4

15.5K 1.6K 54
                                    

Apa yang sebenarnya terjadi?' itu adalah beberapa pertanyaan yang ada di kepala Alana sejak pintu kelas terkunci.

Semua siswa mengetuk, menggedor dan menendang pintu keluar. Mencoba menggunakan kartu identitasnya untuk membuka pintu, tapi tidak pernah berhasil. Sebenarnya pintu keluar kelas mereka memang selalu ditutup, tapi kalau terkunci tidak pernah. Karena kendali utama setiap pintu sekolah ini, ada di pusat pemerintahan yang merupakan bangunan besar atau bisa dikatakan bangunan paling besar di Kota Falen dan letaknya tersambung dengan sekolah mereka.

Pintu yang dikunci biasanya hanya merupakan uji pintu dalam hal keamanan dan pasti akan dilakukan pada malam hari ketika sekolah benar -benar kosong. Tapi kenapa sekarang?Kenapa ketika semua siswa ada didalam kelasnya masing-masing.

Sementara Alana sibuk dengan pemikirannya sendiri. Tiba-tiba dinding mereka bergetar, dinding yang terbuat dari baja tersebut bergetar dengan kencangnya. semua murid berkumpul di tengah ruangan ada yang menangis dengan histeris, ada yang pucat pasi karena takut ada yang sudah saling berpelukan dan para murid laki-laki yang ada di kelas tersebut seperti kehilangan kenakalan dan nyalinya.

Berbeda dengan Alana, Alana semakin penasaran dengan apa yang terjadi tidak seperti murid yang lainnya. Alana kemudian mendekat ke dinding tersebut, dan menyentuh getarannya. Semua murid yang ada didalam ruangan kelas tersebut tanpa sadar menahan nafas mereka ketika permukaan tangan Alana menyentuh dinding baja tersebut. Perlahan-lahan getaran itu menjadi lambat dan berhenti.

Mereka kira keadaan yang mencekam itu akan segera berhenti dan mereka akan segera keluar dari tempat itu Alana juga berpikiran seperti itu,tapi mereka salah besar. Tiba-tiba muncul bunyi yang sangat mengganggu bahkan menyiksa telinga siapapun yang mendengarnya meski mereka telah menutup telinganya rapat-rapat. Tanpa terkecuali Alana. Karena tak tahan dengan suara tersebut, akhirnya mereka semua yang ada di ruangan itu tidak sadarkan diri.

Alana mengerjap membuka matanya, pening menghantamnya dikepala, sangat sakit. Mungkin karena bunyi tadi.

'Iya, Bunyi tadi, dari mana asalnya?' batin Alana.

Alana menyesuaikan diri dengan keadaan disekitarnya, teman-temannya belum bangun. Alana mencoba untuk membangunkan mereka. Entah apa yang harus Alana perbuat. Segala cara telah dilakukannya tapi tidak ada satupun yang bangun. Alana terjebak dan bingung harus melakukan apalagi. Ia lalu mendekat kembali dinding baja dan mengetuknya, tapi tidak ada bunyi lagi. Mana mungkin ada bunyi yang keluar dari dinding ini.

Tiba-tiba suara pintu yang dibuka terdengar. Alana secepatnya menoleh, tapi Alana tidak ingin meninggalkan teman-temannya. Tapi sekarang dia tidak mempunyai pilihan lain, teman-temannya seperti dikendalikan dan sekarang dalam mode nonaktif. Dia langsung pergi ke tempatnya dan menaruh tabletnya ke dalam tas kecil dengan peralatan yang dibawanya.

Alana melangkah dengan hati-hati karena keanehan yang terjadi di sekitarnya. Ketika dia keluar, kelas didepannya pun terbuka. Didepannya, ada murid perempuan yang seperti kebingungan sama seperti Alana. Alana pun langsung mendekat padanya.

"Kau juga terbangun?" tanya Alana kepada murid perempuan dihadapannya.

"Iya, kau juga." ujarnya, "tapi mereka yang di dalam tidak bisa bangun. Aku sudah berusaha membangunkan mereka." Lanjutnya.

"Dikelasku juga hanya aku saja. Ayo kita cari yang lain! Siapa tahu masih ada yang terjebak didalam kelasnya." ujar Alana.

Diperjalanan tidak ada yang memulai percakapan mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing, sampai akhirnya Alana memecah kesunyian.

"Bicara tentang itu, siapa namamu?"

"Sally, namaku Sally Bridge, dan kau?"

"Namaku Alana, Alana Freeds."

Mereka tidak bicara banyak diperjalanan, sampai mereka melihat ada 3 murid lainnya yang berhasil bangun, melihat ketiga murid tersebut Alana dan Sally langsung bergegas ke arah mereka.

"Kalian juga terbangun?" tanya seorang murid laki-laki.

"Iya." jawab Alana dan Sally bersamaan sambil menganggukan kepala mereka.

"Hanya kalian berdua perempuan yang terbangun." kata yang lainnya.

"Apa kalian sudah mengecek kelas yang lain?" tanya Alana.

"Sudah, semuanya laki-laki, hanya kalian berdua perempuan yang berhasil bangun." kata yang lainnya lagi.

"Berapa jumlah kita?" tanya Alana

"14 orang." jawab yang lainnya.

"Mana yang lainnya?" tanya Sally.

"Sedang mencari keberadaan pemimpin sekolah kita."

"Siapa nama kalian?" kata seseorang dari mereka.

"Aku Sally."

"Alana, dan kalian?"

"Aku Petra, ini Alex dan yang ini Andrew."

Tak lama berselang, murid yang lainnya kembali.

"Apa yang kalian dapatkan?" tanya Petra kepada murid lain yang baru datang.

"Hanya kita yang terbangun. Tidak ada yang lain. Tidak ada satupun guru yang ada di sekolah ini, petugas jaga pun tidak ada, kita sendirian." kata salah satu dari mereka yang baru datang.

"Benarkah? Tidak ada guru? Kalian sudah mengecek ada pintu keluar?" tanya Alana pada pemuda di depannya.

"Siapa dia? aku kira hanya laki-laki yang bangun."

"Bukan cuman kita, Alana dan Sally juga terbangun."

"Aku Sally dan dia Alana." kata Sally.

"Dan aku sama sekali tidak bertanya."

"Kau!" kata Sally dengan suara yang meninggi tanda marah dan tak suka.

"Hiraukan dia, dia memang seperti itu." ujar Alex kepada Sally.

"Ayo sekarang kita cari jalan keluar dari sini." ujar Alex pada lainnya.

Alana tidak bergerak dari tempatnya. Pandangannya lurus menatap pria didepannya. Pemuda yang didepannya memiliki wajah yang bisa dibilang tampan dilihat dari rahang tegas, mata yang berwarna coklat dan tubuh tinggi atletis. Dia memiliki pandangan tajam dan dingin. Tapi ada hal lain yang menarik perhatian Alana dia merasa mengenal pemuda itu. Yang lainnya telah berjalan mendahului Alana dan dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tidak sadar telah menatap pemuda didepannya sangat lama. Merasa diperhatikan, pemuda tersebut berbalik dan menghadap Alana yang masih menatapnya.

"Kau lihat apa?" tanya pemuda tadi dengan suara dingin dan angkuhnya. Alana yang sadar tentang hal itu langsung tersadar dari lamunannya.

"Tidak, bukan apa-apa." ujar Alana yang menggelengkan kepalanya cepat.

Alana sudah diberi tatapan tajam penuh ancaman yang arahkan pemuda itu padanga langsung membuatnya bergegas pergi dan mengikuti yang lainnya.

"Aku rasa pernah melihatnya, tapi kapan?" ujar Alana pelan dengan volume suara yang hanya bisa didengarnya. Alana menyuarakan isi pikirannya dengan volume suara yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Sementara itu, di pihak lain pemuda itu juga memikirkan hal yang sama dengan Alana. Dia juga merasa pernah melihat Alana sebelumnya yang menjadi masalah adalah mereka berdua tidak mengingat kapan, dan dimana.

'Aku akan mencari tahu' batin pemuda yang semakin penasaran dengan Alana.





THE LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang