p a r t 11

183 18 16
                                    

[Pict: Jhonny Orlando as Zedd Aldoph] XD

---

Bocah itu berjalan dengan santai bersama sepasang sneakersnya yang menapak di marmer lusuh panti asuhan. Tubuhnya dihimpit kedua tembok ber-cat kusam; menambah kesan tua pada bangunan itu.

Usai makan malam, tidak ada satupun anak seusianya yang masih terjaga di tengah malam. Semua jendela tertutup rapat oleh tirai abu abu. Kecuali sebuah ruangan di ujung koridor, tempatnya berada.

Tangan mungilnya dengan lihai membuka pintu kamarnya, seketika terlihatlah seorang anak yang tergeletak di bawah kolong kasurnya. Tubuh kurus itu menarik manusia--temannya dan mendudukkannya di kursi.

"Shane, kau ingin akhil yang bagaimana?" dipandanginya manusia dengan bibir birunya yang semula pucat. Kulit keringnya menelusuri setiap jengkal garis garis wajah anggun temannya.

"Tak bisa bicala? Oh, aku hampil lupa. Pasti serangga itu sudah melusak pita sualamu ya. Tapi kuhalap kau akan mati dengan benal kali ini." tangannya meraba raba leher temannya. Senyum kecilnya tersungging saat sebuah suara patah terdengar nyaring. Crack!

"Ah, selesai. Kali ini siapa.. Uh-umm.. Shane Hood. Okay, membusuklah di dalam lemali! Jadwal pembuanganmu tiga hali dali sekalang!" bocah itu berteriak girang, sambil menyeret rambut pirang itu untuk menggantung di dalam lemarinya.

"Zedd!!" seseorang berteriak, ia menoleh dengan santai. Menatap si kurus Rebecca dengan senyum gilanya. "Uh, kau memanggilku?"

"Apa yang kau lakukan pada Shane?!" oh, dia ingat. Rebecca bersahabat dengan Shane sejak kecil. Pantas saja ia panik ketika teman sekamarnya menghilang.

"Kau ingin juga?" bocah itu menelengkan kepalanya. Mengeluarkan sebuah palu dari balik jaketnya. Rebecca menggeleng, Cprash!

Terlambat Rebecca, sayang..

"Ah haha--hahahaa.. Kepalanya pecah.. Hahaha!!"

Drap drap drap drap!

Suara langkah yang menggebu terdengar keras. Tidak hanya satu, kedengarannya lebih dari itu. Zedd menimang nimang palunya, tak bisa dipungkiri keringat dingin perlahan menetes di balik kausnya. "Y-yah, sudah saatnya ya?"

Zedd mendecak kesal. Semakin dekat suara itu, jantungnya tidak karuan. Dengan tangan yang basah dia menggenggam erat palunya. Siapapun yang datang, palu itu akan bergerak. Menghantam puluhan kepala dan meremukkannya.

"Menyerah pembunuh!"

Shit shit shit! Aksi yang akan dia lakukan percuma. Karena yang dihadapinya adalah polisi dengan beretta dan pistol timah. Matanya membesar sebentar lalu senyumnya tersungging,

Wah wah, lihat siapa yang datang.

"Kau serius? Dia yatim piatu!" pria kurus berseragam itu menghentakkan kakinya marah. Matanya melebar jengah. "Ada apa dengan bocah jaman sekarang?"

Pria kekar di sebelahnya mengacungkan beretta dengan waspada. Pandangannya tajam menggertakkan Zedd. "Siapkan borgol, pembunuh tetap pembunuh."

Raut ketakutan berubah menjadi seringaian licik. Zedd menyimpan pisaunya di saku celana. Matanya menatap remeh kedua polisi itu. "Sayangnya, aku belum melengkapi koleksi di lemaliku."

"Selamat malam, madame Paula Despard. Kami datang kesini atas informasi yang diberikan teman anda, Mrs. Collin Ezkel. Dan kami, akan menangani kasus ini." kata pria bertubuh tegap sambil menunjukkan logo organisasinya.

Horrible PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang