19

10.9K 1K 65
                                    

"Memangnya kenapa?, itu mungkin jalan keluar." ujar Alex.

"Jangan, kumohon jangan kesana." ujar Alana lagi.

"Ada apa Alana?" tanya Andrew.

'Bagaimana aku menjelaskannya, pintu itu, pintu itu adalah pintu yang sering kulihat di mimpi' batin Alana.

"Pintu itu berbahaya." ujar Alana dengan ragu-ragu.

"Apa maksudmu?, masuk kedalam sana pun belum, dan kau sudah bilang bahwa pintu itu berbahaya?" ujar Sally.

"Tapi itu memang berbahaya, aku" ujar Alana.

"Aku apa?" ujar Sally.

"Aku melihatnya dalam mimpi" ujar Alana dengan ragu-ragu.

"Mimpi, kau sadar dengan yang kau katakan?, mimpi bodohmu tidak ada sangkut pautnya dengan pintu itu" ujar Sally yang meninggikan suaranya.

"Aku mohon, jangan masuk kedalam sana." ujar Alana.

"Tenanglah, tenang Alana." ujar Andrew.

Perkataan Alana tidak digubris yang lainnya, mereka tetap berjalan kearah pintu tersebut. 4 teman mereka yang sedari tadi berjalan didepan telah masuk duluan kedalam ruangan itu, dan yang lainnya sudah berdiri di ambang pintu.

"Jangan!" ujar Alana.

*Arghh* bunyi teriakan dari dalam ruangan.

"Apa itu?" ujar Petra.

"Itu teriakan mereka, mereka berempat yang telah masuk lebih dulu." ujar Alana ketakutan.

"Apa yang terjadi di dalam?" ujar Sean.

"Sudah kuperingatkan kalian semua, ruangan ini berbahaya, ayo kita pergi dari sini." ujar Alana.

"Memangnya kenapa?" ujar Andrew.


"aku tidak tahu pasti, aku, maksudku di mimpiku,aku hanya sampai di bagian ini saja, dan kemudian aku akan terbangun." ujar Alana.

"Kita tidak akan kemana-mana, jika ada bahaya yang keluar kita akan menembak mereka, untuk apa senjata ini." ujar Sally dengan senyum di wajahnya.

"Kita harus menghematnya Sally, kita harus menghemat peluru di dalamnya, kita tidak tahu bahaya apa yang akan terjadi" ujar Alana.



"Bilang saja kalau kau takut Alana, aku tahu kemampuanmu tidaklah seberapa, maka dari itu kau takut." ujar Sally yang diiringi dengan tawa.

"Iya, kau benar aku takut, tidak sepertimu, aku takut kehilangan teman-temanku karena tindakan yang benar-benar bodoh, kita ada dalam bahaya, dan sekarang kau mempermasalahkan hal-hal yang bodoh." ujar Alana yang sedikit meninggikan suaranya.

"Cukup Alana, cukup, jangan menyia-nyiakan suaramu untuk peduli pada orang yang tidak akan peduli padamu." ujar Sean.

"Ayo pergi dari sini!" ujar Andrew.

"Sally, ayo pergi!" ujar Alex.

"Kalian semua penakut, lihat saja kemampuanku, tidak ada satupun Vary yang akan berhasil mendekatiku!" ujar Sally yang entah kenapa terdengar seperti sedang kesal.

"Sally berhenti menunjukan bahwa kau hebat, ini bukan saatnya, kita harus segera pergi dari sini." ujar Alana.

"Diam, jangan bertingkah seperti kau tahu segala hal, aku sudah muak, tutup mulutmu." ujar Sally.

"Sally, kau sudah gila?" ujar Petra.

"Apa?, kalian mau membela dia, dia lemah, dia itu memperburuk keadaan, dia akan menyusahkan kita." ujar Sally.

"Terserah padamu saja, ayo kita harus segera pergi dari sini." ujar Jack.


Waktu Alana akan melangkahkan kakinya menjauh dari hadapan Sally, dari dalam ruangan itu terdengar bunyi larian, mereka bisa merasakan bahaya yang akan keluar dari pintu itu, yang lain telah berlari, sementara Sally tetap ditempatnya dan menunggu bahaya itu keluar. Tiba-tiba datang Vary yang berlarian keluar dari ruangan tersebut, Sally sudah dengan gayanya yang telah siap, salah satu Vary berlari menuju arahnya, Sally langsung menembaknya, dan berhasil mengenai leher Vary itu, karena bunyi suara yang dikeluarkan dari senjata Sally cukup nyaring, mengundang perhatian Vary-vary yang lain, banyak Vary yang berlarian menuju ke arah Sally, dia menjadi panik, karena terlalu banyak Vary yang menuju kearahnya, dia menembak Vary-vary yang mendekat padanya, tiba-tiba senjatanya macet, peluru didalam senjata tersebut tidak keluar, Sally berkeringat dingin, karena banyak sekali Vary yang berlari kearahnya, dia terduduk lemas, tidak tahu dan bingung harus berbuat apa, tangannya tidak sanggup untuk mengambil peluru atau senjata cadangan didalam tasnya, bakan hal tersebut tidak terbesit dipikirannya.

Salah satu Vary, berlari dan melompat ke arah Sally, dia hanya bisa mendekap kedua kakinya, Vary tersebut sudah sangat dekat dan mengeluarkan geraman kepada Sally.

"Arghhh!!" teriak Sally yang ketakutan. Sally hanya menutup mata, dia berpikir ini adalah akhir baginya.

*buk* bunyi benda yang terjatuh.



Seharusnya dia mendengar perkataan Alana, tapi beberapa detik dia menutup matanya, tidak terjadi apa-apa, dia mencoba membuka matanya, ternyata Alana ada di depannya, Alana memukul kepala Vary itu dengan bagian belakang senjatanya.


"Kau tidak apa-apa?" ujar Alana tanpa memandangnya.

"Tidak, aku, aku tidak apa-apa?" ujar Sally dengan ragu-ragu.

"Cepat pergi!" Ujar Alana dengan dingin.

Sally berlari mengikuti yang lainnya.


Alana masih sibuk dengan Vary-vary yang semakin banyak mendekatinya.

"Kau seperti menikmati ini."

Alana menengok ke sebelahnya dan mendapati Sean yang juga sedang menembak tapi anehnya dia tidak menembak para Vary, Alana kemudian menghentikan tembakannya.

"Sean?"

"Apa?"

"Kenapa kau disini kenapa tidak pergi bersama yang lainnya, dan kenapa kau tidak menembak Vary-vary itu?"


"Dan membiarkanmu seorang diri, ayolah aku seorang laki-laki, dan lihat saja sendiri."

Ketika Alana berbalik dari hadapan Sean, dia mendapati para Vary berlari menuju ke arah tembakan Sean yang mengenai pintu baja, otomatis menimbulkan suara dentingan.

"Kau sudah lupa?" ujar Sean dengan senyum bangga miliknya serta menaikkan salah satu alisnya.

"Kau benar, hebat." ujar Alana sambil menunjukan salah satu ibu jarinya.

"Ayo pergi!" ujar Sean.

Mereka berdua berlari mengejar yang lainnya, beberapa menit berlari, mereka menemukan teman-teman mereka sedang duduk dan menunggu kehadiran mereka berdua, kemudian setelah semuanya terkumpul, mereka berlari menuju ke lantai 3, sekarang jumlah mereka tersisa 7 orang.

"Satu-satunya harapan kita hanya di lantai 3." ujar Jack yang memecah keheningan.

"Kau benar, berarti di lantai ini, kita harus lebih berhati-hati lagi" ujar Petra.

"Bunyi-bunyi aneh tadi juga masih terdengar, mungkin angka pada layar masih terus menghitung mundur." ujar Andrew.

"Berarti kita harus secepatnya menemukan ruang kendali." ujar Alex.

"Kau benar, karena jika bunyi kali ini memicu padamnya lampu, maka tamatlah kita." ujar Andrew.

"Maksudmu?" tanya Jack.


"Para Vary dapat melihat kita dengan sangat jelas, sedangkan kita yang tidak bisa melihat mereka karena keadaan gelap, kita mempunyai keuntungan di terang, karena mereka tidak dapat melihat kita, hanya saja pendengaran mereka menjadi lebih tajam, bahkan sangat tajam." ujar Sean dengan cepat. Sekarang mereka telah sampai di lantai 3.

"Petra, bagian mana yang belum kalian periksa?" ujar Sean.

"Sebelah sana" ujar Petra sambil menunjukan bagian kiri lantai tersebut."

Mereka berjalan pelan menuju bagian tersebut dengan sangat berhati-hati, mencoba untuk tidak membuat suara sedikit pun, satu persatu ruangan mereka masuki, tapi nihil, tidak ada yang aneh, bagian kiri lantai 3 itu tidak ada ruang kendali.

"Tidak ada yang aneh di bagian ini, kalian yakin di bagian kanan kalian berdua telah memeriksa semua ruangan dengan teliti?" ujar Sean.

"Iya, kami berdua sangat yakin, bahkan sampai ke sudut ruangan sekali pun, tidak ada yang terlewatkan." ujar Petra yang mewakili dirinya dan Andrew.

"Sean" ujar Alana.

"Kenapa?" ujar Sean yang berbalik menghadap Alana.

"Pintu tadi, hanya itu pintu baja yang terbuka selain yang di lantai satu" ujar Alana.

"Jadi?" ujar Sean.

"Kenapa pintu itu satu-satunya pintu yang terakhir kali terbuka, dan kenapa didalamnya ada banyak sekali Vary" ujar Alana.

"Maksudmu?" ujar Sean yang masih tidak mengerti.

"Itu mungkin jalan keluar kita, itu mungkin ruang kendali." ujar Alana.





THE LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang