"Gimana tuh Rif? Lo jadi nembak Adel?" kata Rio sambil meniup-niup baksonya.
"Hah?" sahut gue, Tisya, sama Tasya barengan.
Kami bertiga kaget karena Arif sama sekali nggak pernah cerita bahwa suka sama Adel. Dannnn, lo semua harus tau gimana hancurnya hati gue waktu itu.
Kalian bayangin deh ya, kalian udah cinta sama sahabat sendiri yang kemana-mana pasti bareng, terus kejebak friendzone selama hampir tiga tahun, dan punya harapan besar buat jadian, DAN TERNYATA DIA SUKA SAMA CEWEK LAIN! Lo semua taukan rasanya? Bisakan ngebayanginnya? Sakit banget tau nggak!
Oke, maaf mungkin gue berlebihan.
"Idih jahat banget sih lo Rif, ceritanya cuma sama Rio doang," kata Tasya sambil pasang muka cemberut khasnya.
"Ya sorry, gue nggak maksud gitu, gue emang belum sempat aja cerita, Rio aja baru tau kemaren," sahut Arif.
"Ya elah, kenapa nggak cerita digrup aja sih? Kan semuanya jadi tau," sambung Tasya lagi.
"Yaudah sih, kita udah tau ini kok," gue ngomong gitu doang sambil menutup-nutupi puncak kegalauan gue.
Setelah selesai makan kami kembali ke kelas, gue pamit sama temen-temen gue buat mampir ke toilet dulu, seenggaknya gue mau ngademin kepala gue.
Waktu gue masuk toilet, eh malah ada si Adel—itu loh yang mau ditembak sama arif— dia lagi sama dua orang temennya. Gue sih cuek ya, waktu gue mau jalan ngelewatin dia, tangan gue ditarik.
"Eh ada Nana niiih, lo udah taukan kalo Arif suka sama gue? Gimana hati lo? Udah remuk?" tanya Adel gitu sama gue.
"Lo nggak salah ngomong? Hati gue? Remuk? Apa hubungannya sama Arif yang suka sama lo?"
"Ya ada dong baby, lo kan suka sama Arif."
"Nggak! Gue tegasin sama lo ya Adelia Aloysius, gue sama Arif murni sa-ha-ba-tan!"
Setelah gue ngomong gitu, gue langsung keluar dari toilet, mood gue bener-bener hancur waktu itu.
Gue emang dari awal nggak pernah kenal dekat sama Adel, nggak pernah satu kelas pula. Dia anak IPS, dan gue anak IPA. Cantik sih dianya, cuman kalo kelakuannta kaya tadi, ya apa gunanya cantik wajah doang?
Dalam hati gue ngedumel sendiri sepanjang jalan dari toilet ke kelas gue.Kenapa sih, si Arif milih cewek yang kaya gitu? Liat mukanya doang ya, cantik sih. Tapi ya kelakuannya itu loh. Emang sih gue baru pertama kali ngobrol langsung sama Adel, dan itupun gue udah punya firasat dia itu cewek nggak bener, yaiyalah!
Kalo cewek baik, sama sahabat 'calon pacar' ya pasti punya kesan yang baik, nggak main ngomong kasar kaya si Adel. Ditambah lagi karena tadi Adel tau bahwa gue suka sama Arif—nggak peduli deh dia tau dari mana— makin nambah aja rasa kesel gue ke Adel.
Nggak tau deh, mau kesel sana Arif atau sama Adel, atau bahkan kesel sama dua-duanya, yang jelas sekarang mood gue berantakan.Pulang sekolah, gue bingung mau pulang pakai apaan. Karena tadi pagi gue nebeng sama Arif—emang bareng Arif terus sih karena sekomplek— dan gue hari ini lagi males berurusan sama Arif.
"Na, ayo pulang, sama guekan?" kata Arif waktu gue masih duduk di kursi panjang depan kelas.
"Gue naik taksi aja, gue ada urusan."
"Yaelah Na, biasanya juga sama gue walaupun ada urusan."
"Ini beda Rif, yaudah deh lo pulang aja."
"Ntar kalo nyokap lo nanyain lo kemana gimana?"
"Nyokap nggak mungkin nanyain gue."
"Yaudah deh, gue duluan ya, hati-hati lo."
"Iya gih sana pulang!"
Arif jalan ke arah parkiran.
Belum hilang Arif dari pandangan gue, gue liat Adel nyamperin Arif, gue nggak tau dia ngomong apa, tapi beberapa detik kemudian gue liat Adel duduk di jok belakang motor Arif.
Beruntunglah sekarang udah ada ojek online yang siap kapan aja. Dengan sisa-sisa kehancuran mood gue, gue jalan menuju gerbang sekolah buat nyamperin abang-abang ojek onlinenya.
"Nggak pulang sama pacarnya neng?"
Jleb.
"Nggak bang."
-----------
Oke segini aja ya partnya, pendek ya? Ini emang ceritanya pendek sih, hehe.
Oh iya, gw masi nunggu kritik dan saran yang membangun yaaa, terutama kritik ke-typo-an gw yang parah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
B R O K E N
Teen FictionCinta, belum ada kalimat yang bisa menjelaskan kepada Nana apa definisinya. Setelah jatuh cinta diam-diam, dipatahkan hatinya secara terang-terangan, lalu mendapat cinta yang lain, kemudian dipatahkan lagi, barulah Nana sadari, bahwa cinta tidak pe...