24. Kehilangan

38 1 0
                                    


Kehilangan

Entah ada rasa yang seperti apa, aku menghampiri Indri yang duduk di pojok kelas.

"Hai, Ndri. Kamu kenapa?" tanyaku sambil mengambil duduk di bangku sebelahnya.

"Bundaku... Bundaku masuk rumah sakit. Bunda sudah lama sakit kanker rahim, aku tidak mau

Bunda pergi," ucap Indri sambil terisak. Hatiku terenyuh, reflek aku memegang bahunya untuk menenangkannnya.

"Sudahlah, aku yakin kok kalau Bundamu pasti akan bertahan. Kamu tahu? Perempuan itu terlihat lemah, tapi sesungguhnya dia kuat. Percayalah," kataku sok bijak.

Mungkin aku akan sama seperti Indri saat salah satu dari orang tuaku pergi. Aku hanya tidak suka melihat orang lain sedih.Indri sudah mulai tenang, syukurlah.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang. Kulihat Pak Jono mulai masuk ke kelasku.

"Kepada siswi yang bernama Amanda kelas X-4, dimohon untuk menuju ruang guru segera," ucap Pak Jono.

Hei! Itukan namaku.

Aku segera mengikuti langkah kaki Pak Jono. Samar-samar kulihat ada sosok pria yang tidak asing.

Ya, dia adalah Om Satrio. Aku yang tidak tahu apa-apa hanya bisa mengikuti langkah kaki Om Satrio hingga menuju rumah sakit. Aku masuk ke ruang tunggu pasien ICU. Ya, itu Papa. Papaku sudah dua hari di ruangan itu.

"Papa kenapa, Ma?" tanyaku pada Mama yang hanya diam.

"Tidak ada apa-apa. Mama pikir lebih baik kamu di sini bersama Papa. Semoga keadaan Papa bisa stabil, Nak."

Aku tidak mengerti dengan ucapan Mama. Aku terus menunggui Papa sampai pukul empat sore. Mama menyuruhku pulang untuk mengambil baju ganti.

Sesampai di rumah, aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku mendengar seperti orang menangis. Suara siapa itu?

Aku mandi dengan tergesa-tergesa dan segera membuka pintu. Di depan pintu aku melihat Mama menangis.

"Ada apa, Ma?" tanyaku bingung.

"Papa sudah tidak ada, Nak. Papa pergi meninggalkan kita."

Bibirku bergetar, badanku lemah, jantungku berdebar-debar. Oh, tidak! Apakah aku menangis? Aku benci menangis. Kenapa Papa meninggalkan Manda, bahkan Manda tidak ada di samping Papa saa itu. Bukankah keadaan Papa stabil.

"Manda, sebenarnya keadaan Papamu sejak tadi pagi sudah kritis. Dokter menyuruh agar seluruh keluarga berkumpul dan saat itu Mama meminta Satrio untuk menjemputmu," kata Mama.

Kenyataan apa lagi ini? Kenapa semuanya berbohong? Bukankah tadi Papa tidak apa-apa? Kenapa tidak ada yang mengatakan padaku jika Papa kritis? Kalau begitu aku tidak akan memilih untuk pulang. Aku akan tetap di samping Papa sampai saat terakhirnya. Papa... Maafkan Manda.

Kulihat Mama yang tampak tegar. Tiba-tiba aku teringat percakapanku dengan Indri. Seorang perempuan akan terlihat lemah, tapi sesungguhnya dia kuat. Percayalah.

Games : DrabbleWhere stories live. Discover now