34: Unexpected Birthday

3.8K 267 10
                                    

"Sampe kapan lo mau berdiri di situ?"

Aku menoleh ke arah datangnya suara.

"Arel?" Teriakku sambil mencari-cari sumber suara itu.

Cowok di balik tangga itu mulai terlihat sekarang.

Orang yang sedari dulu tidak akan pernah diharapkan kedatangannya olehku.

"Oh elo." Gumamku lalu berbalik badan dan menatap lurus ke depan.

"Lo nggak capek?" Tanyanya yang sekarang sudah berdiri di sebelahku.

Aku tidak menanggapinya.

"Niat gue ke sini baik. Gue mau minta maaf sama lo." Ucapnya lirih, aku bisa menangkap nada bicaranya yang tulus, berbeda dengan sebelum-sebelumnya.

Aku terdiam.

"Sampe kapan lo mau nungguin dia?" Tanyanya lagi.

Aku masih terdiam.

"Gue sayang lo, Mor. Tulus, bukan karena utang bokap lo ke bokap gue." Ujarnya seperti menggantung.

Aku masih terdiam, lagi.

"Tapi, lo di sini malah nungguin dia yang nggak pasti datengnya kapan.

Sekarang gue tau, cewek kayak apa yang selama ini gue kejar. Gue nggak salah pilih.

Lo cantik, baik, pinter, dan yang paling penting, lo tulus, setia. Arel beruntung banget bisa dapetin lo." Lanjutnya lalu tersenyum tulus, aku bisa melihat itu dari sudut mataku.

Aku baru kali ini melihat ia dengan senyum tulusnya. Satu kata yang dapat aku tangkap, ganteng.

Aku menoleh padanya. "Maksudnya?"

"Seharusnya dari awal gue ngerti kalo sebuah hubungan itu nggak bisa dipaksain. Gue yang salah. Gue terlalu terobsesi sama lo dan selalu berharap kalo lo bakal balik suka sama gue, dan sekarang gue sadar, itu salah.

Mulai saat ini, gue berhenti buat ngejar dan ganggu hidup lo. Gue harap, lo sama Arel bisa bareng-bareng terus tanpa gangguan dari gue." Jawab Prima lalu tersenyum.

Aku tersenyum mendengar ucapannya. "Makasih Om Prima."

Ia melotot. "Om? Umur gue masih dua puluh tiga tahun."

"Selisih umur kita berapa coba? Lo dua puluh tiga, gue tujuh belas, lima tahun aja, lebih. Jawabku dengan nada kesal.

Ia tergelak. "Lima tahun lebih ya?"

Aku mengangguk. "Iya lah, enam tahun malah."

Prima tertawa. "Sekarang tanggal berapa coba?"

Aku mengecek handphoneku yang sekarang penuh dengan notif sosmed.

Ada apa dengan hari ini?

Aku mengecek hari dan tanggal yang tertera di sudut layar handphone.

09-07-2015

Sembilan Juli Dua Ribu Lima Belas

Aku mencoba mengingat-ingat peristiwa apa yang terjadi pada hari ini.

"Happy birthday, mantan yang nggak bakal pernah balikan sama gue." Ujar Prima yang tiba-tiba menyodorkan kue tart kecil dengan lilin-lilin kecil dan dua buah lilin, angka satu dan angka delapan.

" Ujar Prima yang tiba-tiba menyodorkan kue tart kecil dengan lilin-lilin kecil dan dua buah lilin, angka satu dan angka delapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Sejak kapan ia membawa kue tart itu?  

"Gue ulang tahun ya?" Tanyaku dengan wajah sangat polos.

Prima tertawa kembali. "Lo lupa?"

Aku mengangguk. "Lo tau dari mana?"

"Buku nikah." Prima menyodorkan kembali kue tart yang ada di tangannya padaku.

"Ini gue tiup nih?" Tanyaku yang mengundang gelak tawa Prima kembali.

Prima mengangguk. "Make a wish."

"Semoga gue bisa kuliah dengan baik, semoga gue bisa ngebahagiain mama papa, semoga gue bisa terus-terusan sahabatan sama Brisa, dan yang terpenting semoga gue bisa ketemu sama Arel secepatnya." Ucapku sambil memejamkan mata lalu meniup semua lilin sampai semua apinya padam.

"Nggak berniat balikan sama gue?" Tanya Prima dengan wajah jahilnya.

Aku mendengus. "Lo bukan mantan gue, Om."

"Bercanda kali, jadi, selisih umur kita lima tahun, bukan enam tahun. Lo harus ralat omongan lo tadi."

"Oke, selisih umur kita lima tahun, Om." Ujarku mengulangi.

Prima memberi tatapan datar.

Hening selama beberapa saat.

"Mor, lo tau tanggal ulang tahun Arel, nggak?" Tanya Prima tiba-tiba.

Aku menggeleng.

"Lo gimana sih, tanggal ulang tahun pacar aja, lo nggak tau." Ujarnya kembali.

"Gue lupa nanya." Jawabku asal.

Prima geleng-geleng keheranan. "Dia lahir di tanggal dan bulan yang sama kayak lo, cuma beda tahun aja."

Aku melongo.

Kebetulan?

Apa mungkin ini hanya suatu kebetulan?

"Serius?" Tanyaku masih dengan wajah kaget.

Prima mengangguk. "Dia lahir sembilan juli tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh enam, dan lo lahir sembilan juli tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh."

"Kok kebetulan banget ya?" Tanyaku dengan perasaan campur-campur.

"Jodoh, mungkin?" Jawab Prima yang langsung membuatku tertawa.

Aku berhenti tertawa saat teringat sesuatu. "By the way, lo tau nggak Arel kemana?"

Prima merubah raut wajahnya menjadi lebih serius. "Terakhir, beberapa bulan yang lalu, bokap gue bilang kalo Arel ikut pertukaran pelajar ke Inggris. Bukannya lo udah tau ya?"

Aku mengangguk. "Iya sih. Arel kuliah di mana, Prim?"

"Kayaknya, dia ngelanjutin kuliah di sana, tapi gue nggak tau lagi." Jawabnya yang langsung membuat senyum manisku berubah menjadi senyum getir.

Harus berapa lama lagi gue nunggu?

***

h a l o.
selamat malam minggu.

vomment ayoooo(((((:

AM-PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang