Penutup

15K 653 107
                                    

Diftan Pov

Kondisinya masih seperti ini, bahkan setiap harinya semakin turun. Ini sudah hari ke 5 tapi belum menunjukkan hasil bagus. Bukannya keluar dari kritis, ini malah semakin kritis.

"Sayang, bangunlah aku mohon" ujarku pelan membelai lembut rambutnya. Aku menyayanginya, aku mencintainya. Sungguh aku tidak berharap semua ini terjadi

"Maafkan aku, maaf. Aku tidak ingin kamu pergi kembalilah, meski kita tidak bersama aku rela. Aku hanya mau senyumanmu" ujarku lagi. Dia tetap diam membisu.

Aku melangkah gontai menuju taman rumah sakit. Aku melihat mama sedang duduk memandang hamparan rumput hijau. Kondisimya sudah pulih setelah insiden bunuh diri itu. Entah apa yang ada di kepalanya

"Ma" panggilku. Dia hanya melirik. Aku berinisiatif duduk di sebelahnya

"Maafkan aku" ujarku pelan. Mama tetap diam. Aku meraih tangannya. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Aku tau aku telah melukai hatinya.

"Ini salah mama" ujarnya kemudian "Mama meninggalkanmu, mama membiarkanmu tanpa didikan yang terarah. Hingga kamu salah jalan" ujarnya. Aku hanya diam

"Kamu gak salah, Teta juga ga salah. Cinta kalian juga gak salah. Yang salah adalah keadaan" ujarnya lagi

"Teta dan kamu satu darah, mama tidak bisa membiarkan kalian bersama. Tapi? Mama tidak bisa melihat kalian menderita. Mama sayang kalian berdua"

"Kondisi Teta makin hari makin drop, mama takut! Mama takut kehilangan dia"

"Maa jangan bicara begitu"

"Maama akan lakukan apa saja asal putri mama sembug bisa tertawa lagi" aku masih diam

"Bahkan memberi restu pada kalian, akan mama lakukan. Mama hanya ingin dia kembali. Dia sehat" ujarnya. Ini menyakitkan untukku. Aku merasa terlempar begitu saja.

"Aku udah kecewaiin mama"
"Mama hanya ingin kebahagiaan kalian berdua. Jika itu yang bisa membuat Teta sadar. Mama rela"

Aku membelai lembut rambut Teta. Senyumku mengembang. Mama dan Ayah memberikan lampu hijau untuk hubungan kami, tinggal menunggu wanita pujaanku tersadar tentu aku ingin menikahinya.

"Kamu tau? Mama sudah merestui hubungan kita" aku berusaha memancingnya berharap ada respon darinya

"Aku ingin kamu sadar, demi aku, demi mama, demi ayah" ujarku. Aku tak bisa lagi membendung air mata yang kian tumpah membasahi pipiku hingga kemejaku.

Jemari Teta bergerak dalam genggamanku. Aku mengalihkan tatapanku padanya. Dan betapa paniknya aku saat melihat Teta kejang - kejang, tubuhnya semakin dingin. Matanya merem melek, dan dia sedikit kesusahan napas. Alat pendeteksi jantung-yang aku tidak tau persis apa nama alat itu- berdetak tak beraturan dengan bunyi yang sering ada di film - film. Aku semakin takut

Dengan cepat aku menekan tombol yang ada di dekat ranjang Teta, memanggil beberapa dokter untuk segera datang menanganinya.

Dan benar saja, selang beberapa menit para dokter sudah berada di ruangan memeriksa kondisi Teta. Salah satu perawat memintaku untuk menunggu diluar saat mereka melakukan pemeriksaan

Tanganku terus bergetar, aku gemetaran, aku takut! Aku tidak bisa bayangkan bagaimana jika dia pergi! Aku mencintainya.

Sentuhan lembut di pundakku menyadarkan aku, aku menoleh kesamping. Ayah tersenyum hangat. Tapi dari sorot matanya menampakkan kesedihan mendalam, dia nampak kecewa dan pasrah

"Ayah" panggilky lirih. Aku sudah tidak bisa menahan rasa sedihku. Ingin aku tumpahkan, sebelum membuat dadaku semakin sesak

"Ayah tau" ujarnya pelan "Ayah merasakan apa yang kamu rasakan. Kehilangan sesuatu yang begitu berharga, ayah juga pernah merasakannya. Ayah juga tidak ingin merasakannya lagi, kehilangan seseorang yang ayah cintai. Kehilanganmu, kehilangan Teta juga kehilangan mama. Ayah mencintai kalian semua. Dan ayah sama takutnya dengan kamu"

My love My Brother (END) 20+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang