5

394 30 0
                                    

Arif: Lo kenapa sih Na? Akhir-akhir ini lo sensi sama Adel? Lo temen gue nggak sih? Kenapa lo kesannya malah nggak mau ngedukung gue sama Adel?

Gue: send a pict

Gue kirim screen capture chat dari Adel.

Arif: Sekuat apapun lo jelek-jelekin Adel, gue tetep nggak akan percaya.

Arif: Dan chat itu, lo niat banget sih na nyuruh orang lain ngechaf lo kayagitu, terus namanya lo ganti jadi Adel?

Arif: Yaudah Na, nggak guna gue chat lo, nggak ada hasil. Yang ada bikin gue tambah kesel sama lo.

Read.

Chat Arif hanya gue biarkan sampai selesai dan nggak akan gue balas.

Sepolos itu Rif? Lo polos banget ya! Mau banget percaya sama si nenek lampir. Dan malah nggak percaya sama gue! Gue sahabat lo Rif! Gue kecewa sama lo Rif! Ucap gue dalam hati sambil memandangi foto berbingkai cukup besar yang terpasang di dinding kamar gue, di foto itu ada gue, Arif, Rio, Tasya, dan Tisya.

Kayaknya percuma gue mau jelasin sekuat apapun sama Arif, toh dia nggak bakalan percaya. Padahal gue sama Arif udah sahabatan sejak SMP, dan dia nggak percaya sama gue demi cewek yang mungkin baru-baru ini dia kenal—Adel.

Gue nggak habis pikir, gue kecewa banget, hati gue hancur. Sekarang hati gue hancur bukan hanya karena orang yang gue cintai mencintai orang lain, tapi juga orang yang gue cintai nggak percaya lagi sama gue.

Separah itukah kesalahan gue? Gue salah dibagian mananya? Gue benerkan? Nggak salahkan kalo gue ngasih tau kebenaran sama SAHABAT gue sendiri? Nggak salahkan?

Keesokan harinya, gue sama ketiga temen gue lagi asik menikmati makan siang di kantin sekolah.

"Drastis banget nggak sih perubahan si Arif menurut kalian?" ucap Tisya menghilangkan keheningan saat menyatap makanan masing-masing.

"Menurut gue sih, drastis banget," sahut gue setelah menelan jus apel yang ada di depan gue.

"Gimana kalo nanti gue coba buat ngomong sama Arif?" usul Rio.

"Ngomong apaan?" tanya Tasya.

"Ya ngomong baik-baik gitu, gue nanti bilangin Arif soal Adel."

"Nggak usah deh Yo, yang ada bikin capek doang, dia nggak bakalan percaya," ucap gue yang udah sangat-sangat putus asa.

"Nggak ada salahnya sih Na kalo dicoba dulu," sahut Tisya sambil mengaduk-aduk baksonya yang masih tersisa setengah.

"Yaudah kalo Rionya emang mau sih," sahut gue dengan terpaksa.

Malamnya, Rio ngirim chat ke grup kami berempat.

Rio: Gue otw rumah Arif nih, ntar gue rekam aja ya.

Gue: Hati-hati lo kalo diterkam

Tisya: GOOD LUCK YO!

Tasya: (2)

Gue: (3)

Read by 4.

Oke gue akan tunggu sampai Rio ngirim rekaman suara mereka.

Satu jam berlalu, tiba-tiba chat WA masuk dari Rio di grup.

Ada rekaman suara yang Rio kirim.

"Lo sama Nana kenapa sih Rif? Nggak harmonis gitu," ucap suara yang ada direkaman itu.

Terdengar helaan nafas berat di sana.

"Gue juga nggak ngerti Yo, kenapa Nana sebegitu sensi sama Adel, setiap apa yang dilakuin Adel tuh kayaknya salah mulu dimata Nana. Dia sering jelek-jelekin Adel di depan gue Yo. Gue nggak tau apa motifnya, cuma gue kecewa sama dia. Dia udah bertindak diluar batas Yo, lo tau itu." Sahut suara yang lain yang gue yakini adalah suara Arif.

Rekaman itu gue hentikan sementara.

Tunggu, apa? Gue bertindak diluar batas? Gue? Bukannya Adel?

Ah gue lupa, Adelkan selalu nggak tampak salah dimata Arif.

"Lo nggak berusaha nyari tau kebenaran apapun yang dibilang Nana Rif? Siapatau dia benerkan?"

"Nggak. Gue cukup yakin Adel nggak mungkin kayak gitu, gue PDKT sama Adel satu bulan, dan nggak ada sedikitpun sikapnya yang menandakan dia cewek nggak baik."

"Lo nggak seharusnya memojokkan Nana kayak gitu Rif."

"Lo ngebelain Nana juga Yo? Lo disuruh Nana ngomong apa aja sama gue hah?!" intonasi suara Arif meninggi.

"Gue cuma—"

"Udahlah Yo, gue pikir lo nggak perlu ikut campur. Bilang sama Nana, nggak usah ngurusin gue sama Adel, nggak guna juga. Gue cabut Yo."

Seiring kepergian Arif, berakhirlah rekaman suara yang gue dengarkan. Gue nggak tau sejak kapan gue nangis. Hati gue lagi patah sepatah-patahnya, remuk seremuk-remuknya, hancur sehancur-hancurnya.

Gue ngelakuin itu juga buat Arif, supaya Arif sadar bahwa hati Adel nggak semanis tampangnya, tapi ternyata malah gue yang jadi pihak 'tersangka'. Gue kapok, gue akan ngebiarin Arif pilih jalan hidupnya sendiri, toh nggak ngaruh juga sama gue, yakan?

---

ITU DIMULMED YA ANGGAP WAE LAH SEBAGAI ARIF, HEHE.

OH IYA FYI, INI CERITANYA SEBENERNYA UDAH PUBLISH DI WATTPAD SEJAK AKHIR 2015 DAN BARU-BARU INI GUE HAPUS KARENA MEMANG MAU DI REVISI.

YANG PERNAH BACA CERITA INI YANG SEBELUM REVISI PASTI BAKAL NGAKAK SIH KARENA LIAT GUE NULIS NGGAK TAU ATURAN BANGET HAHAHA.

KARENA UDAH BEBERAPA KALI DI DESAK OLEH OKNUM DARI TEMEN-TEMEN GUE, AKHIRNYA GUE BERTEKAT BUAT REVISI.

SEKIAN,
TERTANDA,

NISAHMZ

B R O K E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang