HE AND HIS CIRCUMSTANCES

1.1K 32 2
                                    


HIS AND HER CIRCUMSTANCES

By: Lolita

Starring: Rio Haryanto

Azalea Maya (Original Character)


CHAPTER 1. HE AND HIS CIRCUMSTANCES

"Aku nggak mengerti apa yang negara ini pikirkan." Aku bersungut-sungut, menumpahkan kejengkelanku bahkan di saat kami baru bertemu untuk pertama kalinya selama 3 bulan ini. Selama 3 bulan di penghujung musim kompetisinya yang mengharuskan ia, kekasihku, terus berada di luar negeri untuk koordinasi, lobi sponsor, dan lain-lain. Nyatanya, ia kini berada di Indonesia, pulang ke negeri asalnya ini pun hanya karena ketidakjelasan kelanjutan partisipasinya dalam kompetisi yang sama, namun di tingkat yang lebih tinggi. Dari Grand Prix 2, to the prestigious Formula 1 race.

Ya, kekasihku adalah dia. Pembalap muda Indonesia yang baru saja membuat gempar kancah balap mobil dunia karena berhasil memenangkan Grand Prix 2, tanpa estimasi sama sekali dari pihak manapun. Panitia bahkan tidak pernah menyiapkan bendera maupun lagu Indonesia Raya untuk diputar saat ia naik podium. Yang akhirnya, secara darurat bendera Polandia yang dibalik pun dinaikkan, dengan ia, kekasihku, menyanyikan Indonesia Raya seorang diri. Tetap dengan kebanggaan sebagai patriot Indonesia di kancah dunia.

Rio Haryanto, orang mengenalnya. Namun bagiku, ia hanya Rio. Just... my Rio.

"Sudahlah..." Ia tersenyum pahit seraya mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut hitam sebahuku, mencoba kembali memancing senyum dari bibirku yang sudah mengerucut.

Aku, sadar dengan usahanya, perlahan menyerah dan mengeluarkan senyum terbaikku. Rio terlihat menghela napas lega, dan segera, membuka kedua lengannya lebar-lebar di hadapanku dengan wajah berbinar.

Tak kubuang waktu sampai kutemukan diriku memeluk tubuhnya yang bidang dengan erat. Begitu erat. "Welcome." sambutku, semakin menenggelamkan kepalaku di dadanya. Tak ada yang lebih tahu betapa aku sangat merindukannya selama ini. Selalu. Di akhir, aku bahkan tak tahu harus kesal atau malah senang dengan ketidaktanggapan negara ini yang seakan menelantarkannya. Karena tanpa kasus ini, Rio tentu tak akan bisa pulang hanya dalam waktu 3 bulan seperti sekarang. Which kills me.

But now I feel like I can live again.


­­­­­­_____________


Sesungguhnya, aku juga tak begitu mengerti sisi politis dalam olahraga balap mobil. Bagaimana pacarku yang hanya seorang atlet biasa harus terbelit perkara birokrasi macam ini. Bayangkan, ia bahkan mau mengharumkan nama Indonesia di mata dunia! Dana untuk sponsor juga sudah ada, tapi hanya karena para perlente di gedung wakil rakyat itu belum menyetujuinya, APBN tidak bisa turun. Partisipasinya untuk menjadi pembalap Indonesia pertama di tingkat F1 pun terancam. Sebabnya? Karena ternyata, untuk dapat beradu di F1, seorang racer harus memiliki sponsor manufaktur mobil balap seperti Ferrari yang digunakan Michael Schumacher, atau Renault yang digunakan Fernando Alonso. Rio sendiri, saat ini tengah dalam lobi dengan tim sponsor bernama Manor Marussia.

Namun disitulah titik masalahnya.

Untuk menjadi bagian dari tim sponsor manufaktur mobil balap yang berlaga di F1, ternyata, seorang racer harus membayar sejumlah uang. Dan dengan 'sejumlah', maksudku BANYAK uang. Istilah Jawa-nya: "Wani piro?" Itulah sebabnya tidak semua orang bisa masuk ke dalam kompetisi F1 yang prestisius. Even if you are as talented and skillful athlete as my boy. As a Rio Haryanto.

"Yang aku nggak ngerti adalah: they call them sponsors. Shouldn't THEY sponsor you? Kenapa malah kamu yang harus bayar, sih? 15 juta euro yang sebanding dengan 227 miliar rupiah, itu bisa naik haji-in berapa ratus orang?? Bisa buat biaya nikah sampai punya cucu lagi, bahkan!"

"HUAHAHAHAH!!" mendengar cerocosanku yang tanpa titik-koma, Rio malah sukses tergelak-gelak yang saking gelinya, sampai perutnya terus dipegangi selama ia tertawa. Aku segera meliriknya sebal. Sadar dengan lirikanku itu, perlahan pria 23 tahun itu menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya dulu, sebelum menghapus titik air di ujung matanya. Ya ampun, dia tertawa bahkan sampai menangis! "Hahaha Maya, Maya... Kamu lucu banget sih. But thank you, ini pertama kalinya aku bahkan bisa tertawa saat topik tentang sponsor disebut-sebut di depanku. You know, it's been hard. So hard that I decided to take a leave and come here. Ke Jakarta dan bukan ke Solo, tanah kelahiranku, untuk bertemu denganmu. Dan ternyata keputusanku itu nggak salah, kan? Kamu selalu bisa mengembalikan mood-ku di suasana apapun."

"Jangan gombal, kamu di Jakarta karena banyak urusan ke Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga—red.) masalah sponsor itu, kan? Sok menjadikanku alibi."

Ia kembali tergelak karena aku dengan cool-nya mengoyak alasan yang ia gunakan, "Kamu tuh! Baru mau romantis sedikit."

"Nggak perlu! PNS butuh realita, bukan gombalan semata. (Gak cuma PNS, kalik :P—red.)" cibirku, pura-pura melipat tangan dan membuang muka... biarpun sesegera mungkin sudah cekikikan lagi. Aku tak akan pernah bisa berlama-lama ngambek padanya. Ikut terkekeh, ia menyentil ringan dahiku yang tertutup poni, gemas.

Tanpa terasa, sepertinya kami sudah ngobrol selama 2 jam. Ia menjelaskanku tentang banyak hal yang aku tak mengerti mengenai kasus yang sedang ia hadapi saat ini. Tentang pembayaran sponsor itu yang ternyata berhubungan dengan manufaktur mobil balap dengan lisensi F1 yang terbatas, sedang atlet terkualifikasi yang ingin berlaga di F1 begitu banyak. Tentang sumber dana yang ternyata berhubungan juga dengan Kementerian Keuangan—instansi tempatku bekerja, berkaitan dengan APBN yang dialokasikan untuk Kemenpora tersebut. Tentang Plan B sampai Z yang sudah direncanakan jika dana juga tak kunjung turun. Dan aku menceritakan keseharianku sebagai PNS baru, berbagai diklat, kabar keluargaku...

Angin sepoi-sepoi di nyaris sore hari ini seperti ikut mendukung atmosfir penuh cinta dari kami berdua, sepasang pejuang LDR yang kembali berkumpul setelah dipisahkan jarak dan waktu yang cukup lama. Biarpun sedikit-sedikit aku harus mengangguk dan menyapa setiap ada pegawai berseragam biru muda—seragam kami setiap hari Rabu—lainnya yang lewat di sekitar kami, tapi fokusku tetap tertuju padanya. Dan dengan bunyi gemericik air mancur di taman kebanggaan kompleks kantorku ini di belakang kami, semua terasa kian sempurna. Aku sungguh tak ingin kembali ke mejaku... bertemu berbagai surat-surat dan draft peraturan yang harus kutelaah setiap hari. Hari ini saja, please, ujarku dalam hati. Hanya hari ini saja.

"Kamu nggak apa-apa sudah sore begini?" baru tersadar, pria sipit dan berkulit putih yang lebih muda hanya beberapa bulan dariku itu melihat jam tangannya dan begitu kaget saat benda itu bahkan sudah menunjukkan pukul setengah 3 sore. Kami keluar sejak jam istirahat pukul 12, makan siang bersama di mal tak jauh dari kantorku dan kembali ke sini untuk sholat di masjid kompleks kantorku yang memang cukup besar, sebelum memutuskan mengobrol di taman ini. Niatnya supaya kalau ada yang mencariku, aku tinggal lari ke gedung unitku saja. Nyatanya HP-ku anteng-anteng saja, tuh.

...Eh, aku bawa HP, nggak, ya?

"Nggak, nggak apa-apa." jawabku akhirnya, nyengir kuda ketika sadar kalau aku sepertinya meninggalkan HP-ku di ruangan, saat tadi terburu-buru ingin bertemu dengannya yang sudah menunggu di lobi gedung kantorku. "Aku kan menyambut 'tamu negara'."

"Sembarangan." tegurnya pelan, kembali mengacak rambutku ringan biarpun disambung dengan sebuah kekehan. Aku tersenyum lebar, begitu senang hati menerima wujud sayangnya padaku. Menjawil sebelah pipiku terlebih dulu, ia berkata, "Go in. Aku juga mau mampir ke Kemenpora dulu sebentar, nanti kemari lagi pas jam kamu pulang. Kita pulang bareng, oke?"

"Kalau kamu balik kesini, boleh nggak pakai mobil balapmu? Aku pacaran dengan pembalap tapi nggak pernah diajak naik mobil balap." pintaku sok polos.

Tertawa kecil, Rio mengangkat bahunya, "Mobil balapku single-seater, you silly. Kalau mau naik saja di velg ban-nya."

Kalian tahu mengapa kami cocok? Because we have similar taste of humor.

Biarpun aku tak tahu apa hanya dengan itu dan perasaan kami yang kuat, kami tetap akan mengalahkan segalanya. Utamanya, mimpinya yang besar dan masa laluku...


HIS AND HER CIRCUMSTANCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang