Chapter 22 : flashback'02

4.3K 228 2
                                    

mungkin memang saat ini semua masih tertutup rapi, tapi jika memang waktu tak menghendaki, semua kan terbukti seiring langkah yang tak pasti.

****

5 bulan sebelumnya..

Sekarang, Dina, Tia, Jordan, dan Hendra berkumpul di satu meja kantin rumah sakit. Mereka semua terdiam.

"Ehm" ucap Dina mengawali pembicaraan di antara mereka.

"Gimana, Din?" Tanya Tia, Hendra, dan Jordan bebarengan.

"Mm, gue..."

"gue apaan njir? buruan ah"

Dina menarik napas panjang dan menghembuskannya, "gue selama ini punya kanker leukimia gais.." ucapnya cepat.

Hening sesaat...

"Lo.. Lo ga bohong kan? Lo becanda kan?" tanya Hendra sedikit emosi.

Dina menghela napas lelah, "buat apa gue bohong ataupun bercanda" ucapnya

Jordan mulai emosi dan menggebrak meja, "OY! KALO BERCANDA JANGAN GINI DONG!" gertaknya.

Tia menangis dan semua orang di kantin tersebut menatap mereka heras sekaligus panik.

Kini Tia mulai bicara, "semenjak kapan?" Tanyanya pada Dina dengan suara pelan dan serak.

"3 hari sebelum lo ulang tahun, Tia" jawab Dina.

Mereka tersentak kaget, "serius lo?!" Tanya Tia, Jordan, dan Hendra serentak.

Dina hanya mengangguk lemah.

"Itu udah 7 bulan yang lalu, Din. Dan lo barusan bilang sama kita?!" Tanya Tia yang masih kaget dengan jawaban Dina tadi.

"Gue.. Gue udah pernah mau ngomong sama kalian, tapi gue rasa waktu itu terlalu cepat buat gue," Balas Dina dengan pelan dan lirih.

"Kapan, Din, kapan lo pernah mau ngasih tau kita?" Tanya Hendra.

"Kalian inget waktu kita ketemuan di kafe 7 bulan lalu. Waktu itu gue habis dari rumah sakit dan ngumpulin kalian di kafe itu. Waktu juga 3 hari sebelum ulang tahun lo, Tia," jelas Dina.

Mereka tersentak kaget lagi, dan Hendra mulai menitikkan air mata. Dengan cepat, ia menghapus air matanya tersebut.

"Dan, sekarang lo udah masuk ke tahap mana, Din?" Tanya Tia sembari berusaha menenangkan dirinya.

"Gue udah masuk ke stadium 3," balas Dina dan semua temannya tersentak kaget. Bahkan, Tia yang berusaha menenangkan dirinya tadi, tambah menangis lagi. Hendra yang tadi hanya menitikkan airmata, kembali menitikkan airmata,namun bedanya airmata itu mengalir. Sedangkan Jordan, ia tersulut emosi dan khawatir.

Semua orang yang berada di kantin tersebut mungkin sudah menganggap mereka gila sampai ada seorang perempuan paruh baya mengingatkan mereka, "Nak, apa kalian baik-baik saja?" Tanya seorang perempuan paruh baya tersebut.

Dina yang masih sedikit tenang daripada ketiga temannya itu tersenyum tipis dan berkata, "kami tidak apa-apa, Bu" ucapnya.

Seorang paruh baya tersebut tersenyum maklum, "Nak, maaf sebelumnya. Ini tempat umum, nak. Sebaiknya kalian jangan membuat semua orang yang berada di sini menjadi khawatir kepada kalian" ucap perempuan paruh baya tersebut.

Mendengar apa yang perempuan paruh baya tersebut katakan, Dina langsung melihat keadaan di kantin itu. Dan benar ucapan seorang paruh baya tersebut, semua orang yang berada di tempat itu melihat ke arah mereka.

"Maaf, Bu, kami mengacau di sini, dan terima kasih telah mengingatkan kami," ucap maaf Dina kepada perempuan itu.

Seorang perempuan paruh baya tersebut memaafkannya dan meninggalkan mereka.

"Eh guys, kita.. pindah aja yuk ke tempat yang lebih tenang? Rooftop mungkin?" Tanya Dina kepada Tia, Hendra, dan Jordan.

Hendra menghapus airmatanya dan tersenyum lalu mengangguk.

Jordan yang tadi menenangkan Tia, menggandeng Tia.

***

Setibanya mereka di rooftop rumah sakit itu, tidak ada yang mengawali pembicaraan.

Hening selama beberapa saat.

Mereka semua menunduk, sampai Hendra mengangkat kepalanya lalu tersenyum dan berkata, "asal kalian tahu, ini kedua kalinya gue nangis seumur hidup gue" ucapnya.

Mereka semua mengangkat kepalanya dan mengernyit (kecuali Hendra), "maksudnya?"

"Iya, ini kedua kalinya gue nangis." jawab Hendra.

"Kalian mau dengar?" Tanya Hendra.

Mereka semua mengangguk (kecuali Hendra) dan Hendra mulai bercerita, "Dulu waktu gue umur 10 tahun, bokap gue meninggal karena kecelakaan, dan gue nangis selama 1 minggu, dan gue sadar, bahwa itu pertama kalinya nangis. Mungkin orang-orang selalu menganggap kalau gue itu orangnya selalu bahagia, tapi kenyataannya, gue rapuh." jelasnya.

Tia, Dina, dan Jordan masih belum merespon kembali.

Hendra tersenyum dan menyentuh bahu Dina lalu berkata, "gue akan selalu support lo, Din" ucapnya.

Tia lalu juga menyentuh bahu Dina, "gue juga".

Jordan juga melakukan hal tersebut, "gue juga".

Dina tersenyum lalu memeluk ketiga teman baiknya itu, "thanks a lot, my best friends".

****

HELLAWW!
1 bulan gua gantungin gimana rasanya?😂
haha, sorry deh. gue akhir-akhir ini itu sibuuuukkkk banget, terus tanggal 5 Desember gua ada UAS, doain gua sukses yaak😆

Terus juga  Insya Allah, setelah tanggal 10 Desember which means gua selesai UAS, gua uplot sampe part terakhir.

Dan...

gua tahun baru nanti (Insya Allah kalo ada yang ngingetin :v) gua mau bikin cerita baru YEAYY :v

udah deh segini dulu, BHAYY. see u in next part!!

vomments(!)

HatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang