33: Rooftop

3.9K 288 7
                                    

Aku menaiki anak tangga itu satu demi satu hingga sampai pada anak tangga teratas.

Aku pernah berjalan melewati tempat ini bersama orang lain, tidak sendiri seperti saat ini.

Aku ingat semuanya.

Semua tentang dia.

Semua tentang tempat ini.

Semua kenangannya.

Semuanya.

Aku tidak akan pernah lupa.

Tidak akan.

Angin berembus membuat rambutku tertiup tak tentu arah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angin berembus membuat rambutku tertiup tak tentu arah.

Tak tentu arah.

Sama seperti arah tujuanku mencari kamu sekarang.

Kupikir semuanya akan baik-baik saja.

Kupikir kamu akan terus bersama denganku.

Kupikir kita akan bahagia,

bukan hanya kemarin lusa,

kemarin,

beberapa bulan yang lalu,

atau hari-hari yang sempat aku habiskan bersamamu dulu.

Kupikir kamu bisa menjadi masa depanku kelak.

Masa depan cerah yang sedari dulu aku impikan dengan kamu yang selalu ada di sampingku.

Kamu yang mengantarku sampai sini, tapi sekarang, mengapa kamu yang malah berbalik arah dan memilih meninggalku seorang diri di sini?

Kita sudah hampir sampai, Arel.

Hanya tinggal satu langkah lagi.

Aku sudah membuang jauh-jauh semua pengganggu, agar kita bisa bersama.

Tapi, saat semua pengganggu itu pergi, kenapa kamu juga ikut pergi?

Kamu bukan pengganggu, Rel.

Kenapa kamu harus ikut pergi?

Bukankah kamu yang pertama kali mengajakku untuk dekat waktu itu?

Aku ingat hari pertama kita ketemu.

Aku ingat kamu menjulurkan tangan untuk berkenalan dan aku membalasnya dengan tatapan sinis.

Aku ingat kamu yang minta id lineku secara paksa.

Aku ingat kamu dan powerbankmu di hari pertama kita ketemu.

Aku ingat chat pertama kita malam itu.

Aku ingat kamu yang selalu mengerjakan soal-soal pelajaran dari buku-buku yang tebalnya lebih dari sepuluh centi.

Aku ingat kamu yang pura-pura nemenin aku bolos.

Aku ingat kamu yang minta izin ke ketua kelas buat ke toilet, padahal bohong.

Aku ingat kamu yang laporin aku ke BK gara-gara aku bolos.

Aku ingat kamu dan taruhan bakso di kantin dulu.

Aku ingat kamu yang selalu sabar mengajari semua mata pelajaran padaku yang super duper bodoh waktu itu.

Dan tentu saja, aku ingat kamu dan tempat ini.

Tempat yang menjadi saksi rasa senangku beberapa bulan yang lalu dan rasa sakitku sekarang.

Sampai kapan aku harus nunggu?

Apa kamu nggak ngerti gimana capeknya nunggu kamu dateng tiap hari?

Apa kamu nggak tau gimana capeknya nunggu balesan chat dari kamu tiap hari?

Apa kamu nggak paham gimana capeknya aku nunggu kabar kamu tiap hari?

Nunggu itu nggak enak. Apalagi, nunggu yang nggak pasti kayak kamu.

Kamu tiba-tiba hilang, Rel.

Dan kamu nggak kasih kabar.

Sekarang, kasih tau aku, harus gimana aku sekarang?

Yang jelas, kalau kamu kasih aku pilihan antara harus pergi atau tetap disini,

aku akan tetap disini.

Sampai kapanpun, sekali lagi karena aku yakin.

Cepat atau lambat, kamu pasti bakal nemuin aku atau aku yang bakal nemuin kamu dimanapun dan bagaimanapun caranya.

Aku yakin.

"Sampe kapan lo mau berdiri di situ?"

Aku menoleh ke arah datangnya suara.

"Arel?"

***

ayo vomment(((((((:

AM-PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang