Bagian 11

9.4K 929 23
                                    

Ali bersenandung kecil dalam perjalanannya menuju kamar Prilly. Sekarang hampir pukul 9 dan Ali sangat yakin kekasihnya itu belum bangun dari tidur cantiknya.

"Kalo itu bocah sampe belom bangun gue apain, ya?" batin Ali iseng.

"Prilly, Prilly! Bangun, dong!" seru Ali setibanya di depan kamar Prilly, kedua tangannya memukul-mukul pintu kamar Prilly, membuat irama asal.

Prilly setiap malam selalu mengunci pintu kamarnya sebelum tidur, dengan alasan, "nanti kalo ada maling masuk gimana?".

"Prill, nanti gue udah gak wangi lagi, kalo lo bangunnya lama! Bangun, dong, makanya," ucap Ali, masih membuat irama asal di pintu kamar kekasihnya itu.

"Ih, yaudah, kalo lo gak mau bangun. Gue ke bawah, nih!?" ancam Ali, mengerucutkan bibirnya.

"Yaudah, gue ke bawah," ucap Ali.

"Kok gak ditahan, sih!? Ish," gerutu Ali. Ia menyandarkan tubuhnya ke pintu kamar Prilly.

Tok, tok, tok, tok. Ali mengetuk pintu, membuat irama seperti di dalam film Frozen.

"Do you wanna build a snowmaaan? No? Okay, byeeeee," nyanyi Ali tak jelas.

Ali mengerucutkan bibirnya, lalu turun ke bawah untuk mengambil minum. Saat ia melewati ruang keluarga, ia melihat orangtua Prilly.

"Pagi, Oom, Tante," ucap Ali dengan senyum terukir manis.

"Pagi," ucap orangtua Prilly singkat dengan senyum di kedua wajah mereka.

"Ali mau ke dapur, ya. Permisi," ucap Ali, sedikit membungkukkan tubuhnya, lalu pergi ke dapur.

Ali mengambil sebuah gelas di laci yang sudah ia hafal persis letaknya. Ia lalu berjalan pelan menuju kulkas dan mencari kotak susu kesukaan Prilly.

Setelah menemukannya, ia mejuangkan susu itu ke dalam gelas, tidak sampai penuh karena Ali yakin Prilly tidak akan meminumnya, melainkan menghabiskannya dengan Oreo.

Prilly suka Oreo, dan susu. Setiap weekend, ia selalu sarapan dengan oreo dicelupkan ke susu sampai ia luas. Ali sudah hafal betul tabiat kekasihnya itu.

"Oreonya mana, anjir? Biasanya di sini," Ali menggerutu. Ia berkacak pinggang di depan lemari makanan. Kotak susu sudah ia kembalikan ke dalam kulkas, sementara gelas berisi susu itu ada di meja.

"Yah, alamat gak ada oreo ini, mah. Harus beli dong, gue? Sekarang jam berapa, lagi?" ucap Ali. Ia melirik jam dinding di dekatnya, lalu berdecak.

"Jam 9 kurang 10 menit, Prilly biasanya bangun jam 9 lewat dikit, supermarket dari sini rada jauh, beli gak, ya?" ucap Ali.

"Heran, gue. Yang mau makan kan Prilly, kenapa gue yang ribet? Eh tapi, dia kan pacar gue. Gue beli sekarang aja, deh."

Ali mengambil gelas tadi dan meletakannya di kulkas, kebiasaan Ali jika Prilly belum bangun. Ia pun pergi dari dapur, lagi-lagi melempar senyum ke arah kedua orangtua Prilly, dan pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil.

Sejenak ia melirik arah kamar Prilly. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Maka ia pikir aman untuk meninggalkan Prilly sendiri.

Ali selalu ingin menjadi apa yang Prilly lihat pertama kali saat ia bangun. Ali selalu ingin menjadi orang yang memberi Prilly sarapan kesukaannya.

Ali turun ke bawah, kembali melihat kedua orangtua Prilly yang tampak serius berbincang sampai-sampai tak menyadari Ali yang memperhatikan mereka.

"... Tapi kan kamu tau, Prilly sama Ali itu gak bisa dipisahin. Prilly sayang banget sama Ali, Pah. Begitu juga sebaliknya. Masa kamu tega ngelanjutin perjodohan Prilly sama siapa itu namanya, anak temen kamu? Kamu tega ngehancurin kebahagiaan mereka?"

B S RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang