7

13.6K 1.3K 48
                                    

Apa jangan-jangan ini memang telah direncanakan sebelumnya?" ujar Sean kedua kalinya.

"Apa maksudmu Sean? aku sama sekali tidak mengerti."

"Ini cuma tebakanku saja, tapi mungkin saja semua hal yang terjadi ini telah direncanakan." ujar Sean yang mantap dengan perkataannya.

Alana masih bingung dengan perkataan Sean, yang hanya bisa ia lakukan adalah menganggukan kepalanya dan memasangkan senyum paksa. Sebenarnya itu bukan semata-mata senyum terpaksa karena dia tidak suka dengan perkataan Sean, tapi karena dia masih bingung dan tidak mengerti dengan perkataan Sean. Sean yang diberikan senyum dan tatapan itu tiba-tiba tertawa.

"Hahahaha..." tawa Sean menggema.

"Kau kenapa Sean? kenapa kau tertawa?" ujar Alana sambil menatap Sean dengan keheranan.

"Kau tahu Alana, kau itu seperti buku yang terbuka."

"Apa maksudmu, aku tidak mengerti" ujar Alana yang bingung dengan perkataan Sean.

"Iya, kau tidak sadar, kau begitu...begitu polos."

"Polos?" ujar Alana yang bingung.

"Iya, sebenarnya berapa umurmu." ujar Sean yang secara tidak sadar mengacak rambut Alana, Alana yang lebih pendek dibandingkan dengannya, memudahkan dia untuk mengacak pelan rambut Alana.

'Apa yang kulakukan?' batin Sean dalam hati, dia tidak sadar saat mengacak pelan rambut Alana, ada yang aneh dengan dirinya ketika menyentuh Alana, dengan gugup dia menarik tangannya dari rambut Alana.

'Apa yang dilakukannya.' batin Alana entah kenapa, tapi ketika Sean melakukan itu, Alana menahan nafasnya, jantungnya berdegup tak karuan, dan ada sensasi aneh dalam perutnya. Setelah Sean mengacak pelan rambut Alana, mereka berdua terdiam sejenak, sampai Alana membuka suara.

"Dasar..." ujar Alana.

"Dasar apa?" tanya Sean.

"Dasar, kau sengaja bukan mengambil kesempatan." kata Alana sambil meninju pelan bahu Sean.

"Cari kesempatan apa, kau yang besar kepala!"

"Kau itu, sudah cari kesempatan denganku." ujar Alana yang kesal dengan Sean.

"Kau juga mau kan, tadi waktu aku mengacak-acak rambutmu, pipimu jadi merah." ujar Sean sambil terkekeh.

"Memang iya?" tanya Alana sambil menyentuh pipinya dan menjadi salah tingkah didepan Sean.

Sean yang melihat tingkah Alana didepannya, langsung tertawa karena dengan gampangnya Alana percaya dengan perkataan Sean, padahal Sean hanya menggodanya.

"Kau mengerjai aku lagi ya?" ujar Alana yang kesal karena Sean terus menggodanya.

"Kau itu sangat polos Alana." Alana, memalingkan wajahnya dari Sean, ia hanya bisa menahan kekesalannya terhadap Sean, tiba-tiba dia teringat pada Sally.

"Oh iya, Sally." ujar Alana dengan volume pelan.

"Apa?" ujar Sean yang tidak terlalu mendengar perkataan Alana.

Alana langsung memalingkan wajahnya ke arah Sean.

"Sean tanya yang lainnya, kita sudah menunggu cukup lama disini, tapi mereka tidak tanda-tanda kemunculan mereka."

"Kenapa? Bukannya bagus? Kita jadi bisa berduaan disini." ujar Sean yang menggoda sambil menaikkan salah satu Alisnya, dan senyum pada Alana. Sontak perkataan Sean membuat pipi Alana memerah. Sean tertawa terbahak-bahak karena berhasil menggoda Alana.

"Hahaha, coba lihat pipimu."

"Kau mau ku pukul? Sudah jangan bercanda Sean, tanya yang lain mereka ada dimana." ujar Alana.

THE LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang