9

819 34 2
                                    

Sebentar lagi UTS akan segera diadakan, tinggal hitungan hari sebelum gue dan seluruh siswa SMA Merdeka tempur di tengah semester.

Sepulang sekolah, gue dan ketiga temen gue mampir di cafe langganan kami.

"OMG! Ada kak Baraaaaa!" ucap Tisya pelan sambil memegang kedua pipinya yang bersemu merah.

"Ya ampun Sya, Bara ngelirik lo aja enggak," bisik Rio.

Setelah memesan menu masing-masing kami memulai obrolan ringan masalah tugas Biologi yang baru aja kami dapat di kelas.

"Ish, masa iya gue satu kelompok sama Arif," cetus Tasya malas.

"Ya dikelompok lo masih ada Anggi kan Sya, yaudah lo kerjain tugasnya sama Anggi, nggak usah peduliin Arif," sahut gue.

"Kalian mah enak, satu kelompok semua bertiga, lah gue," ucap Tasya lagi.

"Keberuntungan lagi nggak berpihak sama lo kali Sya, hahaha," sambung Rio.

"Berisik," tiba-tiba Tisya ngomong gitu.

"Kenapa sih lo Sya?" tanya Rio sambil mengikuti pandangan Tisya.

"Gue lagi khusyuk ngeliatin jodoh gue ngeracik kopi, ya ampun manisnyaaaa," sahut Tisya sambil senyum-senyum sendiri.

"Lo ngeliatin dia mulu, dia ngelirik lo aja ogah," ucap Rio, pedas.

"Kok gue pengen ngomong kasar ya sama lo Yo."

"Yaudah, ngomong aja, k a s a r, gitu."

"Tauah!"

Nggak lama obrolan kami hening seketika saat Arif dan Adel masuk ke cafe.

Sial!

"Gue ke toilet ya," ucap gue pamit.

Gue jalan cepat ke arah toilet, tapi tiba-tiba ada tangan yang menahan gerak gue.

"Hallo Nana, ketemu lagi," ucapnya.

"Apasih Del, gue udah nggak ngusik lo lagi kok."

"Gue cuma mau nanya sih, lo udah move on dari Arif apa belum?"

Gue diam.

"Tenang Na, gue nggak selamanya ngambil Arif. Setelah gue puas morotin dia, dan nilai tugas-tugas sekolah gue udah membaik, Arif bakalan gue buang."

"Tega banget sih lo Del, kenapa harus Arif sih?"

"Karena kebetulan Arif suka sama gue, dia yang deketin gue. Jadi, bukan salah gue dong."

Gue tau muka gue pasti udah merah padam karena marah banget sama Adel.

Gue keluar dari toilet lebih dulu dan kembali ke tempat duduk gue. Gue liat Adel keluar dari toilet nggak lama setelah itu.

"Na, jangan bilang lo ketemu Adel di toilet?" ucap Tasya mengintrogasi.

"Yaaaa, gitu." Sahut gue malas.

"Dia ngomong apa sama lo? Dia ngancem lo? Dia punya rencana apa?"

"Ya intinya dia bilang nanti kalo dia udah puas morotin Arif dan nilai tugas-tugas sekolah Adel udah membaik, Arif bakal dia buang."

Gue menghembuskan nafas berat setelahnya.

Syukurlah meja yang kami tempati jauh dari tempat duduk Arif dan Adel, jadi nggak akan terdengar, di tambah ka Bara yang membunyikan musik dengan volume yang cukup tinggi.

"Cewek Gil—"

"Udah deh Sya, nggak usah maki-maki dia sebagai cewek gila mulu, ntar lo lama-lama jadi gila juga," ucap Rio memotong ucapan Tasya.

"Gue kesel Yo, keseeeel!"

"Gue apalagi!" sahut gue.

Gue nggak ngerti ya sama jalan pikiran Adel yang suka memanfaatkan orang kayak gitu.

Dan yang gue lebih nggak ngerti adalah, kenapa dia masih mengusik hidup gue? Secara gue udah jauh-jauh dan nggak mau berurusan lagi sama mereka berdua.

Selang satu jam, kami memutuskan untuk pulang setelah Arif dan Adel pulang lebih dulu.

Keesokkan harinya, kami berempat kembali ke cafe tersebut atas rengekan dari Tisya. Dan yang bikin gue kaget, Arif datang menemui kami berempat di cafe itu tanpa Adel.

"Gue yang minta Arif kesini?" ucap Tisya
.
Gue dan Rio sama-sama menatap Tisya dengan tatapan bingung.

"Duduk dulu—"

"Kalo lo semua mau ngomong sama gue tentang kelakuan Adel yang cuma kalian buat-buat itu, gue nggak akan pernah percaya. Percuma kalo kalian berempat mau ngehakimin gue sekalipun, gue nggak akan berubah," ucap Arif menginterupsi ucapan Tisya.

"Cukup ya Rif! Gue muak banget! Terserah lo mau bela Adel, terserah! Toh kami, maksud gue, gue, gue bukan sahabat lo lagi kan?" ucap gue dengan penuh penekanan, "dan lo Sya, lo nggak usah capek-cepek nyuruh dia datang nemuin kita, karena itu semua percuma."

"Jadi lo udah nganggap kita bukan sahabat?" tanya Arif.

"Sahabat macam apa yang nggak percaya sama sahabatnya sendiri Rif? Hah? Jawab!"

Gue menghela nafas berat, Tisya mengelus punggung gue.

"Gue kecewa sama lo Rif!"

Gue langsung keluar dari cafe itu dan masuk ke mobil gue. Gue nangis sejadinya di dalam mobil sebelum akhirnya gue meninggalkan cafe itu.

'Cowok brengsek!' gumam gue di tengah perjalanan.

Bisa-bisanya dia ngomong kayak gitu. Ternyata cinta emang bisa bikin orang jadi brengsek ya.

---

CINTA EMANG BISA BIKIN BUTA, TULI, BISU, DAN B E G O.

UDAH YA, SEGITU AJA PART KALI INI.

OH IYA JANGAN LUPA KASIH VOTE DAN COMMENTNYA, TERUTAMA DI BAGIAN-BAGIAN YANG TYPO PARAH.

YANG DI MULMED ANGGAP AJA ADEL YA.

SEKIAN.

B R O K E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang