PRE-MARRIAGE BLUES

224 6 4
                                    

HIS AND HER CIRCUMSTANCES

By: Lolita

Starring: Rio Haryanto

Azalea Maya (Original Character)


CHAPTER 19. PRE-MARRIAGE BLUES

Aku sebelumnya tidak pernah mengira, sama sekali tidak pernah mengira, sebuah telepon bisa membuyarkan seluruh konsentrasiku mempersiapkan pernikahan yang bahkan akan terjadi kurang dari 2 bulan lagi.

Sampai ketika ia meneleponku.

Drrrrrttttt. Drrrrrtttt. Drrrrrttttttttttt.

Dengan mata membelalak, aku hanya bisa memandangi HP-ku bergetar heboh di atas kasur, menampilkan caller ID 'RH2', yang berarti 'Rio Haryanto 2'. Nomor HP Rio yang ia pakai hanya saat kompetisi.

RIO MENELEPONKU!!!

"Gimana nih, gimana nih, gimana nih..." aku bergumam sendirian, dengan tangan di pinggang berjalan kesana kemari di sekeliling kamar, naik ke kasur, turun lagi... Tak henti kugigiti bibirku. Ya Tuhan... si 5-inci pink itu bahkan tak juga berhenti bergetar!! Bagaimana ini??

"H-Halo...?"

"Maya? Hai... Aku... kira kamu nggak akan angkat teleponku..."

Hm? Aku yang tadinya masih heboh sendiri menggaruk-garuk kasur dengan kenyataan Rio bisa-bisanya meneleponku, kontan menggantinya dengan wajah serius ketika kusadar, suara Rio terdengar sengau dan... meracau. Dia seperti... mabuk?

"Kamu mabuk??"

"Mabuk apa, bulan puasa gini..." bantahnya cepat, dengan logat Jawa yang sangat kental yang akhirnya bisa kudengar lagi itu. "Ini cuma karena kurang tidur kok.Dan rasa kecewa. Pascal just got his first point, May."

Tanpa kusadari, aku menghela napas lega mendengar penjelasannya. "Aku tahu." jawabku akhirnya, membentuk senyum tipis seraya mulai menegakkan dudukku bersandar di kepala ranjang.

"Kamu nonton?"

Jadwal balapmu bahkan kujadikan reminder di HP. Yang barusan tadi GP Austria, bukan? "Iya." Biarpun hanya itu yang akhirnya bisa keluar dari mulutku. "You must be very upset."

"I am." katanya, terdengar lesu. "I am."

"Padahal seharusnya aku ikut senang karena dia menambah poin tim juga kan..." suaranya yang datar kembali melanjutkan. "Tapi sekuat apapun aku mencoba, senyumku palsu, May. Ucapan selamatku ke dia sama sekali nggak tulus. Aku tahu mungkin ini cuma rasa cemburu akan keberhasilannya,butI feel like I'm being left out. Perhatian seluruh timku seperti makin tercurah untuk Pascal seorang dan aku... merasa ditinggalkan."

Aku mengulum senyum getir mendengar curahan hatinya. Betapa aku sangat tahu kalau di musim-musim kompetisi, Rio memang selalu kesulitan menemukan teman untuk mendengar segala keluh kesahnya. Ia tidak ingin membuat orangtuanya khawatir, maka biarpun ada di dekatnya, Rio akan lebih memilih untuk menghubungi teman atau sahabatnya untuk sekadar ngobrol. Dan itu, termasuk aku dulu saat masih berstatus kekasihnya.

Maka mencoba ingin menaikkan mood-nya sedikit, aku sama sekali tidak menyinggung ceritanya dan malah bertanya pelan, "Mau dengar aku nyanyi...?"

Dan sesegera mungkin, tawa kecil terdengar pecah dari ujung sana. Sepertinya misiku menaikkan mood-nya akan berjalan sukses, kalau bahkan baru mendengar tawaranku saja dia sudah seperti ini. "Nggak usah pakai gitar tapinya, ya." pintanya bercanda, mengingatkanku pada voicenote yang kukirimkan saat dia masih kompetisi GP2 dimana aku mencoba pamer hasil belajar gitar dari ayahku dengan bernyanyi lagu Heavy Rotation dari JKT48. Yang hasilnya...lihat saja, bahkan membuat kapok pendengarnya.

HIS AND HER CIRCUMSTANCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang