Chapter 15. Have You Ever Felt Useless?

180 16 2
                                    

( Lokasi tak terdeteksi ).
( 12:13 PM  )

Tubuhnya dapat menerima rangsangan sekarang. Tetesan air hujan. Suara rintikan itu. Kegelapan mulai menghampirinya. Badan lelaki itu terasa nyeri saat ia berjuang untuk bangkit dari tidurnya. Aroma hangus tercium di hidungnya yang menunjukkan bahwa itu adalah bau khas ledakan tadi.

Ledakan tadi. Rasa sakit yang tak dapat ia tolak bertambah nyeri saat Kai tersadar bahwa Soojung tengah terluka. Tubuh Kai terhempas beberapa meter sebelum orang-orang sialan bertopeng menyeretnya masuk ke dalam pesawat. Sedangkan Soojung -- Kai mengatur napasnya sejenak. Ia merutuki sendiri. Ia gagal melindungi jiwanya yang lain.

"Mengapa kita tidak membuang mereka saja? Orang-orang payah ini hanya membuat beban Hawk semakin besar."

Jeda. Suara yang berasal dari atas sana terdiam sejenak. Kai pun ikut diam dan meninggalkan usahanya untuk mencapai permukaan orang-orang yang berada di atasnya. Ia segera memasang pendengarannya dengan baik -- mencoba melawan suara hujan yang mulai reda.

"Kau tahu? Aku dapat membuat mereka bertekuk lutut layaknya budak jika mereka menginginkan keluarga serta--" ia berdehem, "Mayat-mayat mereka kembali. Ini hebat," ujar salah satu di antara keduanya dengan antusias. "Siegvried cukup bagus untuk dijadikan awalan dari cerita."

Seluruh tubuh Kai terasa lemas seketika. Ia mengalihkan tubuh orang-orang yang menimpanya agar ia dapat bernapas dengan lega. Kai berada di dalam tumpukan mayat. Aroma hangus sekaligus busuk mengitari tempat ini. Kai mencoba untung berdiri, lalu berpikir. Sial, ini semua jebakan.

Kai mengedarkan pandangannya ke segala arah. Bagian sampingnya terdapat kaca yang membatasi suatu ruangan besar -- yang sama seperti tempat Kai berdiri sekarang. Tampaknya ini layak disebut sebagai penjara semu untuk orang-orang kriminal yang tertangkap oleh anggota intelijen, lalu diserahkan kepada aparat militer.

Tiba-tiba, muncul segenap ide bagus. Oh, bukan. Ini ide gila. Ada tali tambang yang terulur ke bawah. Satu-satu cara untuk keluar dari kotak mayat ini adalah memanjat ke atas tali tambang tersebut. Entah sebuah jebakan, atau tali yang tidak sengaja jatuh dari permukaan kotak.

Mayat demi mayat ia langkahi untuk pergi ke sudut kotak, tempat tali terulur. Di dalam batinnya, Kai berharap agar mereka sudah mati. Bukannya merasa hebat, ia tidak ingin menginjakkan kaki di tubuh orang yang sedang sekarat. Kai memilih untuk tidak menginjak seorang wanita.

Meskipun seharusnya lelaki itu tidak menginjak wanita atau pria di sini.

Setelah ia berdiri berhadapan dengan tali tambang itu, Kai segera menggenggamnya erat-erat sebelum kedua kakinya saling mengimpit tali. Tangan kanannya menggapai tali yang lebih atas, disusul dengan tangan kirinya. Begitu pun dengan kakinya. Tangan serta kaki Kai saling berkoordinasi hingga dirinya sampai di sebuah ruangan yang cukup sempit -- berukuran sekitar 50 sentimeter.

Salah. Ini bukan ruangan. Ini adalah tempat ventilasi udara kapal. Sialan. Kalimat itulah yang sering mengitari otaknya.

Cukup menyulitkan setelah ia menyadari tali ini berujung pada sela-sela tempat pemantau berada, yakni di atas lorong ini persis. Kai tidak dapat melihat dengan jelas karena posisi tempat yang condong ke dalam sehingga cahaya matahari tidak dapat merambat masuk. Apa lagi suara putaran angin yang cukup bising.

"Pst!" celetuk seseorang di dalam lubang berdiameter setengah meter itu. Kai menoleh, memercingkan matanya untuk memperjelas objek gelap di sana. Pandangannya tetap mengunci titik gelap yang mengeluarkan suara berbisik. Kai merangkak mundur, melihat ke arah bawah -- tumpukan mayat yang membusuk, untuk bersiap-siap melompat.

Love and War Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang