Seperti biasa, hari ini Dina dan Dita berangkat sekolah bersama.
"Kamu yakin, mau berangkat? Wajah kamu pucet gitu," tanya Nida kepada Dina.
Dina mengangguk, "Yakin, bun. Lagian Dina engga mau ketinggalan pelajaran," Jawab Dina. Jawaban Dina tadi, mendapatkan tatapan jijik dari Dita.
Sehari aja gak berangkat, udah ketinggalan pelajaran. Alay, batin Dita.
Dina duduk di kursi meja makan. Entah kenapa, Dina hanya memakan satu potong roti, dan setelah itu Dina hanya memotong motong rotinya tanpa memakannya. Mungkin dia tidak nafsu makan.
"Kok cuman dipotong potong? Gak enak ya?" Tanya Adi-ayah Dina Dita-
"Eng, engga kok, yah. Cuman engga nafsu makan aja, rasanya hambar," jawab Dina.
"Kamu masih sakit?" Tanya Adi cemas.
"Engga yah, Dina gak papa," balas Dina disertai senyuman khasnya.
"Udah deh, berangkat yu, jam 06.20 nih," ucap Dita sebal.
"Iya deh, bun, yah, Dina berangkat dulu, assalamualaikum," ucap Dina sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
"Dita juga berangkat dulu, bun, yah," lanjut Dita. Tak lupa mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam, hati hati," jawab Nida dan Adi kompak.
**
Dina berjalan menuju kelas. Dina melihat sepertinya ada dua orang yang menunggunya, laki laki. Tampang mereka cemas. Pastinya, mereka itu Hendra dan Jordan.
"Hai," sapa Dina kepada dua orang itu.
"Kok berangkat?" Tanya Hendra.
"Emang gak boleh ya gue berangkat?" Jawab Dina menampilkan raut wajahnya yang sedih.
"Eh, bukan begitu, wajah lo pucet banget. Dan kemaren lo pingsan begitu aja, dan lo kenapa berangkat? Maksud he, ya secara kan lo masih agak sakit gitu, masa dipaksain," balas Hendra cemas.
"Udah, gue gakpapa, gue udah baikan kok," ucap Dina.
"Good girl,"
"Ohiya, Din, nanti pulang sekolah tanding voli, lo mau ikut?" Tanya Jordan. Oiya, Jordan itu eskulnya voli, begitupun Dina.
"Yaikutlah, masa engga, gue bakal ikut." Jawab Dina antusias.
"Tapi, Dina. Lo kan masih sakit," ucap Hendra cemas.
"Gue gak bakal sakit, kan kata orang, kalo sakit harusnya dibawa beraktivitas, jadi santai lah," jelas Dina santai.
"Oke lah kalo itu mau lo, gue gak bisa nentang," balas Hendra.
"Hmm,"
Pulang sekolah
Dina merapikan buku dan alat tulisnya.
"Eh, Din, lo jadi kagak?" Tanya Jordan.
"Yajadilah," jawab Dina kalem.
"Okeh kalo jadi ayok!" Ajak Jordan menarik lengan Dina.
Mereka berjalan menuju lapangan voli, namu langkah Jordan terhenti. Jordan perlahan berbalik ke arah Dina. Jordan meneliti setiap inci wajah Dina.
"Hmm, Din, ngelihat wajah lo gini, lo beneran jadi ikut?" Tanya Jordan cemas melihat wajah Dina yang pucat.
"Hah? Gue gakpapa,"
"Yaudah lo ganti baju dulu sana, nih tadi waktu istirahat gue di kasih sama Adriana, cepet!" Perintah Jordan sambil menyodorkan seragam olahraga.
"Siap, bos!" Jawab Dina. Dina langsung berlari menuju kamar mandi meninggalkan Jordan.
Dina POV
Aku tidak sabar untuk voli hari ini. Aku mengganti bajuku di kamar mandi. Setelah itu, aku hendak mencuci muka.
Wajah gue kayak nenek sihir, batinku.
"Hai," ucap seseorang.
Aku berbalik, menatap gadis yang menyapaku, "Tia.." Jawabku.
"Muka lo kenapa? Lo sakit? Pucet gitu," Tanya Tia cemas.
"Gue gak papa, lo mau nonton voli? Gue main loh," ucapku bersemangat.
Tia memasang raut wajah yang sedih, "kenapa lo harus main voli di saat keadaan lo kayak gini," ucapnya khawatir.
Aku tersenyum, "selama lo dukung gue, gue bakal baik baik aja, percaya deh." Ucap ku menepuk kedua bahu Tia.
"Yaudah, cepet ganti baju, gue tunggu di depan,"
"Okeeh."
Lemah, pusing, capek, itu yang kurasakan saat ini.
'Gue ga boleh kaya gini,' batinku.
aku keluar dari kamar mandi. Tia menungguku.
"Udah, ayo cepetan!" Ajaknya. Aku menghela napasku, "ya, ayo."
Aku berjalan menuju menuju lapangan. Aku melihat sekeliling agar tidak ada Dita.
"Untung ga ada Dita, kalo ada bisa berabe gue," gumamku.
"Din? Barusan lo ngomong paan?" Tanya Tia yang sedari tadi menatapku.
"Eh, engga gapapa." Jawabku cengengesan. Tia mendengus kesal.
"Ooh,"
Semua pasang mata menatapku iba.
"Dina? Lo yakin mau ikutan?" Ucap seseorang, namanya Adi. Anggota voli, temannya Jordan.
"Iyayalah, gue udah lama gamain voli, yakali gue mau sia siain kesempatan," jawabku kesal.
"Udah, karena Dina nya gitu, yaudah ayo semuanya langsung di posisi," ucap Pak Andi-pelatih voli-
Petandingan voli berlangsung, aku lemas.
"Din, lempar!"
"Lempar, oy!"
"Lempar, anjir."
Perintah perintah memasuki indra pendengaranku.
Hidungku meneteskan darah, aku pusing, aku lemas. Mataku mulai berat.
'gue udah ga kuat lagi, gue berasa mau mati,' batin ku.
Aku tak sadarkan diri.
"DINAAA!" Teriak Tia yang terakhir ku dengar.
****
Holaaa, udah lama ya di gantungin? I'm so sorry, karena lagi bnyak banyaknya tugas dan ujian, 2 minggu lagi juga mau uts.
Terus cerita ini makin lama makin absurd aja.
So, jangan lupa vomments yaawww! Thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hated
Teen FictionDita adalah satu orang yang sangat penting bagi Dina. Namun, Dina berpikir, bahwa Dita hanya menganggapnya kembaran biasa. Ya memang Dita hanya menganggapnya biasa. Namun suatu hari nanti, Dita akan menyesali anggapannya.