Suara langkah kaki terdengar di sepanjang lorong bangunan yang seperti istana itu. Hanya cahaya remang-remang yang menyinari. Empat sosok bersenjata berjalan serempak, dengan tatapan mata tajam yang menembus kegelapan.
Mereka berempat tiba di hadapan sebuah pintu besar. Salah seorang di antara mereka-yang berdiri paling depan, berjalan maju dan mendorong pintu itu. Sebuah sabit besar terpanggul di punggungnya. Raut wajahnya yang bengis dapat membuat siapa saja yang melihatnya bergidik ketakutan.
Setelah pintu terbuka, keempat orang bersenjata tersebut masuk. Jendela besar yang disinari cahaya bulan terpampang di hadapan mereka, dengan seorang lagi yang berdiri di dekatnya, dengan sebuah singgasana di sampingnya. Jubah hitamnya berkilau tertimpa cahaya bulan, lalu ia berbalik. Mata merahnya menyala di kegelapan. Ia mengenakan mahkota emas yang mengilap.
Si pembawa sabit berlutut di hadapan sang sosok berjubah itu. "Yang Mulia-apa yang membuat anda memanggil kami malam ini?" tanyanya. Ketiga sosok lainnya ikut berlutut.
Sosok berjubah itu masih diam. Ia terlihat berpikir, kemudian membuka mulutnya untuk bicara. "Kalian pasti tahu Arkan sudah dikalahkan," ucapnya, "oleh seorang bocah yang sekarang baru saja diangkat menjadi ksatria yang baru," lanjutnya. "Dan, Ater. Sangat disayangkan-ia kuat, namun tak kusangka seorang bocah dapat mengalahkannya."
Keempat bawahannya itu mengangguk. "Jadi, apa perintah anda?" tanya salah satu dari mereka yang membawa sebuah cambuk berduri di pinggangnya.
Sosok berjubah itu berjalan turun dari singgasananya, menghampiri keempat bawahannya. "Empat Jenderal Tenebris-kalian adalah petarung kuat yang ditakuti seantero Briewen," ucapnya. Mendengar kalimat itu, mereka berempat menengadah ke arah si sosok berjubah. "Aku ingin kalian menangkap si bocah pembunuh naga. Lacak ia sampai kalian menemukannya. Bawa ia padaku-dalam keadaan hidup," perintahnya.
Keempat orang bersenjata-yang disebut empat jenderal Tenebris itu berdiri. Sang pembawa sabit membuka mulutnya dan berkata, "Akan kami lakukan. Lagipula-prajurit-prajurit bodoh itu tidak bisa diandalkan," ucapnya sambil terkekeh.
Si sosok berjubah berjalan kembali ke arah singgasananya, kemudian ia berhenti. "Dan satu lagi," ucapnya, "bawakan aku murid Ater. Si Penyihir Hitam Kelam," lanjutnya. Ia berjalan ke arah lain sekarang, menuju bagian ruangan besar itu yang tidak terkena cahaya matahari. Tangannya menyentuh sesuatu, diiringi suara geraman dan rantai.
"Bawa mereka padaku dalam keadaan hidup. Aku tidak mau kalian bawa apa yang kuminta dalam keadaan tak bernyawa," katanya. Kedua manik merahnya menatap sesuatu yang disentuhnya, sambil sesekali ia mengusap-usapkan tangannya. "Jika kalian melakukan itu," katanya, "kalian akan kujadikan makan malam untuk Sharkan."
Keempat jenderal tersebut mengangguk mantap, kemudian berbalik. Si pembawa sabit yang berjalan paling terakhir menoleh ke belakang. Yang ia dapati adalah sepasang mata kuning besar menyala dan suara raungan.
***
A/N
Akhirnya sempet upload prolog ini :" setelah sekian lama... *dibuang*
Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Distant Land - Land of the Fairies [ON HOLD]
FantasyAter dan sang naga Arkan sudah dikalahkan. Lyon dan teman-temannya melanjutkan perjalanan mereka menuju Arfeim, benua para peri, serta memulai pelajaran Lyon soal sihir. Namun Eadred mengirimkan empat orang jenderal terkuatnya untuk melanjutkan perb...