Chapter 16. He Feels it Breaking

195 21 0
                                    

(Lokasi tak terdeteksi).
( 01:02 PM )

Gelap. Sunyi. Licin. Mereka merangkak perlahan-lahan dengan penuh kewaspadaan. Kedua kaki mereka diusahakan akan tidak membentur silinder saluran secara langsung agar tak menimbulkan suara. Seraya menggenggam sebuah kain, gadis itu menunjukkan arah-arah dimana jalan keluar akan ditemukan.

"Tadi udah ke kanan, terus kiri, kanan lagi, dan kanan. Ini dia," ia menyinari lubang yang terhalang jeruji besi -- menggunakan senter. Lelaki yang berada di belakangnya terdiam, memandangi gulungan kain yang baru saja dibuka oleh gadis tersebut. "Apa yang lu lakuin?"

Ia menggulung kain berisi suatu petunjuk, kemudian memberikannya kepada lelaki itu. Penjepit rambut yang tadinya menahan anak rambutnya, telah telah terlentang sekarang. Ia bergegas membelokkan penjepit sesudah karet hitam sudah terkelupas dengan sempurna.

"Kenapa?" tanya Kai penasaran.

Oh, sesungguhnya bukan karena tindakan Sulli yang seperti perampok super. Namun pertanyaan yang dimaksud adalah mengapa Sulli sangat tergesa-gesa membuka jeruji yang terkunci menggunakan penjepit rambut. Kai tahu bahwa penjepit rambut itu dapat mengatasi lubang pengunci. Yang menjadi pertanyaan lelaki itu, apakah ada sistem penguncian dengan waktu?

"Tadinya semua jeruji udah kebuka, karena gue mengotak-atik sistem keamanannya di atas. Termasuk baling-baling yang ada di bawah silinder yang lo lewati tadi -- mati untuk sementara -- karena gue blok sejenak. Sekarang mereka memperketat keamanannya, gue yakin." Sulli menjelaskan. Ia mengambil kembali gulungan itu, melewati jeruji yang telah terbuka. Kai mengangguk-anggukkan kepalanya, paham.


"Ayo cepat. Alarm peringatan pasti udah berbunyi di luar sana," ujarnya memperingati. Kai mempercepat gerakannya tanpa menambah suara bising. Ia menyisir rambutnya yang menutupi pandangannya dengan jemari. "Gue gak mau ditemuin tim pencari kalo mayat kita membusuk disini."

"Setelah ini, kemana lagi?" tanyanya.

Sulli masih merangkak dengan gesit, namun sepatah kata pun belum ia keluarkan. Kai mendecak kesal. Jika Kai tidak membutuhkannya saat ini juga, ia tak akan menuruti perintah apapun yang diberikan oleh seorang gadis. Terkecuali bagi Soojung.

Soojung?

Bagaimana keadaannya sekarang? Apakah membaik? Semoga saja. Ia hanya dapat berharap, tak lebih. Berharap agar keberuntungan selalu bersama dengan Soojung. Kai tidak ingin Soojung menunggunya, karena menunggu adalah suatu kegiatan yang paling dibenci olehnya.

Menunggu Kai pulang, menunggu kebahagiaan yang kekal datang, menunggu semuanya berjalan dengan baik.

"Kai, gue harap lo bisa lari," ujarnya. Sulli mulai menaiki tangga agar dapat mencapai permukaan di atas sana. Kai mengkerutkan keningnya.

Biarlah lelaki itu menebak. Yang ada dipikirannya adalah beberapa monster-monster legendaris yang siap menerkam mereka kapan pun jika mereka mengendus bau manusia di sekitar mereka. Lelaki ini memiliki imajinasi setingkat dengan anak berumur 5 tahun. Jika ia bisa berkelahi, mengapa harus berlari?

Sulli memanjat tangga darurat tak memakan waktu banyak. Kai yang berada di bawahnya sempat terpeleset karena salah meletakkan kakinya di salah satu anak tangga. Sialan, gua rasa dia bukan cewe tulen, umpat Kai. Lelaki tersebut memfokuskan pandangannya ke atas.

Love and War Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang