Bagian 14

8.2K 349 19
                                    

Anaz terus mengaduk kopi yang ada dihadapannya, memandang kearah luar jendela coffe shop ini. Berulang kali ia menghembuskan nafasnya mencari sebuah ketenangan dan solusi dari permasalahan nurani dan otaknya

"Sherina sudah meninggal, bukannya itu yang kamu inginkan? Sekarang Lenno sendirian, kembalilah"

Anaz menatap lawan bicaranya "Aku memang ingin Sherina meninggalkan Lenno, tapi bukan ingin Sherina meninggal! Entahlah, aku belum berniat kembali"

"Kau mau sampai kapan terus menghindar? Ini sudah hampir 11 tahun! Apa kau tidak rindu Diftan??"

"Aku merindukannya Riz, setiao hari aku merindukannya. Aku setiap hari selalu melihatnya, mengawasinya dari jarak jauh"

Rizta mencibir "Kenapa harus dari jarak jauh? Apa kau terlalu penakut untuk berhadapan dengan anakmu sendiri??"

Anaz terdiam cukup lama. Matanya menatap lekat kopi hitam yang ada di hadapannya

"Teta dan Diftan, aku takut mereka akan salah pergaulan" ujar Rizta lagi. Anaz kembali menatap Rizta

"Beberapa hari lalu, aku mengunjungi mereka, dan aku memergoki mereka tidur diatas ranjang yang sama"

"Lalu apa masalahnya? Sewaktu kecil mereka tidur bersama, sambil berpelukan" jawab Anaz cuek

"Iya saat itu mereka balita, sekarang usia mereka hampir mendekati 17 tahun! Mereka sudah menginjak masa remaja. Kau tau sendiri kan? Tanpa arahan dari kedua orang tuanya aku takut mereja berdua salah pergaulan dan salah mengartikan hubungan mereka. Aku takut Diftan dan Teta.. Mereka telah..."

"Tidak! Aku yakin Diftan tidak akan tega melakukan hal keji itu pada adiknya. Walau aku tau, Diftan membenci Teta. Tapi aku rasa tidak mungkin"

"Kau yakin? Anak - anak itu masih remaja, masih suka coba - coba dan ingin tahu banyak hal! Jika mereka.. Ah aku tidak bisa membayangkan! Cobalah untuk tidak egois Anaz. Cobalah untuk tidak keras kepala, paling tidak untuk Diftan"

"Aku ga pernah Egois, aku malah pergi demi kebahagiaan suamiku dan istri pertamanya. Kenapa aku dikatakan Egois? Aku juga berhak bahagia bukan? Jika aku merasa nyaman jauh dari mereka ya biarkan saja!"

"Kau ini sungguh keterlaluan, aku heran harus bicara bagaimana denganmu! Jika kau membenci Sherina dan Lenno itu hak mu, tapi apa dosa Diftan dan Teta? Bagaimana mereka tumbuh tanpa ayah dan ibunya?? Kau pernah berpikir? Saat mereka bermasalah disekolah siapa yang akan mendengarkannya. Menemani buat PR atau menyiapkan sarapannya. Apa kau tidak pernah memikirkan mereka? Ibu macam apa kau ini!!" bentak Rizta

Anaz menatap tajam Rizta, sedikit nyeri diulu hatinya. Benar kata Rizta, ibu macam apa dia yang tega meninggalkan anaknya bertahun - tahun lamanya. Dan kini dia masih enggan juga kembali.

"Baiklah aku akan kembali" ujar Anaz kemudian. Rizta tersenyum lega "Baguslah, aku harap kau bisa menjadi ibu yang baik dan adil untuk mereka berdua"

"Tenang saja, aku bukan ibu tiri yang kejam. Sherina sudah menjaga putraku dengan sangat baik, jadi aku akan menjaga putrinya sebaik mungkin" Rizta mengangguk dengan perkataan Anaz. Hatinya yang beberapa hari lalu merasakan gelisah karena mendapati Teta dan Diftan tidur seranjang sedikit bisa bernapas lega.

*****

Anaz berdiri di depan rumah megah yang menyisakkan banyak kenangan. Dirumah ini dia bertemu kembali dengan Lenno, cinta pertama yang sempat terpisah selama beberapa tahun. Dirumah ini dia nenjadi istri kedua dari laki - laki yang dicintainya. Sejujurnya, Anaz tidak merasa bahagia atau bangga bisa menjadi istri kedua Lenno. Dia memang mencintai Lenno, tapi baginya status bukanlah tujuan utamanya. Dia hanya ingin Lenno mencintainya, walau tidak sepenuhnya. Seperempatnya saja sudah cukup. Sayang itu hanya angan - angan yang tak pernah kesampaian.

My love My Brother (END) 20+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang