Prilly terbangun lebih dahulu, dan ia sadar; ia tertidur di paha Ali. Dan Prilly juga sadar bahwa; badan Ali pasti terasa pegal karena tidur dengan tangan menyangga kepalanya.
"Maaf, ya," kata Prilly sambil mengelus kepala Ali. Prilly mengecup pipi kiri Ali dan berdiri, merenggangkan otot-otot tubuhnya dan pergi ke kamar mandi.
Begitu ia keluar pun Ali belum bangun. Ia sempat melirik ke arah jam dinding, dan waktu menunjukkan hampir jam 8 pagi. Prilly dapat merasakan cacing-cacing di perutnya meronta-ronta, meminta makanan.
"Sabar ya, cing. Aku mau masak, kok," kata Prilly lalu beranjak ke dapur.
Prilly berdiri berkacak pinggang di depan kulkas yang terbuka lebar-lebar. Ia hanya melihat beberapa bungkus makanan seperti nugget atau sosis, dan juga telur.
Ia pergi menuju meja, terdapat sebungkus penuh roti dan sisa-sisa makanan yang mereka makan kemarin. Mereka belum sempat membereskannya. Prilly menggelengkan kepala dan berdecak pelan, lalu mulai merapikan meja tersebut.
Prilly duduk di salah satu bangku dan mulai berfikir, apa yang akan dia makan? Lebih tepatnya, apa yang akan mereka makan?
"Sosis? Telor? Nugget? Masak semua aja, lah. Ribet banget. Prilly pinter juga," kata Prilly lalu terkekeh. "Roti sama telor digabung aja, kali? Ah, Prilly gak jadi pinter, deh."
Pada akhirnya, Prilly memasak semuanya, mengolesi roti dengan mentega, menaburi keju yang baru Prilly temukan di dekat mentega, dan tidak lupa memberinya telur di atas roti, lalu jadilah roti lapis mentega-telur-keju buatan Prilly.
Saat Prilly sedang memasak sosis, seseornag memeluknya dari belakang, dengan tangan yang membawa selimut.
"Lo kok tiba-tiba ngilang? Kan gue kangen," bisik Ali. Kepala Ali berada di sebelah kepala Prilly, dagunya berada di pundak kanan Prilly.
Prilly bahkan tidak berani menoleh sama sekali.
"Kamu gak mau makan?" Hanya itu yang keluar dan terpikirkan oleh Prilly. Dengan posisi seperti itu; kedua tangan Ali melingkar sempurna di perut Prilly, dagu Ali yang terletak di pundak Prilly, dan selimut yang secara otomatis membungkus mereka berdua, membuat Prilly kehabisan kata-kata.
"Mau, apalagi makan masakan lo," kata Ali, lalu terkekeh. "Masak apa, sih? Serius banget. Sampe yang ganteng dicuekkin."
"Kamu punya mata, kan? Liat sendiri aja aku masak apa. Gitu doang kok repot," kata Prilly sambil melirik Ali.
"Ah, lo mah. Gak asik," kata Ali iseng, lalu terkekeh, lagi.
"Kamu gak abis minum, kan? Gak mabok, kan? Ketawa mulu, gigi kering terus copot tau rasa," cibir Prilly dengan tangan yang terus bergerak.
Ali memutar kedua bola matanya, "gue mandi dulu."
Ali melepas pelukan mereka, membuat Prilly agak kecewa.
Perlahan, Ali mendekat dan berbisik, "gak jadi mandi, ah. Liatin lo masak aja dari sini, seru juga liatin pantat semok lo."
"Ali!" teriak Prilly geram. Selalu itu yang dikatakan Ali setiap Prilly memasak di apartemennya. Selalu. Dan itu membuat kepala Ali sakit karena Prilly hampir selalu memukulnya dengan benda yang berada di dekatnya.
"Jangan mukul gue! Benda yang ada di deket lo pisau, soalnya!" seru Ali, ngeri.
Prilly memutar kedua bola matanya, dan berbalik untuk melanjutkan acara masak-memasaknya yang tertunda karena Ali.
Tangan Ali kembali melingkar di perut Prilly dari belakang, "jangan cuekin gue, dong."
Mereka kembali ke posisi seperti semula, membuat Prilly menelan ludahnya sendiri dengan gugup. Ali sudah berkali-kali melakukan hal ini -memeluk Prilly dari belakang- namun reaksi Prilly tetap sama.
Prilly mematikan kompornya, lalu menoleh. Jarak wajahnya dengan wajah Ali sangat dekat.
"Minggir, aku mau naro ini," kata Prilly pelan. Untuk apa dia berbicara keras-keras kalau jarak mereka saja sangat sempit?
Ali tersenyum, mengecup pipi kanan Prilly, lalu melepas pelukannya. Ia mengekori Prilly meletakkan makanannya di dua buah piring yang disediakan. Satu untuknya, satu untuk Ali.
Ali kembali memeluk Prilly dari belakang, membuat ruang gerak Prilly sedikit. Ia berkali-kali harus menegur Ali untuk tidak memeluknya seperti itu.
"Lo, mah," respos Ali lalu mencomot sebuah roti dan mulai memakannya. "Gue lagi mau meluk, gak boleh. Kan gue takut lo kenapa-napa gitu."
"Ih, kan aku lagi nyiapin makanan. Kamunya aja yang baperan setengah mati," gerutu Prilly.
Ali mengerucutkan bibirnya dan duduk di salah satu kursi, bertopang dagu, dan memperhatikan Prilly yang sibuk. Rambut Prilly yang dikuncir kuda bergoyang ke sana-ke sini, membuat Ali gemas ingin memotongnya.
"Yeay!" pekik Prilly girang setelah pekerjaannya -akhirnya- selesai. "Selamat makan!"
"Lo udah bilang selamat makan tapi lo masih nyuci penggorengan," kata Ali. "Dasar pe'a."
Prilly mengerucutkan bibirnya dan meletakkan penggorengan yang belum sempat diselesaikannya. "Yaudah, gak dicuciin. Biarin aja, pas aku mau pulang gak aku cuci."
Ali mengangkat kedua bahunya, "lo lupa kalo gue bisa nyuci segala hal?"
Prilly menghentakkan kakinya kesal lalu berjalan menuju bangku di sebelah Ali. Ia tidak mendudukinya, melainkan mengambil piringnya yang berisi makanan, lalu meletakkannya di bangku tersebut dan menggesernya, sejauh mungkin dari Ali.
Ali mengangkat bahunya acuh, "nanti juga balik sendiri, kayak biasa."
Ali melanjutkan acara memakannya yang tertunda, dan setelah selesai ia menghampiri Prilly. Ali memeluk leher Prilly dari belakang, lalu menghirup dalam-dalam aroma rambut Prilly.
"Baunya enak, minjem samponya, dong. Buat nyuci sarung bantal. Kan lumayan, berasa tidur sama lo setiap hari."
Prilly diam-diam tersenyum, namun berusaha menyenbunyikan senyuman itu sebaik mungkin. Ali mencubit kedua pipi Prilly, lalu beranjak.
"Gue mau mandi. Abis ini kita jalan-jalan, ya. Baru gue anter lo balik," bisik Ali tepat di telinga Prilly, membuat bulu kuduk Prilly berdiri.
Prilly mengangguk kaku, ia merasakan jantungnya berdegup sangat kencang. Ali mengecup pipinya sekilas, lalu berjalan santai sambil bersenandung kecil ke kamar mandi.
Prilly tersenyum kecil. Hal kecil yang lucu yang dilakukan Ali setiap Prilly marah selalu membuat hati Prilly meleleh.
Prilly bangkit dan menarik kembali kursi ke tempat semula. Ia mulai membereskan meja tersebut yang penuh dengan makanan Ali yang tidak beraturan dan memasukkan piring kotor ke bak tempat mencuci.
"Gak usah dicuci, sekarang kita pergi," bisik Ali sambil memeluk Prilly dari belakang. Prilly menegang, merasakan aksi tiba-tiba Ali. Prilly baru saja akan membuka mulut ketika Ali berkata, "tunggu sebentar, di rambut kamu ada bekas mentega."
Ali membersihkan rambut Prilly, dan setelah bersih, Prilly membalikkan badannya, jarak mereka sangat dekat, bahkan hampir tidak ada jarak.
Ali tersenyum dan menyelipkan sejumput rambut Prilly ke belakang telinganya, mencondongkan tubuhnya lalu berbisik, "ganti baju, gih. Gue tau lo bawa banyak baju."
Ali mengecup pipi Prilly lalu pergi, duduk di bangku tempat ia duduk saat makan tadi, memperhatikan Prilly yang berjalan pelan untuk berganti pakaian.
《《》》《《》》
Semoga masih ada yang minat. Soalnya gara-gara diprivate kayanya jadi sedikit yg baca. Hehe. Maafkan kalo ada typo(s), pas mau dipublish gak dibaca ulang. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
B S R
FanfictionSatu sekolah, pacaran, lulus, beda sekolah. Gimana, tuh? Untungnya, mereka saling percaya. Tapi kalau begitu, konfliknya apa?