37

7.5K 622 81
                                    

"Kau bercanda? Kenapa tak pernah cerita adik tirimu secantik itu? Bisa aku kencan dengannya?"

"Oh sial. Ku kira kau Harry."

Aku menyuruh Aiden masuk kedalam kamarku. Aku kembali sakit ketika melihat yang datang bukanlah Harry melainkan Aiden. Ya katakan aku terlalu berlebihan tapi sungguh badanku kembali lemas ketika seseorang yang aku nantikan malah tak datang.

"Oh iya, mau kemana adik mu? Oh siapa namanya? Si cantik? Atau si manis? Dia sempurna Abs!" Aiden tak henti-hentinya menuangkan rasa penasarannya terhadap Poppy. Lihat kan? Ini yang membuatku semakin sakit. Coba jika Harry yang ada disini. Mungkin dia akan memegang tanganku dan memanjakan ku. "Abby kau dengar aku atau tidak?" Ucapnya dengan lebih keras.

"Aiden!" Bentakku dengan lemah. Aku kembali merasakan pusing. Dan kulihat kini ia menatap ku dengan iba. "Kau sakit seperti ini dan Harry sudah pindah bersama orang tuanya." Bisiknya. Sontak aku langsung bangun. Aku tak merasakan pusing atau mual lagi. Aku hanya merasakan nyeri yang begitu menyakitkan.

"Kau pasti bercanda kan?" Tanyaku. Aiden memberi ponselnya padaku. Aku membaca pesan masuk Harry. Dengan perasaan marah aku segera menelponnya. Dia tak mengangkatnya. Ku coba lagi dan lagi namun tak ada hasil. Aku menyerah. Mungkin Harry memang pergi. Tapi kenapa ia tidak cerita padaku? Bahkan tentang hukuman kemarin, dia juga tidak cerita apa hukumannya. Atau mungkin ia benar-benar dikeluarkan? Dan ayahnya marah besar dan dia dipindahkan? Kepala ku kembali pusing. Tapi rasanya lebih pusing dari sebelumnya ditambah lagi dengan nyeri di bagian dadaku. Sempurna!

Aku kembali memposisikan diriku untuk tidur. Menarik selimut hingga menutupi kepala ku. Mencoba untuk tidak menangis dan berharap semua ini hanya bualannya saja. Tapi Harry termasuk sosok yang serius. Dia sangat jarang membuat kekonyolan seperti ini. Aku kembali marah. Rasanya ingin aku bertemu dengannya, menampar pipi halusnya atau menonjok hidungnya hingga berdarah. Ini semua tidak lucu. Sama sekali tidak!

"Abby, kau masih bisa menghubunginya kan? Ayolah aku kesini bukan untuk membuatmu sedih dan semakin sakit." Aiden merengek seraya menarik-narik selimut yang menutupi kepala ku. Tapi aku malas untuk merubah posisi atau bahkan membuka selimut ini. "Baiklah. Aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa kau bisa menghubungi aku." Ucapnya sebelum kudengar suara pintu yang ditutup secara halus dan pelan.

Percakapan ku dengan Stella kembali terngiang di benakku 'Oh aku kira kalian berdua membolos bersama. Sejak tadi aku tak melihat Harry. Bahkan ia tidak bersama Aiden sehari ini.' Ya dia pergi. Dia pergi entah kemana dan sekarang aku sendiri. Tuhan, bisakah kau ganti hukuman untukku? Bisakah kau kembalikan Harry ku? Kau boleh mengambil yang lain. Masih ada Adam, Zayn, Aiden atau yang lain. Tapi jangan pisahkan aku dengan Harry. Hanya dia yang bisa mengerti aku. Bahkan ketika ibu tidak bisa mengerti aku, Harry selalu bisa.

Kurasakan pipiku memanas. Kurasakan cairan hangat mengalir melewati pipiku. "Kudengar dari Will, kau tidak masuk sekolah? Kau sakit?" Aku mendengar suara seseorang. Aku mendengar suara yang tak asing lagi bagi telingaku. Aku telah mendengar suaranya sejak aku masih kecil hingga sekarang. Baru saja aku merindukan suaranya dan sekarang dia bicara padaku. Dia disini.

Sontak aku membuka selimut yang menutupi kepalaku lalu menoleh kearahnya. Dengan segera aku memeluknya hingga ia sedikit terdorong. "Kau jahat Harry!" Ucapku seraya tenggelam di dada bidangnya. Aku tau kini ia tersenyum melihat kebodohanku.

"Kau kenapa?" Tanyanya dengan lembut. Aku masih memeluknya dan tak menjawab ucapannya. "Kulihat Aiden baru keluar dari rumah mu. Apa ini tentang pesan ku pada Aiden?" Tanyanya lagi. Aku hanya bisa mengangguk. Setelahnya, yang kudengar hanyalah tawanya. Tawanya yang pecah hingga dadanya bergetar membuat ku tak nyaman. "Aku hanya bercanda. Dan ini lucu." Lanjutnya.

STYLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang