Chapter 17 - Petunjuk

409 61 4
                                    

Malam itu Jean berjalan di sepanjang paviliun sembari menghela napas berat. Sudah seminggu berlalu sejak ia pertama kali menginjakkan kakinya di hutan Isyr—dan sudah seminggu pula sejak ia belajar bela diri, sejarah dunia dan diplomasi, namun ia masih merasa tak begitu mengerti.

Dan dari kesulitannya itulah ia jadi tahu beban ayahnya sebagai seorang raja dahulu kala. Ngomong-ngomong, orang-orang yang dikirimkan Lord Seith waktu itu belum juga kembali... ada apa, ya? batin Jean.

"Selamat malam, Jean." Sebuah suara memanggil nama Jean, membuat pemuda itu kaget. Ia tersentak dan membalikkan badan, mendapati Lady Irisiel sedang berdiri di belakangnya. Senyum terpampang di wajah Lady Irisiel—rambut keemasannya seakan bersinar memantulkan cahaya bulan, dan mata birunya serasa membius diri Jean.

"Lady Irisiel," balas Jean yang buru-buru menyadarkan diri dari lamunannya, kemudian membungkuk hormat.

Lady Irisiel kemudian tertawa kecil dan berkata, "Tidak usah canggung begitu di hadapanku. Apa mungkin kau takut padaku, Jean?"

Mendengar kata-kata sang Lady, Jean menggelengkan kepalanya dengan cepat. "B-bukan begitu, My Lady. Saya... ah—saya hanya...," lanjut Jean sambil memutar kedua bola matanya, kebingungan mencari kata-kata.

Lady Irisiel kembali tertawa. "Apakah kau sedang dalam waktu senggang? Jika ya, maukah kau berjalan-jalan denganku?" tanya Lady Irisiel.

"Soal itu, y-yah, saya memang sedang senggang, My Lady... dengan senang hati," jawab Jean canggung, kemudian ia melangkah mengikuti Lady Irisiel yang telah terlebih dahulu berjalan.

"Ke mana kita akan pergi, My Lady?" tanya Jean, berusaha agar pertanyaannya terdengar sesopan mungkin.

Lady Irisiel hanya tersenyum dan membalas, "Kau akan tahu nanti, putraku."

***

Setelah cukup lama berjalan ke bagian dalam hutan, Jean dan Lady Irisiel tiba di sebuah telaga dengan semak-semak yang ditumbuhi bunga. Jean cukup terkejut saat melihat bunga-bunga itu, karena ia dapat melihat cahaya terpancar dari helai-helai bunga tersebut. Ditambah kunang-kunang yang terbang di sekitar telaga dan semak-semak, pemandangan di hadapan Jean terlihat sangat indah, membuat pemuda itu memandang takjub.

Lady Irisiel tersenyum melihat Jean, kemudian berjalan mendekati sebuah benda wadah air yang disangga pilar batu setinggi orang dewasa di tepi telaga.

"Bagaimana menurutmu, Jean? Apakah kau menyukai pemandangan tempat ini?" tanya Lady Irisiel.

"A-ah, ya, My Lady, saya menyukainya. Tempat ini adalah salah satu tempat yang paling indah bagi saya," balas Jean, berusaha untuk tetap tenang. Yah—yang bicara padanya adalah salah satu elf tertua di dunia, dan juga elf tercantik di antara elf lain, bagaimana Jean tidak gugup jika berada di dekat Lady Irisiel?

"Oh, begitukah?" Lady Irisiel tertawa kecil, "jika katamu salah satu tempat yang paling indah, di manakah tempat yang lainnya?" tanyanya.

Jean melipat kedua lengannya ke belakang dan menundukkan kepalanya. Ia lalu tersenyum tipis. "Tempat yang lainnya adalah pemandangan pantai dan laut di desa tempat saya tinggal," jawabnya.

Lady Irisiel terdiam untuk beberapa saat, sebelum akhirnya berjalan mendekati Jean. Lady Irisiel mengangkat tangannya ke arah kepala Jean, membuat pemuda itu sedikit kaget. Kemudian sang Lady mengusap puncak kepala Jean lembut. "Maaf karena telah membuatmu meninggalkan rumah, putraku," ucap Lady Irisiel, "tapi kau harus melakukannya. Perjuangan hanya dari seorang anak tidak akan cukup untuk merubah keadaan negeri ini." Lady Irisiel menarik kembali tangannya, lalu ia berjalan menuju semak-semak yang ditumbuhi bunga-bunga bercahaya tadi.

"Seorang... anak?" Jean mengucap kembali kata-kata Lady Irisiel. Pikirannya bertanya-tanya. Apa maksudnya? Siapa anak yang dimaksud itu? batin Jean.

Lady Irisiel menganggukkan kepala sembari memetik setangkai bunga bercahaya itu. "Dia memiliki tanggung jawab yang lebih berat darimu, Putraku," lanjut Lady Irisiel. "Karena itu kami membutuhkanmu untuk membantunya." Ia kemudian berjalan ke wadah air di tepi telaga, lalu dengan sebuah kendi ia menuangkan air ke dalam wadah.

Jean makin kebingungan. "My Lady, jika saya boleh tahu... siapakah anak yang anda maksud?" tanya Jean.

Lady Irisiel menghentikan sejenak kegiatannya, kemudian menengadahkan kepala, menatap bulan purnama yang menyinari mereka. "Ia... adalah anak yang ditakdirkan untuk mengalahkan raja yang saat ini berkuasa," ucap Lady Irisiel.

"Jika anak itu yang akan mengalahkan Raja Eadred, mengapa bukan dia saja yang menjadi raja?" Kata-kata itu keluar dari mulut Jean tanpa ia sadari—lalu ia cepat-cepat membungkuk. "A-ah—maafkan saya, My Lady. Maafkan saya yang lancang bertanya seperti itu," tutur Jean.

Lady Irisiel hanya tersenyum setelah mendengar pertanyaan Jean. "Jika kau bertanya mengapa bukan anak itu yang menjadi raja, itu karena ia memiliki peran yang lain," balas Lady Irisiel, "dan peranmu nanti adalah sebagai raja yang baru. Kau akan membantunya mengalahkan Eadred, dan dia akan membantumu menjadi raja—kalian akan saling membantu kelak." Ia kemudian tertawa kecil dan berkata, "Lagipula, kau adalah putra dari raja yang sebelumnya, bukan?"

Jean hanya terdiam mendengar penjelasan sang Lady. Ia bertanya-tanya siapa dan seperti apakah anak yang dimaksud Lady Irisiel. Dalam hatinya ia ingin bertemu dengan anak itu, tapi ia tidak tahu apakah ia bisa melakukannya.

"Kemarilah, Putraku," panggil Lady Irisiel, tangannya mengisyaratkan Jean untuk berjalan mendekat padanya. Jean mengangguk dan berjalan menghampiri Lady Irisiel yang sedang berdiri di hadapan wadah air itu.

Lady Irisiel kemudian menadahkan telapak tangannya, dan di saat yang sama sebuah pusaran angin kecil terbentuk di atas telapak tangannya. Jean menatapnya dengan takjub hingga pusaran angin itu menghilang, digantikan dengan sebuah botol kaca kecil yang muncul dibaliknya. Lady Irisiel kemudian mengisi botol kaca itu dengan air di dalam wadah, lalu memetik mahkota bunga bercahaya itu satu persatu dan memasukkannya ke dalam botol.

"Bunga ini bernama bunga Tungutrú," ucap Lady Irisiel. Ia kemudian menggoyangkan pelan botol kecil berisi air dan mahkota bunga tersebut, dan botol itu mulai memancarkan cahaya. "Roh menyukai cahaya bunga ini. Jika kau membutuhkan petunjuk, keluarkanlah cairan kelopak bunga Tungutrú ini. Para roh akan menunjukkanmu jalan," lanjut Lady Irisiel yang kemudian membuka telapak tangan Jean dan meletakkan botol kaca itu di tangan sang pemuda.

"Dengar, Jean. Apapun yang terjadi, kau tidak boleh kehilangan arah. Jangan biarkan kegelapan menguasaimu." Lady Irisiel menggenggam kedua tangan Jean, mata birunya menatap Jean dengan serius. "Aku tahu ini mungkin tanggung jawab yang cukup berat bagimu—tapi aku—kami percaya kau pasti bisa melakukannya. Apakah kau mengerti, Jean?"

Jean memikirkan kata-kata Lady Irisiel sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepala. "Saya mengerti. Terima kasih banyak, My Lady. Saya akan berusaha," tutur Jean. "Dan untuk anak itu... saya akan membantunya sebisa saya," lanjutnya.

Mendengar perkataan Jean, Lady Irisiel tersenyum. Ia lalu kembali mengangkat tangannya dan mengusap puncak kepala Jean. "Aku akan selalu bersamamu, Putraku. Karena itu, jangan khawatir," ucap Lady Irisiel, menarik kembali tangannya dan mulai berjalan. "Ayo kembali. Kau juga butuh istirahat, 'kan?"

"Ya, My Lady." Jean kembali mengangguk dan berjalan di samping Lady Irisiel. "Ah, My Lady, bolehkah saya bertanya?" ucap Jean.

"Tentu saja, Jean."

"Hng..." Jean mengalihkan pandangannya sambil menghela napas dan berkata, "Siapa nama anak itu?"

Lady Irisiel tersenyum mendengar pertanyaan Jean. "Lyon. Itu nama anak itu."

***

A/N

Sebelumnya saya minta maaf karena telat update-- soalnya saya sibuk ngurusin daftar ulang dan ospek yang selesai beberapa minggu lalu hehehehe (tebak ospek dimana hayo) dan jadinya ya gitu (?) 😂 udah lama nggak nulis kayaknya skill saya jadi downgrade (?) /cuih

Itu aja sih. Semoga saya bisa cepet update chapter selanjutnya. Ciaossu!

Tale of Distant Land - Land of the Fairies [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang