Aku menatap pantulan bayanganku di cermin.
Aku baru pulang ke rumah pagi ini.
Semalam, aku berada di rumah Arel untuk menemaninya.
Iya, menemani.
Mata sangat sembap.
Rambut kusut berantakan.
Wajah merah dengan kantong mata mengerikan.
Aku butuh kamu, Rel.
Kenapa kamu pergi secepat ini.
Aku nggak ngerti sama jalan pikiran kamu.
"Mor, cepetan ganti bajunya, mama tunggu di bawah ya." Suara mama membuyarkan lamunanku di cermin.
Aku segera menghapus sisa air mata terakhir di pipiku.
Air mata yang sangat amat berat kenangannya.
"Iya ma." Jawabku lalu mencuci muka, berharap mata sembapku memudar.
***
Aku melangkahkan kakiku ke dalam tempat pemakaman umum.
Dengan perlahan, namun pasti.
Brisa berjalan beriringan di sebelahku, sementara mama dan papa berjalan di belakang.
Aku menatap langit pagi itu.
Mendung.
Seperti tidak bersahabat.
Entahlah, aku kira hanya perasaanku saja.
Aku merasakan angin semakin lama berembus semakin kencang, membuat dress hitamku dan rambut teruraiku tertiup seakan ingin terbang bersama angin.
Aku melihat prosesi pemakaman yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Aku tidak tega melihat secara langsung pemakaman pagi itu.
Isakanku kembali datang.
Brisa memelukku untuk menenangkan.
"Lo yang sabar ya. Gue bener-bener nggak nyangka Arel bakal kayak gini. Lo jangan nangis, ntar Arel sedih ngeliat lo." Ucapnya seraya memelukku semakin erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AM-PM
Short StoryIni cerita tentang Mora, cewek keras kepala yang selalu ingin bebas dan tidak mau diatur atau ditentang. Ini juga cerita tentang Arel, cowok polos yang selalu mengalah pada siapapun dan anti menyakiti hati orang lain. Dan juga cerita tentang Prima...