Prilly keluar dari kamar Ali dengan pakaian yang... berbeda. Ia mengenakan kaus putih dengan bawahan cullotes hitam. Ia mengenakan boots-nya yang sengaja ia letakkan di apartemen Ali. Sebuah kacamata hitam bertengger di kepalanya, bukan di hidungnya.
Ali baru pertama kali melihat Prilly seperti ini, saat Prilly pulang atau berjalan-jalan bersama Ali, ia biasanya memilih memakai salah satu kaus hitam Ali dan memakai celana jeans.
"Lo... beda banget," kata Ali kagum. "Cantik."
Prilly tersipu, "makasih."
Prilly merasakan pipinya memanas saat Ali berdiri menghampirinya dengan tatapan tak lepas dari penampilannya.
"Siap buat jalan?" tanya Ali sambil mengulurkan tangannya, mengajak Prilly pergi.
"Siap, dong! Apa sih yang enggak buat Ali?"
Ali menggamit lengan Prilly, lalu mengajaknya keluar dari apartemen miliknya. Ali menguncinya, lalu menuruni lantai demi lantai menggunakan lift.
Ali memanaskan mobilnya, lalu tak lama kemudian mereka berdua sudah saling berteriak heboh karena lagu kesukaan mereka berdua diputar di radio.
"I can't feel my face when I'm with you!" teriak Prilly heboh. "But I love it, but I love it!"
Nafas Prilly terengah-engah setelah ia selesai. Ali hanya bisa tersenyum, karena ia memang tidak seheboh Prilly. Bahkan Prilly sudah berkeringat.
Lampu menunjukkan warna merah. Ali mengulurkan tangannya, mengusap kening gadis miliknya itu. Menghapus semua keringat dengan punggung tangannya tanpa rasa jijik sedikitpun.
Pandangan mereka bertemu setelah Ali menurunkan tangannya, mengusap pipi Prilly dengan pelan. Ali tersenyum, begitu juga Prilly.
Hanya tatap-tatapan biasa, namun sukses membuat jantung keduanya berdetak lebih cepat dari jantung orang normal.
Ali terkesikap saat banyak kendaraan yang membunyikan klaksonnya. Lampu sudah hijau, dan mobil Ali membuat pengendara lain di belakangnya tidak bisa jalan.
"Sabar, kek. Ganggu adegan orang aja," gerutu Ali seraya menjalankan kembali mobilnya. Prilly terkekeh, membuat Ali menoleh.
"Apa yang lucu?" tanya Ali dengan matanya yang fokus pada jalan raya.
"Kamu ngedumel kayak gitu lucu, tau. Sering-sering, ya," kata Prilly lalu tertawa kembali.
"Kan gue kesel," kata Ali. "Lagian itu orang gak sabaran banget, masih pagi juga."
"Kamu juga, masih pagi udah ngedumel. Aku cium, nih."
"Cium aja. Paling gak berani," cibir Ali.
Prilly melipat kedua tangannya di depan dada dan mengerucutkan bibirnya. Ia memandang ke jalanan di sebelah kirinya, tak mempedulikan Ali yang bersenandung riang mengikuti lagu.
"Superman got nothing on me
I'm only one call away..."Call me baby if you need a friend
I just wanna give you love"C'mon, c'mon, c'mon...."
Senandungan yang keluar dari mulut Ali membuat Prilly tersenyum. Pikirannya terlampau jauh menuju sebuah kenangan yang pas untuk lagu itu.
Prilly. Cewek culun dan polos itu sangat mudah dibodoh-bodohi. Tadi, ia dipanggil oleh Lil, teman perempuannya, untuk diajari pelajaran matematika.
Saat ia kembali ke mejanya, ia langsung duduk, dan karena itu jam terakhir dan bel telah berbunyi, ia berusaha untuk bangun. Namun tidak bisa. Sesuatu di rok yang ia kenakan menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
B S R
FanfictionSatu sekolah, pacaran, lulus, beda sekolah. Gimana, tuh? Untungnya, mereka saling percaya. Tapi kalau begitu, konfliknya apa?