi tidur. Aku akan pulang. Sampai jumpa." ia bersiap melenggang tapi aku menahannya. "Kau tahu, aku ingin cepat bagun dari mimpi burukku." aku lalu menatap buku-buku jariku. "Kau akan. Percayalah, Kenya masih akan tetap hidup di hatimu." ucap pria bermata biru itu lalu pergi. Aku kembali merasakan panas di kelopak mataku. Aku menangis, aku sangat menyesali permainan itu.
***
Keesokan harinya tepat pukul 8 pagi lewat, polisi datang gereja untuk mengantarkan mayat Kenya. Aku juga sudah berada di sana sejak pagi-pagi sekali. Para polisi itu kemudian meletakkan peti mati Kenya di tengah ruang yang sedikit luas. Aku terus memperhatikan peti itu sampai akhirnya peti itu di buka. Tampak jelas sekali wajah pucat pasinya. Ini adalah salah satu hal yang membuatku menangis lagi. Aku menatap perempuan itu dari ubun-ubunya sampai ujung kaki. Ia begitu cantik dengan balutan gaun putih itu. "Aku begitu hancur, Yael." jelas seseorang di sampingku. Aku pun menoleh dan ternyata itu Aidan. Ia berdiri dengan tegap dan tangannya penuh dengan karangan bunga lili putih. Aku ingat sekali jika Kenya sangat menyukai bunga itu.
"Kalau begitu aku lebih hancur darimu." aku memalingkan wajahku ke figura yang berisi foto Kenya. Mataku terfokus pada senyumannya yang sungguh merekah. Tiba-tiba Aidan tergelak, ini membuatku menoleh lagi padanya. "Pembunuhnya pantas mati." Aidan mengubah ekspresinya menjadi seperti manusia yang haus akan nyawa seseorang. "Rest in peace, Ken. Aku mencintaimu." Aidan lalu menyimpan karangan bunga itu di dekat foto Kenya. Ia kemudian pergi menjauh. Kuharap ia tidak akan menjadi depresi.
Aku beranjak dari tempat itu menuju ruang tengah. Keadannya sedikit lebih ramai dari pada ruangan luas tadi. Bagaimana tidak? Di sini banyak makanan. Aku pun melihat sesosok Evan yang sedang duduk di pojokan sendirian. Aku merasa begitu iba padanya. Ia sudah ditinggal sejak lama oleh isterinya. Daniella, anak kandungnya menyusul Liza--isteri Evan 3 tahun kemudian dan sekarang Kenya yang pergi. Lapangkan hatinya, Tuhan. "Di mana kau akan memakamkan Kenya?" aku duduk di sebelahnya. Ia sempat terperanjat karena lamunannya telah aku rusak. "Entahlah--maksudku, aku akan mengkremasi Kenya. Sama seperti apa yang sudah aku lakukan pada Daniella. Lagi pula di luar sudah mulai turun salju."
Kepalaku mengangguk mengerti lalu pergi dari hadapannya untuk mencari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu apa itu. Saat aku berada di dekat peti mati Kenya, terjadilah kontak mata antara aku dan Kurt. Aku begitu gugup saat melihat mata abunya. Aku menghela napas lalu segera memalingkan mataku pada objek lain. Sialan, mengapa objek itu harus Edward? Laki-laki keriting dan berjerawat ini tersenyum menatapku. Persetan dengan senyumannya. Aku pun memaksakan satu senyuman dan sekarang aku harus pergi lagi untuk menghindarinya. Sialan karena Edward lebih cepat. "Hey." Edward tiba-tiba menyapaku dan aku tidak bisa menghindar darinya. Lagi, aku memaksakan senyumanku untuknya. "Bagaimana harimu?" dia itu bodoh atau tolol? Kenya mati dan dia masih bertanya bagaimana keadaanku? "Buruk. Well, aku ingat jika namamu sama dengan nama anjing Kurt." aku terkekeh sendiri dan Edward memudarkan senyumannya.
Lalu aku memanfaatkan ini untuk pergi. Percayalah, Edward terlihat sangat kesal denganku. Aku pergi dengan senyuman yang terkesan menertawakan Edward. Aku tidak peduli, aku memang menertawakan dia. "Yael, ayo. Kita akan segera mengkremasinya." Evan pun muncul dan terlihat beberapa orang sedang membawa petinya pergi. Aku mengangguk satu kali dan mengikutinya pergi.
Sebenarnya aku sangat menyesal ketika Kenya harus dimasukkan pada tungku pembakar mayat bersuhu 1150 derajat. Ini sungguh menyakitkan. Aku, Evan, Aidan, Kurt, bahkan Edward dan seluruh kerabat Kenya hanya menunggunya menjadi abu. Pengkremasian ini berlangsung tak begitu lama. Setelah selesai, abu mayat Kenya sudah dapat di ambil dalam sebuah wadah. Aku sangat tidak menyangka, Kenya yang tadinya 45 kilo sekarang hanya berberat 5% dari sebelumnya. "Kau akan membuangnya ke laut?" tanyaku saat Evan menerima wadah abu anaknya. Ia menggeleng, "Aku akan menyimpannya di samping abu milik Daniella."
***
Sepulang dari gereja, aku langsung pulang. Tunggu, aku tidak menemukan Griffen di sana. Kemana dia? Bukankah seluruh murid kelas 9 datang semua? Bahkan kelas 10 sampai 12 pun banyak yang datang. Aku menggidikkan bahu tak acuh. Lagi pula, Griffen memang sepertinya tidak menyukai Kenya. Apa lagi aku. Dengan satu gerakan cepat, aku memutar kenop pintuku. Sialan. Bukannya tadi aku mengunci pintunya? Otakku mulai berpikir mengenai hal buruk. Mungkin seorang perampok telah masuk ke mari.
Samar-samar aku mendengar suara televisi yang sedang dinyalakan. Aku pergi mengintip dan seorang pria sedang duduk santai di sofa. "Dad. Kau bilang kau akan datang 2 jam lagi." aku mendekat, dia adalah ayahku. Pria itu terkekeh pelan, "Ini bahkan lebih dari 2 jam. Kau senang berlama-lama di gereja rupanya." aku memutar bola mataku kesal. "Sayang, apa kau telah mengambil korannya?" teriak seorang wanita. Itu ibuku. Asal kau tahu, ia senang sekali berteriak di rumah. "Ya. Aku menaruhnya di--"
Ayahku berputar-putar mencari korannya sampai ibu datang membawakan kami kopi dan roti panggang. "Oh, Yael!" pekik ibu sambil mempersilakanku masuk ke dalam pelukannya. Aku memeluknya, tapi hanya beberapa detik. Kurasa itu sudah cukup. "Well, korannya ada di atas meja." lanjut ayahku. Ia memang sedikit pelupa. Aku pun langsung mengambil kopi buatan ibuku dan mengambil korannya. Oh, berita mengenai Kenya sudah terpampang di headline. Aku membacanya dan, "Apa?"
Kehapus lg kan filenya hehe:') tdnya mau lgsg d post eh mlh hilang smuanya. Well ini gj emg.-. Salah aku si buat si Kenya nya jd kristen.-. Aku gatau cara pemakaman kristen jd anggap aja bnr yaa maaf so tau euy:(
BACA
TERUS
CERITANYA
YAA picture of Daniel Craig as Evan Morris is available on multimedia. Gntg bgtkan bpa gw:( james bond asli tuh;(
Note: VOOOOOOTEEEEEEEE HEHE....
[Yg ngevote semoga dpt jodoh gntg] hehe THANK YOU GUYS...

KAMU SEDANG MEMBACA
She Troubled
Mystery / ThrillerShe loves walking in the dark. She loves playing with blood. She loves lying to other human because she life to be a faker. She is a psychopath and she loves killing. Be careful, she is around you. Hai peeps! Jangan diliat covernya aja, baca dulu la...