20

131 10 0
                                    

Arif: Ternyata kita bekerja di rumah sakit yang sama ya Na.

Gue seketika mencari keberadaan Arif dengan menoleh ke kiri dan kanan, namun nihil.

"Nyari apa?" tanya dr. Dika yang masih berada dihadapan gue.

"Oh, enggak."

Gue dan dr. Dika melanjutkan makan siang dengan diselingi beberapa obrolan ringan kembali.

Gue kembali ke ruang apotek sebelum jam makan siang berakhir berbarengan dengan dr. Dika yang kembali ke ruang jaganya.

"Mbak Nana, tadi ada permintaan alat operasi ke ruang bersalin untuk jam 15:15, sudah saya siapkan semua, tinggal menunggu perawat yang datang mengambil, saya pamit duluan mbak," ucap Dila, salah satu asisten apoteker.

Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 15:00, waktunya asisten apoteker berganti shift. 2 orang asisten apoteker yang bekerja pada shift pagi, akan digantikan oleh 4 orang yang bekerja pada shift sore yaitu pukul 15:00-23:00 malam. Untuk apoteker sendiri, karena hanya 1 orang, jadi gue ditugaskan untuk stay di apotek sejak jam 08:00-17:00, cukup lama untuk ukuran pekerja.

Memasuki jam 15:30, pasien mulai bertambah banyak, kebanyakan dari mereka adalah pasien rawat jalan yang ingin berkonsultasi ke bagian dokter kandungan di rumah sakit ini. Maklum saja, dokter kandungan di rumah sakit ini sangat terkenal, makanya setiap hari pastilah banyak pasien beliau yang datang, apalagi jam sore-sore begini.

Jam 17:00 pasien kembali berkurang, saatnya gue pulang. Gue pun berpamitan dengan 4 asisten apoteker yang bekerja saat itu, dan langsung meninggalkan rumah sakit.

Malam harinya, gue mendapat chat lagi dari Arif.

Arif: Na, besok jam 5 sore gue tunggu di Bara's Coffee.

Gue: Iya.

Gue rasa, sekarang bukan saatnya gue dan Arif saling diam. Sudah saatnya gue berdamai dengan masa lalu, seburuk apapun itu. Lagipula, gue sekarang sudah mempunyai masa depan yang akan lebih baik, dan mungkin Arif juga begitu.

***

Sepulang dari rumah sakit, seperti janji gue, gue akan menemui Arif di Bara's Coffee. Gue mempercepat laju mobil gue saat melihat awan yang menghitam tiba-tiba.

Setibanya di Bara's Coffee, gue lihat Arif sudah ada disana, dia melambaikan tangan ke arah gue.

"Hai," sapanya.

"Hai."

"Na, gue minta maaf ya."

"Udahlah Rif, gue udah maafin lo," sahut gue dengan cepat. "Lagian, sudah saatnya kita baikan kaya dulu, yakan?"

"Udah bijak ya lo sekarang."

"Oh iya, lo kemaren chat gue, lo bilang kita kerja di rumah sakit yang sama, jadi lo-"

"Iya, gue juga kerja di Rumah Sakit Medika, waktu itu gue liat lo makan siang sama temen gue, Dika."

"Oh, dr. Dika temen lo, emang lo dokter apa?"

"Gue masih dokter umum, sekarang juga sambil ngambil spesialis sih."

"Oh ya? Spesialis apa?"

"Penyakit dalam."

"Oh iya Na, denger-denger lo udah punya pacar?" lanjut Arif lagi.

"Iya Rif, namanya David. Nanti gue kenalin deh."

"Gue kira lo bakal dapat pacar anak Thailand."

"Iya, jauh-jauh gue ke Thailand, dapatnya anak Bandung."

"Mending, lah gue? Masih belum ada pendamping."

"Nggak mau sama Adel?" ledek gue.

"Asem banget lo, ck." Sahut Arif sambil terkekeh, manis *eh.

Obrolan kami terus berlanjut, dan ditengah-tengah obrolan itu, gue mendapat telpon dari David. Gue tersenyum senang karena melihat nama David, karena mungkin dia mengabarkan bahwa sudah di Jakarta.

"Halo Vid, sudah di Jakarta?" ucap gue langsung saat mengangkat telponnya.

"Hallo mbak, mbak kenal dengan yang punya handphone ini?"

"Ini siapa? Iya saya kenal, dimana David?"

"Maaf mbak, saya tidak tahu harus menghubungi siapa, berhubung melihat di handphone ini panggilan telpon terakhirnya dengan mbak, makanya saya hubungi."

"Jadi initnya apa? David dimana?" tanya gue panik, gue sekilas melihat wajah Arif kebingungan.

"Mas Davidnya kecelakaan mbak, sekarang dibawa ke Rumah Sakit Medika."

Seketika itu juga, waktu seakan berputar. Gue merasa seluruh badan gue sudah tidak berdaya. Hp gue pun jatuh, dan Arif beberapa kali mengguncang tubuh gue seakan ingin menyadarkan gue. Bulir-bulir air mata gue sudah tidak terbendung.

"Na, lo nggak papa?"

"Na, gue antar pulang ya."

"Na, lo kenapa?"

"Siapa yang telpon Na?"

"Na?"

Perlu beberapa waktu untuk gue kembali menyadarkan diri gue, dari waktu yang seakan berhenti tadi. Dan gue langsung beranjak dari kursi dan melangkah keluar coffee.

Arif mengejar gue.

"Na, lo mau kemana?"

"David Rif! David kecelakaan! Dia di Rumah Sakit Medika sekarang."

"Gue antar."

SeketikaArif menarik tangan gue, dan gue masuk ke dalam mobil Arif, setelah sebelumnyaArif menitipkan mobil gue kepada Bara.    

B R O K E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang