40

6.6K 574 68
                                    

Setelah beberapa menit berjalan pulang, aku sampai juga di depan rumah ku. Kulihat Louis baru saja keluar dari rumah dengan kunci mobil ditangannya. Ia tersenyum padaku sebelum matanya melirik kearah seorang pria yang berhenti tak jauh dari rumahku.

Itu Harry. Aku melihatnya dengan canggung. Rasanya aku ingin mendekatinya, menceritakan apa yang baru saja terjadi. Menceritakan bagaimana wanita ayahku memandangku. Aku ingin menangis di pelukannya. Aku ingin mendengar suaranya yang bisa menenangkanku. Aku rindu dia.

"Hey, masuklah. Aku akan pergi." Louis memaksaku membuang pandang dari Harry. Aku hanya mengangguk malas dan segera masuk kedalam rumah.

Baru saja melangkah, Louis menarik tanganku dan segera mencium bibirku. Aku membulatkan mataku mendapati Louis memaksaku untuk membalas ciumannya.

Aku mendorongnya menjauh dariku. Tanpa sadar, mataku melirik Harry yang memandangku dengan tatapan yang mungkin jijik, marah atau benci. Ia segera memakai helmnya dan segera pergi menjauh. Apa aku mengacau? Apa aku membuatnya semakin benci padaku? Aku ingin menjerit rasanya. Aku benci hidupku yang seperti ini!

Aku segera masuk kedalam rumah, membanting pinty dengan sekeras-kerasnya. Tak peduli pintu itu akan rusak atau tetangga akan kaget sekalipun.

Aku benci harus sendiri seperti ini. Memang semenjak Harry dan aku berjauhan, beberapa pria mendekatiku---terutama Zayn---tapi sungguh aku tak ingin mereka. Aku ingin Harry. Aku ingin tetap bersamanya.

Harusnya aku tak memutuskan hubungan kami. Harusnya aku meminta maaf padanya. Dan sekarang lihatlah, aku merusak hatiku sendiri. Aku melemahkan diriku sendiri.

Aku meratapi nasibku di sofa ruang tamu. Betapa bodohnya aku harus kehilangan Harry. Aku kehilangan semua yang ku miliki. Ibu sudah pergi ke Inggris bersama keluarga barunya, ayah bahkan tak mau menegur ku walau aku hanya beberapa langkah darinya, dan Harry juga pergi meninggalkanku. Lantas aku harus apa sekarang?!

Knock knock...

Aku mengusap airmata ku yang tanpa sengaja membasahi pipiku. Aku mengusap wajahku dengan kedua telapak tanganku. Segera berdiri membukakan pintu untuk orang yang ada diluar sana.

"Harry," Wajahku sedikit sumringah melihat dia di depan pintu rumahku. Bukan apa, aku hanya begitu bahagia melihatnya mengunjungi ku. Oh atau mungkin ia khawatir dengan ku? Ya Tuhan sungguh aku berterimakasih.

"Aku ingin mengambil sweater yang pernah kau pinjam. Kurasa Jenny memerlukannya." Ucapnya seraya menunjuk Jenny yang sedang menunggu di sebelah motor Harry. Gadis itu melambai padaku.

Aku terdiam menerima kenyataan pahit ini. Rasanya hati ku pindah ke bagian ususku hingga membuat ku sedikit mual. Ada ribuan belati yang menusuk ku dari bagian depan dan belakang dadaku. Rasanya berton-ton bawang kini berada didepan ku, membuat mataku menjadi perih dan berair. Bunuh aku! Bunuh aku sekarang juga!

"Kau bisa mengambilnya untukku? Kami tak bisa menunggu lebih lama lagi." Ucap Harry sekali lagi yang membuat kedua mataku terasa semakin panas. Setega itu dia berbicara seperti ini? Apa dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku?

Kurasa Harry membenturkan kepalanya dan membuat otaknya tak bekerja hingga ia tak memikirkan bagaimana perasaanku. Atau mungkin ia amnesia hingga ia lupa siapa aku.

Aku segera menuju kamarku setelah aku sadar mataku mulai basah. Aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan Harry. Aku mengambil dua sweater, satu kaos hitam polos milik Harry dan juga beanie hat kesayangannya yang pernah ia pinjamkan padaku.

Aku mengembalikan barang Harry agar rumahku bersih dari kenangan tentangnya. Ya dia sudah melupakan aku kurasa, aku juga harus melakukan hal yang sama. Aku juga harus mulai melupakan nya.

STYLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang