Kebenaran

3.2K 238 6
                                    

"Assalamualaikum"

Ceklek.....

"Walaikumsallam"

Seorang remaja pria mematung di depan pintu dengan pakaiannya yang basah kuyup.

"Astagfirullahaladzim Byan, kamu kenapa basah kuyup kaya gini nak?" Tanya seorang wanita paruh baya.

"Maaf bun malam-malam begini aku ganggu, apa Ailanya ada bun? Aku bisa bertemu dengan Aila?" Ucapan Byan terdengar lirih.

"Baiklah bunda panggil Aila sebentar, kamu masuk dulu."
Ujar bunda Aila dengan lembut.

"Ai...... ada Byan di bawah, sebaiknya kamu samperin, sepertinya dia sedang ada masalah. Dia butuh kamu."

"Malam-malam begini? Di luar hujan deras kenapa dia kesini?" Tanya Aila tak percaya.

Sekarang memang baru jam 8 malam, tapi di luar hujan turun dengan derasnya.

Orang lain mungkin lebih milih berdiam diri di rumah daripada bertamu ke rumah orang.

"Bunda juga ga tau Ai, Byan terlihat tidak baik-baik saja. Bajunya basah kuyup, kamu temui dia biar bunda carikan baju bang Adnan untuk Byan."

"Baik bun"

Aila segera memakai jilbabnya dan keluar dari kamar untuk menemui Byan.

Aila terkejut dengan apa yang dilihatnya sekarang.

Sekarang Byan sedang berdiri mematung di pintu rumahnya, dengan baju yang basah kuyup dan kepala yang tertunduk tanpa ada niatan masuk ke dalam.

"Byan....."
Panggilnya pelan.

Byan mengangkat kepalanya dan menatap Aila sendu.
Bahkan wajahnya terlihat pucat sekarang.

"Ai......
Papa masuk rumah sakit" ucapnya lirih.

"Pak, apa bapak tidak sedih melihat Byan yang terus-terusan menjauhi bapak? Apa tidak sebaiknya kita beritahu saja kebenarannya."

"Kebenaran apa bi?"

"Kebenaran bahwa sebenarnya bapak sangat peduli dan khawatir akan keadaan ibu sewaktu beliau hidup, bahkan bapak rela menuruti keinginan terakhir beliau."

"Yang dia inginkan adalah merahasiakan penyakit yang di deritanya pada Byan. Padahal saya sudah berusaha untuk membujuknya melakukan kemoterapi, tapi ia takut jika Byan akan mengetahui penyakitnya jadi dia lebih memilih meminum obat-obatan selama bertahun-tahun. Ia juga meminta saya untuk tetap bekerja sewaktu ia di rumah sakit dan tak perlu mengkhawatirkannya. Dia sungguh ibu yang hebat. Bahkan sewaktu Byan sibuk menemaninya di rumah sakit dan tidak ingin mengurusi pendaftaran SMAnya, ia menyuruh saya mendaftarkan Byan sekolah. Ia sangat menyayangi Byan begitupun sebaliknya. Saya hanya tidak tega memberitahukan kebenaran ini kepada Byan, karna Byan sampai sekarang belum tahu penyakit ini, yang ia tahu mamanya meninggal karna stress yang di deritanya. Jadi itu yang membuat Byan beranggapan stress yang di derita mamanya disebabkan oleh saya."

"Jadi selama ini mama punya penyakit? Dan papa yang mengurus sekolahku bukan mama? Kenapa..... kenapa papa nyembunyiin semua ini dari aku? Aku adalah pembunuh mama yang sebenaranya. Pasti mama stress menyembunyikan penyakitnya dariku kan pa?"

"Tidak Byan, jangan berfikiran seperti itu. Kamu bukan pembunuh sayang. Mama pergi ninggalin kita karena kehendakNYA bukan karena kamu."

Byan hanya berdiri mematung di tempatnya, ia tidak bisa mencerna perkataan papanya dengan baik.

Ia terlalu syok dengan apa yang barusaja ia dengar.

Byan membalikkan badannya dan segera pergi keluar rumah.

AILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang