Elric dan para ksatria lainnya sampai di sebuah desa di tepi laut. Beberapa penduduk desa memerhatikan mereka, bertanya-tanya apa yang orang-orang berkuda seperti mereka lakukan di desa kecil itu. Elric kemudian berhenti di depan sebuah rumah dan turun dari kudanya.
Alan turun dari kudanya dan berjalan mendekati Elric. "Apakah kau yakin ini rumahnya?" tanya Alan.
Elric mengangguk singkat dan menjawab, "Tentu saja." Ia kemudian mengetuk pintu rumah. "Apakah ada orang di dalam?"
Setelah sesaat tak ada jawaban, pintu pun terbuka. Seorang laki-laki berambut pirang—berusia sekitar awal dua puluhan tahun—membuka pintu. Ia menatap Elric bingung. "Maaf, Tuan, boleh aku tahu siapa dirimu?" tanya laki-laki itu, menatap Elric dengan curiga.
Elric hanya tersenyum melihat laki-laki itu. "Namaku Elric. Bolehkah aku bertemu dengan Nyonya Elia?"
Laki-laki itu memicingkan matanya. "Untuk urusan apa anda bertemu dengan ibuku?"
"Jean." Suara seorang wanita menyahut dari dalam rumah. "Biarkan mereka masuk," ucap wanita di dalam. Laki-laki itu terlihat ragu awalnya, namun akhirnya ia membukakan pintu dan membiarkan Elric serta yang lainnya masuk.
"Ibu, urusan apa yang dimiliki para pria bersenjata ini denganmu?" tanya laki-laki itu sinis.
Sang wanita—yang merupakan ibu si laki-laki, hanya tersenyum kecil. "Selamat datang kembali, dua belas ksatria," ucapnya, menatap mereka—para ksatria—yang kini berlutut di hadapannya.
Alan yang berlutut paling depan mengangkat kepalanya. "Kami senang mengetahui anda selamat, Yang Mulia—Ratu Elia," ujar Alan.
Elia tersenyum, memerintahkan Alan dan yang lainnya untuk duduk. Ia melihat para ksatria satu persatu. "Kalian datang ke sini hanya berdelapan, di mana seingatku kalian dulu dibentuk dengan dua belas orang," tuturnya, "ke mana empat orang lainnya?"
"Tiga dari kami gugur saat mencoba mengusir naga di utara," balas Alan, "dan seorang lagi gugur di ibu kota." Klein mengepalkan kedua tangannya sambil menggigit bagian bawah bibir—mengingat Mitch yang mati karena melindunginya dari prajurit istana.
"Aku turut berduka mendengarnya." Elia menatap mereka sedih.
Seth menatap si laki-laki—putra Elia—yang berdiri di samping Elia. "Ia putramu, Yang Mulia?" tanya Seth.
Elia mengangguk. "Namanya Jean. Jean, mereka adalah orang-orang yang melindungi ayahmu dulu," ucap Elia, memperkenalkan putranya, Jean, kepada para ksatria.
Jean menatap mereka satu persatu. "Uh, salam kenal," katanya singkat, kemudian membuang muka.
"Maaf, ia tidak terlalu menyukai orang asing." Elia menghembuskan napas berat. "Tinggallah di sini. Ada cukup makanan dan tempat beristirahat untuk kalian semua, dan kalian bisa mengikat kuda kalian di pohon-pohon di sekitar pantai."
"Terima kasih, Yang Mulia." Para ksatria pun membereskan barang-barang mereka dan menyimpan senjata mereka masing-masing di dalam lemari. Untuk sementara, mereka memutuskan untuk menetap di rumah itu.
***
Jean sedang duduk di pinggiran pantai ketika Elric berjalan menghampiri dan duduk di sampingnya. Elric memasang senyum, namun Jean hanya menatapnya datar. "Apakah kau tahu asal-usulmu?" tanya Elric.
Jean mengangguk dan menjawab, "Aku adalah putra dari Raja Sven Lionbrook dan Ratu Elia Merrice, ayahku dibunuh oleh salah satu prajuritnya, dan ibuku kabur dari istana." Jean mengambil sebuah kerikil dan melemparkannya ke laut. "Dan aku, Jean Lionbrook, hidup bersama ibuku di sebuah desa tepi laut bernama Lundene, sebagai orang biasa, menanggalkan gelar yang kami punya agar tidak ada pasukan istana yang memburu kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Distant Land - Land of the Fairies [ON HOLD]
FantasyAter dan sang naga Arkan sudah dikalahkan. Lyon dan teman-temannya melanjutkan perjalanan mereka menuju Arfeim, benua para peri, serta memulai pelajaran Lyon soal sihir. Namun Eadred mengirimkan empat orang jenderal terkuatnya untuk melanjutkan perb...