04

12.6K 925 6
                                    

Aku berusaha menelan sesuatu yang kurasa mengganjal di tenggorokan ku. Sesuatu yang tiba-tiba mengganggu ku. Pertanyaan Luna begitu dalam. Membuatku berfikir apa benar aku mencintai sahabat ku sendiri.

"Hallo Abby. Kau masih disini kan?" Tanya Luna mengembalikan ku ke dunia nyata setelah tangannya menepuk pipiku kasar.

"Ya aku masih sadar. Tak perlu menepuk pipiku begitu." Jawabku sambil mengelus pipiku yang sedikit nyeri akibat pukulan Luna. Dia hanya tertawa geli didepanku. "Jadi silahkan saja jika kau memang ingin tidur dengannya. Aku harus pergi, mengembalikan buku di perpustakaan." Lanjut ku seraya pergi meninggalkan Luna yang masih berdiam diri dibangku yang tadi kami tempati.

Aku merasa cemburu, aku merasa bahagia, aku merasa sakit hati mengetahui Luna akan tidur dengan Harry. Perasaan didadaku berkecamuk membuatku merasa sesak dibagian dada ku. Aku berjalan tak menentu. Tak tahu harus pergi kemana. Aku berbohong pada Luna tadi. Jujur saja tak ada buku yang harus aku kembalikan sekarang. Aku sudah mengembalikannya beberapa hari yang lalu.

"Awwwh. Hey lihat-lihat jika berjalan, kau fikir hanya kau yang berjalan di sini!" Bentak seseorang yang tak kukenal setelah tanpa sengaja aku menyenggol bahunya. Oh aku benar-benar kacau kali ini. Aku meninggalkan wanita yang mengomel itu. Terus berjalan tanpa menoleh padanya. Merasa tidak terima dengan perlakuan ku, dia meremas lenganku dan membuatku membalikan badan ku ke arahnya. "Dengarkan jika ada orang yang berbicara dengan mu! Hanya karena kau dekat Harry, kau boleh seenaknya. Begitu?" Lanjutnya membentak ku. Kenapa harus ada nama itu di kalimatnya?!

"Lepaskan Abby!" Teriak seseorang membalas bentakan wanita ini. Suara itu, suara yang tidak asing bagiku. Suara yang serak dan berat. Suara yang begitu seksi jika ia menyebut namaku. Suara yang bisa merangsang setiap wanita yang ia panggil. Suara yang bisa membuatku merasa hidup.

"Maaf Harry tapi aku tidak menyakitinya sama sekali." Sahut wanita yang tak kukenal itu dengan suara parau sedikit ketakutan.

Harry menarik tanganku. Meninggalkan wanita itu yang masih mematung, berdiam diri di tempatnya mengagumi ketampanan Harry. Pria keriting ini membawaku entah kemana. Sejak tadi aku menundukkan kepala ku. Enggan menengok jalanan disepanjang koridor sekolah. Atau mungkin semua siswi kini telah memandangi ku dengan wajah ingin membunuh seperti tadi pagi.

"Dan sekarang kau harus ceritakan kenapa kau jadi begini?" Tanya Harry setelah kami berhenti disuatu tempat. Aku menegakan kepalaku. Melihat sekitar. Setelah beberapa detik mengamatai, barulah aku sadar bahwa Harry membawaku ke perpustakaan.

"Jadi begini? Jadi begini bagaimana?" Tanya ku kikuk. Bagaimana tidak, aku harus menjawab pertanyaan yang aku sendiri bingung dengan jawabannya.

"Ah kau payah Abby. Sudahlah biar aku yang cerita padamu. Kau tau Luna kan? Wanita populer itu? Akhirnya aku bisa meniduri. Dan kau tau hal yang paling istimewa? Dia yang meminta ku untuk menidurinya." Jelas Harry dengan tertawa geli disetiap kalimatnya. Hati ku semakin rapuh. Tapi aku juga bahagia. Harry tak sedikitpun menunjukkan bahwa ia mencintai Luna. Aku bersyukur.

"Oh baguslah. Awalnya aku yang ingin meniduri mu Styles." Goda ku seraya menarik kerah baju Harry agar semakin mendekat padaku. Refleks tangan Harry semakin menarikku untuk mendekat padanya. Oh Tuhan aku takut. Entahlah aku ingin merasakannya tapi aku selalu diselimuti ketakutan dan keraguan. "Ha-- Harry. Lepaskan. Tolong." Pekikku seraya mendorong dadanya agar menjauh dariku. Harry tetap menahanku seakan ia juga sudah menginginkan ku. "Harry. Ini tempat umum. Tolong lepaskan." Pekikku sekali lagi. Kali ini dengan raut wajah kesal yang kubuat - buat.

"Baiklah nona penggoda dan penakut. Aku tau kau menginginkan ku. Tapi ini bukan waktu yang tepat Abby Broklyn." Ucapnya tepat di telinga ku dengan suara khasnya yang serak dan tentu saja sexy.

"Sialan. Aku tidak penakut." Pekikku kesal lalu meninggalkannya sendiri.

Bel pulang sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Sedangkan aku masih berkeliaran di perpustakaan sekolah mencari beberapa literatur yang aku perlukan untuk tugas sejarah. Kurasakan teleponku bergetar.

"Ya Hallo... Tidak akan, itukan urusanmu. Pergi saja untuk menyewa hotel... Aku tidak mau tau, pokoknya tidak boleh... Apa? Jangan Harry. Baiklah baik. Kau boleh."

Oh sialan Harry. Aku selalu kalah jika mendapat ancaman dari Harry. Hanya ancaman sepele, tapi aku begitu takut. Dia mengancam akan memberitahukan pada mom jika beberapa hari yang lalu aku merusakan beberapa perabotannya untuk mengusir kucing tetangga yang tiba-tiba masuk kedalam rumahku. Aku memang membenci kucing. Lebih tepatnya alergi pada bulu kucing.

Aku segera pulang setelah mendapatkan beberapa buku yang aku butuhkan. Aku berjalan ke halte bus sendirian. Memang tidak biasanya aku pulang sendiri karena Harry selalu bersama ku. Biar kuceritakan sedikit hal yang aku suka dari Harry, walau dia sudah memiliki kekasih, dia tak pernah meninggalkan ku sendirian. Bahkan dia selalu pulang sekolah denganku. Beberapa dari mantan kekasihnya tidak terima dan sering memarahi ku. Tapi itu kesalahan besar yang mereka buat, walau aku tidak berterus terang pada Harry, dia akan tau dengan sendirinya jika kekasihnya marah padaku dan detik itu juga Harry akan memutuskan hubungan mereka. Memang banyak yang bilang aku seperti benalu di hidup Harry, tapi sayangnya Harry tak pernah menganggapku begitu.

Beberapa menit perjalanan dengan bus, aku tiba dirumah ku. Kuliah motor Harry sudah bertengger di garasi ku. Dan Harry kudapati sedang duduk di halaman belakang ku.

"Sedang apa?" Tanyaku seraya mendekatinya.

"Menunggu mu. Sudah lupa dengan percakapan via telepon kita?"

"Tidak juga. Masuklah, akan kubuatkan pancake. Kau lapar kan?"

"Ya aku sangat lapar, lapar akan kebutuhan sex. Kau makanan ku Abby."

"Fuck! Pergilah. Kau mabuk?!"

··
Heyy ada yg kangen key engga sih? Haha
Key lagi pingin ngepost lagi, jadi key muter otak buat nemuin ide. Sorry ya kalau ga menarik atau apa hihi

Oh iya tau kan siapa di media ny? Camila Cabello as Luna Greene

xx key

STYLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang