15

8 4 0
                                    

Runa membuka pintu rumahnya. Sudah berminggu-minggu ia berada di London. Sekarang, tanpa terasa ia sudah berada di Manchester lagi. Sesudah membantu mengeluarkan barang-barang, ia duduk di sofa. Setelah Helena selesai memasukkan cucian ke keranjang, ia duduk di sofa bersama Runa.

"Kapan kau kursus lagi," tanya Helena.

Sekarang hari Jumat. "Minggu minggu depan saja aku masuk kursus."

"Senin minggu depan aku masuk sekolah," lanjut Runa.

"Oh," Helena mengangguk.

Runa teringat janjinya sebelum liburan. Ia ditantang untuk membawa The Cavities ke sekolah. Itu sudah dipermudah karena sang gitaris grup tersebut adalah ayah Runa.

"Bu."

"Ya? Ada apa, Runa?"

"Sebenarnya..."

***

"Ayo, Runa, habiskan sarapanmu," kata Helena hari Senin kemudian.

Runa menghela nafas. Ia tidak diantar The Cavities ke sekolah. Helena bilang Runa tidak bisa ke sekolah diantar mereka karena tidak memungkinkan. "Mungkin lain waktu," kata Helena.

Sampai di sekolah, baru saja Runa ada di ambang pintu kelas, seisi kelas menoleh kepada Runa.

"Yeey, Runa."

Runa menuju mejanya. Marissa dan Eliza datang menagih.

"Nah, mana sekarang?"

"Tidak sekarang. Belum saatnya aku menarik ucapanku."

"Setidaknya kau punya bukti," cemooh Eliza.

"Aku bisa kok, tapi aku belum punya bukti."

"Oh, asal kau tahu saja, tahun depan di Glastonbury salah satu pengisinya adalah The Cavities. Kami akan datang ke sana, kami pasti datang karena kami bisa."

"Dan kami akan mempermalukanmu dan membuatmu menarik ucapanmu," lanjut Marissa.

"Kita tidak punya kesepakatan soal waktu!" Runa berdiri dari kursinya.

"Mau sampai kapan pun kau tak akan bisa, makanya jangan bermulut besar. Apa ayahmu bisa membiayai harga tiket? Kudengar kau tinggal berpisah dengan ayahmu," ejek Eliza.

Ayahku? Muka Runa menjadi panas.

Ia hendak menyerang Marissa dan Eliza, namun ditahan pundaknya oleh Jules dan Clara.

"Heh! Jangan bawa-bawa ayahku! Aku tahu ayahku dan aku tahu ia sayang padaku! Aku bisa menarik ucapanku, kalian boleh melakukan apa saja terhadapku, tapi. Jangan. Rendahkan. Ayahku!"

"Bagus, Runa. Setelah sekolah usai, biarkan dunia tahu."

"Aku pasti bisa! Lihat saja nanti," seru Runa.

***

Sepanjang hari, seluruh murid kelas 5 menjarakkan Runa dari Eliza dan Marissa.

"Runa, nanti aku kasih referensi, deh," kata Sally.

"Aku mau bantu! Biar si duo sombong itu tahu kalau yang bukan Fillers saja juga bisa membawa The Cavities kesini," kata Shelly.

"Terima kasih. Tapi di sini kita perlu kejutan."

Satu meja makan siang hening. Runa memandang teman-temannya yang bingung.

"Lho, kata Thom Yorke, no alarm, no surprise, silent. Kalau kalian tahu rahasiaku sekarang, ntar nggak rame."

"Rahasia? Runa, apa yang terjadi di London? Apa kau bertemu The Cavities? Apa kau bertemu ayahmu?"

Runa kaget mendengar rentetan pertanyaan dari Jekyll. Runa memutuskan untuk bercerita sedikit.

"Akhirnya, aku tahu ayahku. Kami bertemu di London kemarin, ia menontonku resital. Ibuku—biarpun kami terpisah, tetap memberikan informasi padanya selama 10 tahun."

"Wuah. Bagaimana dengan The Cavities?" tanya Clara. Runa baru saja membuka mulut saat bunyi bel tanda masuk kelas berbunyi.

"Celaka! Kita belum membereskan piring!" seru Paul panik.

"Baiklah," Runa dan teman-temannya membawa piring ke tempat cuci piring.

***

Sekolah sudah selesai. Runa harus pergi ke lapangan basket, tempat ia harus membayar kekalahannya.

"Padahal aku masih punya kesempatan untuk membawa mereka ke sini," bisik Runa bergumam, mengeluh.

"Nah, Runa, waktunya pernyataan. Kami akan rekam perkataanmu," Marissa sudah membawa tape recorder. Murid-murid kelas 5 lainnya mengelilingi Runa, Eliza, dan Marissa, merasa iba terhadap Runa.

"Maaf, apa Runa Shannon sudah pulang?"

Semua berpaling menatap orang yang tadi berbicara, semua terperangah.

"Ayah!" Runa memeluk Michael.

"Lho, itu, Mick Spark? Kok, ayah?" Lindsey bingung. Semua murid kebingungan.

"Kawan-kawan, kenalkan, ini ayahku, Michael Shannon alias Mick Spark, gitaris The Cavities. Yah, walau sebenarnya aku yakin kalian sudah kenal."

"Kyaaaa!" perempuan-perempuan menjerit, yang laki-laki tak mengucapkan apa-apa selain, "Wow".

Tiga orang datang dari gerbang lapangan basket. Mereka Davis, Clarkson, dan Randall.

"The Cavities!"

"Aku sudah yakin bahwa Runa bisa membawa mereka ke sini," sahut Jules.

"Halo semua! Aku Dave Terrence. Ini kakakku, Clark Terrence. Itu sang vokalis, Randall Grimace. Itu... ayahnya Runa," jelas Davis.

"Runa, Mick Spark itu ayahnu?" tanya Paul.

"Iya. Selama ini ayahku bekerja sebagai gitaris The Cavities. Akhirnya aku bisa membawa mereka ke sini."

Semua melirik Marissa dan Eliza.

"Kau pasti Eliza Stingham dan yang ini Marissa Gregory. Aku tahu wajah kalian saat melihat foto profil facebook kalian di halaman TCFC (The Cavities Fan Club) sebagai Fillers. Kita juga pernah bertemu di meet and greet di Nottingham. Kalian teman Runa, ya?" Randall bertanya.

"Nnggg," Marissa dan Eliza saling memandang, lalu menoleh kepada Runa dan berkata bersamaan, "kami minta maaf sudah berlaku semena-mena."

"Baiklah, kami yang menarik ucapan kami," ucap Marissa.

"Ingat, sesama teman harus saling mendukung, tidak boleh mencemooh," nasihat Clarkson.

"Aku maafkan. Lain kali jangan ulangi," kata Runa.

"Oke, Mick, kau antar Runa pulang," dorong Davis.

"Lho, sisanya mau ngapain?" tanya Sally.

"Sebentar lagi tahun ajaran baru, kami mau mendaftar anak kami yang mau masuk SD," Randall mengumumkan.

"Benarkah? Hore!"

"Semuanya, kami duluan ya." Michael dan Runa meninggalkan lapangan basket, menuju tempat parkir, dan masuk ke mobil Civic. Michael menyalakan mesin dan mobil turun ke jalanan.

"Ayah."

"Ya, Runa?"

"Ayah mau menjemput dan mengantar Runa lagi tidak?"

"Tentu saja, bila ada waktu."

"Ayah mau pergi ke mana lagi?"

"Ayah mau pamit ke Dublin, Irlandia. Ada festival, The Cavities mau ikut main di sana. Setelah ke Dublin, festival berikutnya di Sheffield. Oh, maaf, ayah masih sangat sibuk."

"Tak apa, yang penting ayah triple S, saved, safe, and sound. Semoga berhasil, ayah."

"Iya deh. Nanti habis dari Sheffield, ayah ke rumah," janji Michael.

Guitars and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang