Bagian 11

9.5K 361 11
                                    

Anaz membelai rambut hitam yang mulai berubah warna sedikit memutih. Senyumnya mengembang namun air matanya terus mengalir membasahi kedua pipi mulusnya.

"Sayang, cepatlah kau bangun. Aku ingin segera bersamamu. Aku ingin hidup bahagia bersamamu dan dua anak kita" ujar Anaz sembari merebahkan kepalanya di bahu Lenno

"Kau tau, sudah berapa tahun aku mencintaimu, aku pikir aku bisa melupakanmu namun aku salah. Kau begitu abadi dihatiku. Kau mematahkan hatiku beulang kali namun kau masih tetap ada di hatiku" Lenno masih terdiam. Dia tertidur dengan damainya tidak ada sedikitpun respon Lenno dengan apa yang dikatakan Anaz di sebelahnya. Lenno masih betah berada di alam bawah sadarnya.

Anaz menegakkan tubuhnya dan menatap wajah damai Lenno "Aku melakukan segala cara untuk mendapatkanmu bahkan aku juga melakukan segala cara untuk melupakanmu, tapi aku tidak bisa. semua yang aku lakukan tidak membuahkan hasil. Kenapa?" Anaz menghapus air matanya

"Kenapa aku tidak bisa melupakanmu? dan kenapa kau tidak bisa mencintaiku Lenno? bahkan setelah ada Diftan,cintamu hanya untuk Sherin. Bukankah kau berjanji akan mencintaiku juga?"

Anaz kembali merebahkan kepalanya di pundak Lenno jemari tangannya tak henti meraba halus tangan Lenno.

"Ingat tidak saat kamu begitu menikmati percintaan kita? Ingat tidak saat kamu mendesah memanggil namaku? Aku selalu mengingat beberapa kejadian menyenangkan itu, walaupun aku tau kau melakukannya atas ketidaksadaranmu" Anaz tersenyum miris mengingat beberapa kelakuan jahatnya menjebak Lenno agar bercinta dengannya.

"Aku merindukanmu, aku merindukan cacianmu, aku rindu tatapan tajammu, aku rindu penolakanmu, aku rindu ketidak pedulianmu, aku rindu segala hal tentangmu, ku mohon bangunlah dan maki aku" ujar Anaz. Air mata kembali terkumpul di pelupuk matanya. Dari dasar hatinya dia begitu merindukan laki - laki yang dicintainya ini. Laki - laki pemarah yang masih menyandang status suaminya.

****

Teta membuka matanya berat kepalanya terasa sakit seperti ditusuk ribuan jarum, bukan seperti ada batu besar menghantam kepalanya. Sakit. Dia berusaha membuka seluruh matanya dan mengedarkan pandangannya.

"Dimana aku ya?" gumamnya masih setengah sadar. Dia melihat sesosok pria tampan berdiri di depan cermin merapikan dasinya. Mata Teta memicing agar bisa melihat jelas siapa pria itu

"Kakak?" Teta mencoba mengembalikan pikirannya, kenapa bisa ada Diftan di dalam kamar ini bersamanya? Memangnya Diftan akan bermalam dikamarnya menungguinya saat sakit? Itu mustahil banget

Diftan memutar tubuhnya dan menatap Teta tanpa ekspresi "Kau sudah bangun? Rapikan dirimu pergi mandi dan sarapan sebelum kakek datang. Aku tak ingin dia melihatmu ada di kamarku!!" ujar Diftan. Teta berjingkat duduk seketika

"Sedang apa aku dikamar kakak? Dan apa yang telah kami lakukan semalaman? Apakah kami sudah... Ah tidak - tidak! Benarkah aku dan kakak sudah???" batin Teta

"Kenapa kau masih bengong hah? Kau tak mendengarku?"

"Kak, apa yang aku lakukan disini? Dikamar kakak? Berdua dengan kakak? Apakah semalam kita..." Teta tak berani melanjutkan perkataannya, dia menatap Diftan dengan tatapan permohonan tolong katakan tidak!

"Memangnya kenapa? Kau begitu takut? Dan apa yang terjadi semalam? Apa kau melupakannya? Apa kau tidak menyukainya? Apa tidak berkesan olehmu? Itu pertama kalinya kau melakukannya bukan?"

Perkataan Diftan sepert sebuah bola api yang langsung membakar tubuh Teta. Apa katanyaa? Apa yang sudah terjadii. Mungkinkah??

"Masih mau bengong? Atau kau aku seret keluar dari kamar ini??" sinis Diftan. Teta berdiri dan melangkah keluar kamar Diftang dengan setengah hati. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya. Mungkin mandi bisa menghilangkan seluruh bekas noda yang telah dilakukannya.

My love My Brother (END) 20+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang