COMING BACK

192 11 5
                                    

HIS AND HER CIRCUMSTANCES

By: Lolita

Starring: Rio Haryanto

Azalea Maya (Original Character)


CHAPTER 13. COMING BACK

MAYA

Sudah seminggu lebih papa di ICU. Menurut dokter, serangan jantung papa karena arteriosklerosis, yakni penebalan dinding arteri (pembuluh darah) yang akhirnya menyumbat suplai darah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Itulah sebabnya di hari papa kolaps, aku melihat beliau kesulitan bernapas. Tapi selain itu, arteriosklerosis sendiri memang nyaris tidak memiliki gejala, namun akan lebih besar risiko terjadinya pada orang yang merokok, kegemukan, atau hipertensi. Masalahnya adalah, papa sama sekali bukan ketiganya, sehingga menurut dokter, faktor usia yang mungkin berpengaruh pada penyakit papa ini.

"Dek? Gantian. Kamu pulang dulu, sana. Itu Athan sudah nunggu di depan."

Aku menoleh begitu mendengar suara Lia, kakakku, yang diiringi dengan tepukan ringannya di bahuku. Di sebelahnya, tersenyum dan sudah mengenakan baju steril juga, adalah Mas Tody, calon suaminya. Sejak papa selesai operasi dan dirawat di ICU, kami bertiga—Kak Lia, aku, dan Krysan, adikku—memang bergantian berjaga menemani papa di rumah sakit. Kak Lia sudah mengambil cuti dan full menjaga papa sejak Senin-Kamis minggu lalu, yang dilanjutkan dengan aku yang mengambil cuti sejak Jumat-nya, Senin kemarin, sampai hari ini. Krysan sendiri karena masih sekolah, hanya kami izinkan mampir sebentar di sore hari dan dilarang menginap kecuali weekend.

"Iya, Kak." jawabku seraya bangkit, dan mendekati telinga papa untuk pamit. Biarpun sudah sadar sejak sehari setelah operasi, detak jantung dan napas papa yang masih lemah memang yang akhirnya masih menahan beliau di ICU ini untuk dapat terus dikontrol. Tubuhnya yang mengurus, selang oksigen yang masih terpasang di hidungnya, dan suaranya yang masih sangat lemah sungguh membuatku tak kuat menahan sedih. Berkali-kali juga kupergoki air mata papa menetes, yang saat kutanya apa papa menangis, beliau selalu berkata kalau beliau merasa ajal sudah dekat...

Dan di saat itu aku pasti akan buru-buru izin ke kamar mandi, ikut menangis dalam diam. Ini semua persis seperti mama dulu, dan aku tak mau mengulangnya lagi!!

TAP. Pintu otomatis ruang ICU pun membuka begitu aku memencet tombol dari dalam. Dan di hadapanku, duduk di bangku tunggu ruang ICU, sosok Athan yang terlihat khawatir sudah menanti. Ia buru-buru bangkit begitu melihatku melangkah keluar dari ICU.

"Gimana? Ada perkembangan bagus hari ini?"

Aku mengangguk. "Ada. Hari ini seharian napas papa bagus, kalau sampai besok bertahan, kata Dokter selang oksigennya bisa coba dilepas. Kalau setelah dilepas pun napas papa terus normal, mungkin besoknya bisa dipindah ke ruang rawat biasa dan bisa pulang dalam minggu ini."

"Alhamdulillah..."

"Iya, alhamdulillah." ulangku datar, seraya terus memperhatikan wajahnya yang bahkan terlihat lebih senang dariku saat pertama mendengar berita ini dari dokter.

Sejak ia mengantarku ke rumah sakit di hari pertama papa dirawat, setiap harinya Athan memang rutin menjemputku di kantor untuk mengantar kesini dan kemudian memulangkanku lagi dan Krysan ke rumah. Selama 3 hari belakangan ketika aku cuti dan full menjaga papa pun, ia selalu ikut menemani semalaman biarpun hanya di ruang tunggu depan. Ketika ditanya alasannya, ia hanya menjawab, "Supaya ada back-up nya. Seperti Mas Tody untuk Kak Lia."

"Kamu... kapan pindah ke Yogya?" pertanyaan dariku seketika memecah diam di antara kami menyusuri lorong rumah sakit. Kulihat dari jendela di lantai 4 ini, langit sudah gelap. Tentu saja, sudah nyaris jam 7 malam. Selama 3 hari full menjaga papa disini, aku memang seperti sudah kehilangan orientasi waktu. Semua hal dari makan, sholat, dan mandi kulakukan di dalam ruang ICU, hanya bergantian dengan Athan jika ada yang perlu dibicarakan dengan dokter saja.

"Awal bulan depan." jawab Athan pelan. "Kenapa?"

"Nggak." kataku. "Cuma... aku harap kamu ketemu perempuan yang baik disana. 'Cause you're too good."

"But what if I want you?"

TING! Di saat aku dan Athan sedang bertatap-tatapan akibat dialog terakhir kami itu, pintu lift yang sedianya akan kami naiki pun terbuka. Dan dari dalamnya, mengenakan topi pet plus ditutupi kupluk dari hoodie yang ia kenakan, seseorang segera mengernyit bingung melihat adegan yang menyambutnya, "Maya??"

Aku dan Athan kontan menoleh. Dan orang itu... mau wajahnya coba disembunyikan seperti apapun, aku akan mengenalinya lebih dari siapapun di dunia ini. "RIO!"


___________


"Kapan kamu datang?? Kenapa kamu datang?? Kamu masih di tengah kompetisi, for the God's sake... Aku... Aku... Terima kasih..." dengan emosi yang segera membuncah, begitu melihatnya, tanpa pikir panjang aku segera memeluk lehernya begitu erat, seakan tak ingin kulepaskan. Air mata dengan cepat mengalir deras menyusuri wajahku, membasahi bahu jaket blue jeans yang dikenakan Rio. Oh Tuhan... Orang ini... Harum tubuh ini... Betapa aku merindukannya...

"I'm sorry... I'm so sorry..." hanya gumaman itu yang mampu diucapkan Rio berulang-ulang, sembari kedua lengannya membalas pelukanku tak kalah erat. Diusapnya rambutku begitu ia sadar aku masih tersedu, dan perlahan, ia melepas pelukannya untuk menatapku lekat. "Maaf karena aku baru bisa datang sekarang, ya?" pintanya pelan seraya merapikan helai-helai rambutku yang menutupi wajah dan basah karena air mata.

Aku menggeleng, sebelum kemudian, menyadari keberadaan sepasang sepatu dari seseorang yang bersandar di dinding rumah sakit. Buru-buru melepas kedua tangan Rio dari lenganku, aku memperkenalkan orang itu dengan canggung kepadanya, "Oh, Rio, ini... Athan."

HIS AND HER CIRCUMSTANCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang