Ini hari pertamaku masuk ke Academy Afroxy, ya akhirnya aku memilih Academy ini sebagai tempatku mencari ilmu, tentang Ny.Braun aku sudah bekerja dengannya dari satu minggu yang lalu dia orang cerewet tapi itu tidak sebanding dengan kelezatan rotinya yang akhir-akhir ini diminati turis dari negeri sebrang.
"Annelea Prayich" panggil salah satu dosen, dari pada Academy tempat ini lebih mirip kastil
"Arrene Pyvônex" ucapnya lagi,
Aku mengambil duduk dipaling pojok dibarisan tengah, memang agak risih saat beberapa pasang mata menatapku, tapi aku lebih memilih untuk diam dan menatap keluar jendela
"Ehmm...saya Tn.Redreal akan menjadi pembimbing kalian, saya harap kita dapat bekerja sama dengan baik." ucapnya singkat, lalu mulai menyuruh kami memperkenalkan diri, agak risih karena ini terdengar seperti perkenalan di taman kanak-kanak.
"Arrene Pyvônex, dari Negri Frantale" ucapnya dan membungkuk empat puluh lima derajat, wajahnya tampan, warna kulit putih,rahang yang kokoh dengan mata perak kebiruan, dan dari sini aku bisa melihat sebuah tatto di samping kanan lehernya tidak jarang ada beberapa gadis yang bergumam kagum menatapnya.
"Ya giliran anda" ucap Tn.Red menunjuk kearahku
"Annelea Prayich, dari Negeri Pramore" ucapku, biasa saja tidak ada tanggapan yang aneh dari mereka
"Baiklah kita mulai pelajaran kita"Aku membereskan semua perlatanku, dan berlari keaula untuk menghadiri pembagian jadwal, tidak baik mendapat masalah dihari pertama masuk
"Hahaha...itu lebih baik daripada tidak ada yang melihatmu sama sekali Ren" ucap seseorang tidak jauh dari tempatku berdiri, disini tidak ada Mia dan Joffa cukup sulit beradaptasi dengan lingkungan ini
"Kau, sendiri?" tanya seseorang membuatku dengan terpaksa tersenyum kearahnya
"Jangan tersenyum jika tidak ingin" ucapnya aku merubah ekspresiku seperti semula
"Ada apa? Apa yang kau inginkan?"
"Entahlah seperti ada sesuatu yang memaksaku untuk menemanimu disini" ucapnya
"Kau mengenalku?" dia mengangguk. Hanya itu dan dia diam tidak ada pembicaraan dari kami satu sama lain, memang bukan sesuatu yang aneh tapi tidak enak berada dalam situasi seperti ini. Hingga pembagian jadwal tiba dan aku segera memasukan bukuku kedalam tas dan pergi secepat yang aku bisa, entahlah berada didekatnya membuatku bisa mati jantungan.Setelah sampai didepan gerbang Academy aku langsung berjalan menuju halte terdekat, aku menunggu cukup lama, bahkan hingga turun hujan tapi bus yang kutunggu belum tampak juga,
"Astaga, apa lebih baik aku berjalan kaki?" aku menggelengkan kepalaku setelah bermonolog ria, berjalan kaki adalah opsi terburuk apalagi sekitar 2 km dari rumahku, sekitar pukul 17.12 bus yang kutunggu datang, tidak ada penumpangnya sama sekali kecuali seorang pria dengan baju basah kuyup, hingga rambutnya yang berwarna keperakan itu jatuh menutupi dahi.
Supir bus itu tersenyum ramah, aku duduk berada dibangku sebrang pria itu yang duduk tepat dibelakang supir.
"Terimakasih tuan, karena membantu saya membetulkan roda bus ini" ucap si pak supir, yang bajunya juga kelihatan basah, pria tadi hanya mengangguk dan mengadah lalu tersenyum.
Arrene?
"Apa nona rumahnya tak jauh dari sini?" aku spontan melirik kearah pak supir dan menjawab "Iya, tak jauh. Ada apa pak?"
"Ini arah terakhir saya, dan saya ingin cepat pulang, boleh kalau saya dan tuan ini mampir sebentar untuk menghangatkan diri?" ucapnya sopan, seperti takut ada kata-kata yang membuatku cemas bahwa mereka orang jahat
Mata Arrene tidak melihat kearahku, dia sibuk menyibak rambutnya yang ternyata cukup panjang dan basah hingga membasahi lantai, aku bukan wanita setega itu.
"T-tentu kenapa tidak" ucapku, pak supir tadi menggulas senyum, pria paruh baya ini juga kadang terbatuk karena dingin yang dirasakan oleh tubuhnya
"Bagaimana jika pak supir langsung pulang setelah mengantar gadis ini?" tanya Arrene datar
"Tidak jangan, mampirlah kerumahku, kau bisa memakai baju kakakku. Ren jangan seperti itu apa kau tidak lihat dia butuh teh panas" ucapku memberi opsi yang menurutku paling benar
"Kalian saling mengenal?" tanya pak supir membuatku dan Arrene menoleh
"Iya" ucap Arrene singkat dan terdengar menyenangkan untuk telingakuSetelah sampai didepan halte kami turun dengan payung, hanya ada dua payung dan aku membantu pak supir untuk memakainya sedangkan Arrene sibuk membawa dirinya sendiri berjalan dibelakang kami
"Kau tahu, berjalan bersama kalian seperti berjalan dengan cucu-cucuku" ucapnya pelan, aku membalasnya dengan senyum
"Sulit mendapatkan cucu cantik sepertiku,tuan. Dan memangnya tuan mau memiliki cucu sepertinya?" tanyaku melirik kebelakang
"Dia lembut dan sangat memperhatikan sekitar, bukankah beruntung bisa mendapatkannya, atau mendapat perhatiannya" ucap pak supir membuatku menoleh pada Arrene, dan pandangan kami bertemu, lagi... Jantungku berdetak seenaknya sial."Ibu! Lyz!" panggilku
"Iy--hey masuklah" ucap ibu panik mengajak pak supir dan Arrene masuk
"pakailah ini" ibu meminta ijin kepada pak supir untuk menyeka rambutnya
"astaga An, cepat bantu temanmu" ucap ibu, apa? Aku? Menyeka rambut Arrene?
Aku menyembunyikan wajah kagetku dan membantu Arrene menyeka rambutnya sedangkan dia membersihkan tangan dan dadanya yang basah,dia topless, pak supir sudah menukar bajunya dari tadi, bersyukur Lyz ada dirumah.
"Apa masih lama?" tanya Arrene tiba-tiba menyadarkanku yang terpesona dengan rambut peraknya, sangat menyilaukan, bahkan tanganku ingin menyentuhnya
"Ke-kemana pak supir ibu?" ibu menoleh kearahku setelah menyeka tangannya
"Dia istirahat dikamar Lyzlart sebentar, Nak apa kau mau istirahat dikamar Annelea sebentar?" aku melebarkan mataku, tapi berusaha menutupinya. Pandanganku beralih pada Arrene yang sekarang memandangku dengan pandangan 'bolehkah?' astaga jangan menatapku terlalu lama bodoh.
"Cepat Annelea" ucap ibu datar tapi penuh perintah
"Mari" ucapku berjalan lebih dulu, Arrene mengikuti dengan langkah kaki yang tidak terdengar, bunyi pintu berdecitan menyadarkan Arrene dari tatapan matanya yanf menelaah rumah ini
"Masuklah" ucapku padanya, menyalakan lampu dan memperlihatkan ruangan berwarna putih dengan sprei biru laut, meja belajar di pojok kanan ruangan,meja nakas disamping tempat tidur, kipas angin,lemari usang yang tidak terlalu besar dan rak berwarna hijau tua dengan berisikan puluhan bahkan ratusan buku fiksi yang aku beli dengan uang jajanku sendiri.
"Warrior protect?" tanya Arrene
"Ah, iya buku itu bagus" ucapku duduk disampinya yang duduk diranjangku dengan punggung yang menempel tembok
"Bukankah buku ini bercerita tentang mate? Pasangan hingga akhir hayat?" aku mengangguk, matanya menunjukan sesuatu yang tidak dapat kuartikan
"Kau tahu bahwa mate selalu bertemu dengan cara yang bahkan dapat dibilang mustahil?" tanyanya lagi, baru kali ini aku mendengarnya yang banyak berbicara, aku menganggukan kepalaku.
'bukankah seperti saat ini, kita saling mengenal dengan cara yang mustahil?' batinku***

KAMU SEDANG MEMBACA
War Of The Secret World Fiction // Nash Grier■
FantasíaIf your life it's not like a fiction story, you can write your fiction story by yourself as awesome as you imagine" -Leich- . This is pure my imagine fiction. So if it's look like similiar with another story i'm sorry because i don't know and i don...