Lyon terbangun dari tempat tidurnya. Setelah menguap sekali, ia beranjak dengan malas dari tempat tidur, mengambil mantel katun pemberian raja Imrathion. Sudah sekitar seminggu ia berada di sana—setelah perjalanan panjang dan peperangan yang telah ia lewati, ia rasa ia dan teman-temannya layak mendapatkan istirahat yang cukup lama di hutan para elf itu.
Berjalan ke luar kamar, Lyon sesekali meregangkan badannya yang terasa kaku setelah bangun tidur. Matanya menelusuri lorong istana, dan ia membungkuk tanda rasa hormat setiap ia berpapasan dengan elf.
"Hei, Lyon!"
Sebuah suara memanggilnya. Lyon menoleh, mendapati tubuh kecil seorang laki-laki—dwarf, yang melambaikan tangan ke arahnya. "Oh, selamat pagi, Naldin," balas Lyon sambil tersenyum kecil.
"Apa yang kau lakukan di sini sendirian?" tanya Naldin sambil mendekati Lyon, lalu berjalan bersamanya. Tingginya yang hanya sejajar dengan bagian atas lengan Lyon membuatnya harus berbicara dengan sedikit menengadah ke arah teman manusianya itu.
"Ngomong-ngomong, di mana yang lainnya?" tanya Lyon sambil menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.
Naldin menatapnya sebentar, kemudian memutar kedua bola matanya. "Yura mengumpulkan tanaman obat di hutan. Arisu pergi mengantar rombongan kakaknya yang akan kembali ke selatan, lalu... seingatku Endar dipanggil Lord Elf dari hutan barat itu," jawabnya.
Lyon terdiam sebentar mendengar jawaban teman dwarfnya. Ah—elf selatan memang sudah harus pulang hari ini. Aku baru ingat.
"Bagaimana dengan Raven?"
Naldin mengangkat bahu. "Aku tidak lihat dia di manapun."
"Begitu, ya." Lyon menghela napas. Mereka berdua sampai di ujung lorong yang terbuka, memandang taman yang terhampar luas di depan mereka. Di sana terlihat sang putra mahkota—pangeran Faelon, sedang mengayunkan pedangnya di udara, sepertinya sedang berlatih.
Sang putra mahkota memiliki postur tubuh tegap, lengan dan kaki yang kuat, ketangkasan elf pada umumnya—dengan rambut perak sepanjang pundak dengan warna keunguan tipis di ujungnya, serta sepasang mata biru laut yang menghias wajah tampannya. Ia juga seorang petarung yang kuat, mampu menghabisi banyak musuh hanya dalam beberapa menit.
Seolah mengetahui pasang-pasang mata memerhatikannya, Faelon menghentikan latihannya dan menoleh ke arah Lyon dan Naldin. "Apa yang kalian lakukan di sana?" tanyanya.
Mereka berdua tersentak. "T-tidak, Yang Mulia. Kami pemisi dulu—"
Tawa keluar dari bibir Faelon. Pangeran elf itu kemudian berjalan mendekat kepada Lyon dan Naldin, menyarungi pedang kayunya dan menepuk pundak kedua laki-laki di hadapannya itu. "Oh, ayolah, jangan bersikap terlalu formal—kita pernah bertarung bersama, dan itu membuatku menganggap kalian teman seperjuangan," ucapnya.
Lyon tersenyum canggung. "Terima kasih," katanya. "Apakah kau melihat guruku, Rav—err, Penyihir Hitam Kelam, Yang Mulia?" tanya Lyon. Raven memang lebih dikenal dengan julukannya di hutan ini.
"Kurasa tadi aku melihatnya berkeliaran di lorong, tapi sekarang ia menghilang entah ke mana." Faelon menggelengkan kepalanya. "Penyihir itu memang selicin belut—dapat muncul dan menghilang dengan seenaknya saja. Ada urusan apa kau mencarinya?"
"Ah, tidak apa-apa," balas Lyon. "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan, tapi karena sepertinya ia tidak ada, jadi kurasa aku akan menyimpan pertanyaanku untuk nanti."
Di tengah-tengah percakapan mereka, dari kejauhan mereka melihat Endar dan Lord Seith sedang berdiri berhadapan. Lord Seith menepuk pundak Endar sambil menggumamkan sesuatu—lalu ia berbalik meninggalkan Endar, dan setelah itu Endar pun berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Distant Land - Land of the Fairies [ON HOLD]
FantasyAter dan sang naga Arkan sudah dikalahkan. Lyon dan teman-temannya melanjutkan perjalanan mereka menuju Arfeim, benua para peri, serta memulai pelajaran Lyon soal sihir. Namun Eadred mengirimkan empat orang jenderal terkuatnya untuk melanjutkan perb...