19: Lose

4.1K 299 5
                                    

Hari ini adalah hari pertama ulanganku dimulai.

Anehnya, hari ini Arel belum dateng.

Padahal, sepuluh menit lagi, ulangan akan dimulai.

Tumben.

Biasanya Arel dateng ke sekolah setengah jam sebelum bel.

Dan sekarang, bel tanda mulai mengerjakan berbunyi.

Arel belum datang.

Oke, aku akan mengerjakan semua soal yang ada di kertas tersebut sendiri.

Maksudku, tanpa bantuan Arel.

***

Bel tanda keluar sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu.

Dan disinilah aku sekarang, duduk di depan kantin sambil meminum minuman kaleng yang tadi kubeli di dalam.

Sudut mataku menangkap bayangan seorang cowok yang tidak asing.

Arel.

Bukannya dia nggak masuk tadi?

Arel keluar dari ruang guru dan berjalan cepat, seperti tergesa-gesa keluar dari sekolah.

Ada apa?

Aku mengejarnya secepat mungkin.

Saat aku sudah berada di depan sekolah, Arel sudah lenyap begitu saja.

Secepat itu?

Ah yasudah lah, mungkin dia ada urusan penting.

Aku mengeluarkan handphone dan mengirim pesan untuk Arel.

Rel, tadi lo kok nggak masuk kelas? Tadi gue liat lo keluar dari ruang guru.

Aku menunggu balasan darinya selama beberapa menit.

Namun, nihil.

Tidak ada balasan yang masuk.

Sama sekali.

Oke, mungkin aku harus pulang.

***

Malam ini, setelah aku selesai berkutat dengan materi ulangan besok, aku kembali mengecek handphone.

Tidak ada balasan yang masuk dari Arel.

Aku kembali mengirimkan pesan.

Lo kenapa? Selama ulangan nggak pegang hp ya? Gue mau cerita nih.

Setelah itu aku menaruh handphoneku di saku celana, berharap Arel akan membalas dengan cepat.

Aku melihat jam dinding.

Pukul sembilan lebih lima menit.

Aku sengaja tidak mengikuti makan malam, sangat malas mendengarkan topik pembicaraan yang tidak bermutu.

Paling juga bakal bahas nikahan minggu depan.

Nggak penting, mendingan tidur.

***

Hari ini, hari kedua. Aku sangat berharap Arel masuk ke kelas hari ini.

Tapi nyatanya, nihil.

Aku tidak melihatnya masuk.

Dan, lagi.

Aku melihat ia keluar dari ruang guru.

Waktu aku kejar, dia malah ilang, lagi.

Mungkin ada urusan lagi?

Entah.

***

Hari ini.

Hari terakhir ulanganku.

Ya, mungkin tebakanmu tepat.

Besok, hari pernikahanku.

Dan selama seminggu hari ulangan kemarin, Arel sama sekali tidak masuk kelas.

Bahkan, setelah hari kedua aku mergokin dia keluar dari ruang guru dan ujung-ujungnya dia malah ilang, dia udah nggak kelihatan lagi di hari-hari berikutnya.

Kemana dia?

Sekali lagi, aku cuma bisa jawab entah.

Setiap hari aku ngechat dia.

Setiap hari pula dia nggak bales. Dibukapun aja, engga.

Oke, ini harapan terakhirku. Semoga dibales.

Rel, hari terakhir ulangan nih. Lo dimana sih? Masuk kelas dong, gue kangen.

Mungkin, pulang sekolah nanti aku bakal pergi ke rumah Arel untuk terakhir kalinya dengan status lajang atau bukan istri orang.

***

Sudah lima kali lebih aku menekan bel rumah Arel.

Tetapi tidak ada tanggapan dari penghuninya.

Ya, memang aku baru sempat datang ke rumah Arel semenjak ia mendadak hilang.

Mama tidak mengizinkan.

Aku mengirimkan pesan singkat kembali pada Arel.

Gue udah di depan rumah lo nih. Bukain dong.

Aku masih menunggu di depan rumahnya selama kurang lebih satu jam.

Apa mungkin dia tidak ada di rumah?

Ah iya, bodoh sekali aku. Sekarang kan, hari terakhir ulangan.

Aku memutuskan pulang ke rumah.

Tentu saja dengan membawa perasaan kecewa.

***

"Gimana besok jeng, udah siap jadi besan? Hihihi." Sebuah suara muncul tepat berberengan dengan suara tertawa bahagia mama.

"Aduh Mora cantik, calon menantu tante." Ujar sebuah suara yang aku yakini dari wanita yang tadi tertawa bersama mama.

Aku hanya memasang muka datar dan menatapnya sekilas.

Ia berhenti menggodaiku lalu duduk di sebelah mama.

Prima datang dan masuk ke dalam rumahku lalu duduk di sebelahku.

"Cantiknya calon istri gue." Ucapnya lalu menatapku dalam dengan senyum busuknya.

"Ngimpi."

Ia tergelak. "Iya emang mimpi, yang bakal jadi kenyataan. Gue ngerti maksud lo kok."

"Oh." Ucapku lalu berdiri dan berjalan cepat menuju kamar, meninggalkan sekumpulan orang-orang aneh yang terobsesi dengan pernikahanku.

Aku mengecek handphone.

Tidak ada balasan.

Aku masih berharap belum, bukan tidak.

Jadi, belum ada balasan.

Aku mengirimkan sebuah pesan.

Rel, gue besok nikah sama Prima.

Aku menaruh handphone di atas meja belajar.

Aku membuka jendela kamarku, lalu berjalan menuju balkon.

Malam ini indah. Bertebaran bintang.

Terang.

"Rel, andaikan lo ngerti perasaan gue sekarang. Gue nggak bisa kayak gini."

Aku masuk ke kamar setelah puas memandangi langit malam ini.

Aku berjalan mendekati meja belajar.

Aku kembali membuka handphone.

Tidak ada balasan.

Segitu nggak pentingkah pernikahan gue buat lo, Rel?

Bukannya kita masih pacaran?

Lo dimana?

Gue harus gimana sekarang?

***

Kayaknya, Arel lebih pantes jadi anaknya Bang Toyib ya daripada jadi anaknya Pak Bramantyo yaaa? Wkwk.

Vote sama comment boleh laaah(((((:

AM-PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang