Sudah hampir seminggu, namun kabar baik belum juga datang. Selama seminggu itu pula Ali tidur di rumah sakit, ia hanya meninggalkan sisi ranjang Prilly ketika teman-temannya datang atau ketika keluarga Prilly datang. Ia bahkan belum mandi. Ia hanya mencuci muka dan menggosok gigi setiap pagi.
Prilly masih betah dengan matanya yang tertutup.
"Prill, gue mau cerita, deh. Masa kan, pas gue di sana, gue ke pantai nemenin kakak gue. Eh, gue ketemu bule. Cantiiiiik banget. Mirip sama lo kharismanya. Gue liatin kan, terus gue samperin. Gue bilang, "wow, you look just like my girlfriend." Terus dia senyum, senyumnya maniiiis banget. "Thanks. Send my greeting to your girlfriend. Your girlfriend sounds amazing." Jadi, gue cuma mau bilang, lo dapet salam dari bule. Keren kan? Kalo lo bangun, gue cari tau deh dia siapa, terus gue bakal bilang, "this is the girl I said, we have been dating since as long as i can remember." Bangun, dong. Gue kangen."
Ali masih setia menggenggam tangan kanan Prilly, mengecupnya berkali-kali. Ia berharap, tangan kecil yang selalu sempurna di genggamannya itu bergerak, tanda bahwa ia baik-baik saja dan akan segera membuka mata.
Pintu terbuka, membuat Ali menoleh. Hanya Ully berdiri di sana, dengan senyumnya yang khas.
"Gimana Prilly?" tanya Ully, tersenyum ke arah Prilly yang masih setia dengan matanya yang tertutup.
"Kayak biasa. Apa ini salah aku ya dongengin Prilly tiap saat? Prilly jadi ngantuk terus tidur terus, deh. Haha," kata Ali, lalu terkekeh pelan. "Abis banyaaaak banget yang mau aku ceritain ke Prilly. Jadi tiap hari aku dongengin. Haha."
"Tante juga kangen Prilly. Semuanya kangen Prilly."
"Semoga Prilly bakal bangun secepatnya, ya, Tan."
"Aamiin."
Ully tersenyum dan mengelus pelan bahu Ali, memberinya ketenangan. Ully tau, Ali masih merasakan kesedihan itu. Takut kehilangan, terlebih saat Prilly hampir meninggal beberapa hari yang lalu.
Ali dengan cepat menggelengkan kepalanya, mengusir bayangan dua hari yang lalu, saat detak jantung Prilly sempat hilang dan Ali berteriak layaknya orang kesurupan di koridor rumah sakit memanggil bantuan.
"Kamu udah makan?" tanya Ully, yang dibalas gelengan pelan Ali.
"Mau makan apa? Biar Tante beliin," kata Ully.
"Gak usah, Tan. Aku kenyang. Kenyang makan harapan," kata Ali, menatap Ully lembut dengan senyuman lemah di bibirnya.
Ully hanya bisa tersenyum, ia sudah menebak bisa menebak jawaban Ali. Sama seperti hari-hari sebelumnya.
"Jangan kelamaan makan harapan terus ya, Li," kata Ully. "Tante keluar dulu."
"Iya, Tante."
Ali kembali menatap nanar tubuh lemah Prilly setelah Ully keluar. Diusapnya lembut punggung tangan perempuan itu dan tanpa terasa, air mata sudah mengalir di kedua pipi Ali.
Entah sudah berapa kali Ali menangis, menjerit, tidak makan dan tindakan galau lainnya beberapa hari ini. Sudah tidak terhitung. Terlebih lagi berapa kali ia menangis.
Dan tanpa ia sadari, Ali tertidur.
[-]
Beberapa jam kemudian, Ali terbangun karena merasakan ada yang mengelus lembut kepalanya. Ia berpikir, itu pasti Prilly. Perempuan yang ia inginkan untuk segera bangun. Dengan perlahan ia mengerjapkan matanya dan berdiri. Ia teridur dengan posisi membungkuk.
Betapa terkejutnya Ali ketika ia melihat Prilly sudah sadar dan tersenyum.
"P-Pril, l-lo udah gapapa?"
"Gapapa. Lagian, aku bangun cuma buat bilang selamat tinggal kok."
"Apaan, sih. Jangan bercanda deh. Gak lucu. Gue nungguin lo berhari-hari di sini, dan lo bangun cuma buat bercanda? Gak lucu!"
"Aku beneran, Li. Aku gak tahan lagi. Emang kamu pikir, kayak gini itu enak? Aku mimpi, Li. Aku mimpi kalo kita ketemu lagi di Surga, kita udah punya anak. Anaknya lucu banget, mirip sama kamu. Dan di sana, kamu bilang, "kita tinggal di sini aja yuk. Selamanya." gitu! Gak salah dong aku milih buat pergi? Selamat tinggal, Ali."
"Enggak, Pril! Gue masih butuh lo! Prilly! Prilly!" teriak Ali, air matanya mengalir di kedua pipi.
THE END
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
[GAKDENG BOONG INI BELOM KELAR KOK]
"Ali! Ali! Bangun!" seru seseorang, Ali merasa tubuhnya terguncang.
"Prilly!" teriak Ali.
"Ali! Prilly sadar!" seru Ully senang. Ali bisa melihat air mata bahagia mengalir di kedua pipi wanita itu.
Sontak, Ali tersenyum. Dan menangis. Ia langsung berlari menuju ranjang Prilly dan menggenggam tangan perempuan itu.
"A-Ali," kata Prilly pelan. Ia tersenyum.
Ali mengecup punggung tangan Prilly.
"Gue gak bakal ninggalin lo lagi, Prill. Gue janji."
Ali memeluk tubuh Prilly yang masih lemas, namun Prilly mempunyai cukup tenaga untuk melingkarkan tangan kirinya di pundak Ali. Dan tanpa aba-aba, Prilly mencium bibir Ali sekejap. Ali kembali menangis, lalu mencium kening Prilly lama.
"Ya Tuhan, jodohkanlah aku dengan perempuan di dekapanku ini, izinkanlah aku menjadi imam yang baik untuknya. Izinkanlah aku membawanya dan anak-anak kami kelak ke jalan yang benar. Aamiin."
Itulah bunyi doa Ali saat mengecup kening Prilly.
THE END
KAMU SEDANG MEMBACA
B S R
ФанфикSatu sekolah, pacaran, lulus, beda sekolah. Gimana, tuh? Untungnya, mereka saling percaya. Tapi kalau begitu, konfliknya apa?