Baikan

3.3K 211 3
                                    

#Byan

Seperti perkataan ayah Aila semalam, sekarang kami sedang dalam perjalanan menuju kamar rawat papa.

Sebenernya gue bener-bener nervous sekarang, gue gugup karna rasa bersalah gue ke papa semakin dalam.

Gue takut, gue takut kalo papa bakal benci balik sama gue kaya apa yang gue lakuin ke dia dulu.

Itu kemarin sebelum gue tahu yang sebenarnya.

Gue merasa bodoh banget, kenapa dengan mudahnya otak gue berpikiran konyol semacam itu.

Dengan gampangnya gue menuduh papa penyebab kematian mama.

Jelas-jelas mereka berdua sangat amat saling mencintai, dan tentunya mencintai gue juga yang notabennya anak semata wayang.

Gue tersenyum miris dengan cara berpikir gue kemaren-kemaren.

Kamar rawat inap bernomor 204 terlihat jelas di depan mata gue, gue memegang pintu dengan perlahan.

Ceklek.....

Pintu terbuka dan gue liat papa sedang berbaring di bangsal rumah sakit dengan wajah pucat.

Sebelumnya ia memandang ke arah kanannya, namun ketika ayah Aila mengucap salam ia tersenyum dan berkata
"Walaikumsallam"

Sekarang gue udah berada di barisan paling belakang.

Gue belum siap berdekatan dengan papa.

"Wah ada Aila, kamu apa kabar Ai? Om kangen sama kamu kapan-kapan main kerumah lagi ya" Senyum terlihat di muka pucat papa.

"Alhamdulillah baik om, om gimana udah mendingan?"

"Alhamdulillah Ai kata dokter om cuma kecapaian aja, hehehe maklum udah tua"

"Tapi om masih keliatan ganteng kok om, Byan aja kalah sama om hehehe" Aila terkekeh kecil sambil melirik ke arah gue.

Gue tau itu cuma akal-akalan dia aja buat mancing gue ngomong, karna sedari tadi gue masih diem bak patung tak bernyawa.

"Emmm apa semalem Byan menginap?" Tanya papa ke ayah Aila.

"Iya pak semalam Byan menginap di rumah kami, sebelumnya Byan juga sudah pernah berkunjung ke rumah kami" ucap ayah Aila

"Maaf jika Byan merepotkan kalian" ujar papa dengan raut wajah sedih.

"Tidak....tidak sama sekali pak, kami sudah mengganggap Byan sebagai anak sendiri" kali ini bunda Aila menjawab dengan lembut.

"Terimakasih banyak"

Dan selanjutnya obrolan-obrolan terjadi antara keempat orang itu.

Gue masih terdiam di sudut ruangan, sampai akhirnya ucapan pamit ayah Aila terdengar di kuping gue.

"Kalau begitu saya pamit dulu pak, semoga Allah segera mengangkat penyakit bapak"
Pamit ayah Aila

"Aamiin,,, sekali lagi terimakasih pak"

"Yah, Ai ga ikut pulang ya yah" ucap Aila dengan nada memohon.

"Memangnya kamu mau kemana sayang?" Tanya ayah Aila.

"Ai mau disini aja temenin om Arya" jawab Aila.

"Tapi om Arya butuh istirahat sayang, nanti yang ada kamu ganggu waktu istirahatnya om Arya" ujar bunda Aila.

"Please yah" ucap Aila sambil menggoyang goyangkan tangan ayahnya.

"Tidak papa pak, malah saya senang jika di temani Aila"
ucap papa sambil tersenyum.

AILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang