Perasaan Terpendam

2.2K 151 1
                                    

Tap...Tap...Tap

Langkah kaki terdengar nyaring di lorong sekolah ini, karena memang jam pulang sekolah telah usai sedari tadi.

Aila menghampiri lokernya mengambil bukunya yang tertinggal.

Saat ia membuka lokernya, sebuah amplop berwarna putih dengan corak biru langit terjatuh tepat di sepatunya.

Sepucuk surat terlihat saat ia membuka amplop berwarna indah layaknya langit cerah di pagi hari tersebut.

Tidak ada sebuah kalimat, satu katapun tak ada.

Hanya ada sebuah huruf bertuliskan A dan sebuah tanda senyum di baliknya.

Alisnya berkerut bingung, siapa yang mengirimkan surat ini untuknya? Tanyanya dalam hati.

Ia hanya mengangkat kedua bahunya, tak mau ambil pusing dan menaruh kembali surat tersebut di lokernya.

Ternyata ada benda lain lagi di lokernya, saat ia menyadari benda apa itu dirinya makin di buat bingung.

Minuman pereda sakit datang bulan.

Siapa yang tahu jika sedari tadi ia menahan sakit di perutnya karena tamu bulanannya?

Seingatnya ia tidak mengeluhkan sakitnya kepada siapapun.

Aila hanya tersenyum, kemudian mengambil minuman itu.

Siapapun kamu. Terimakasih. Ucapnya dalam hati.










Byan terus menatap langit-langit di dinding kamarnya, entah sampai kapan ia akan melakukannya.

Dalam benaknya masih terbayang kejadian kemarin sore.

"Gue tau lo cinta sama dia."

Satu kalimat yang keluar dari mulut Gilang, membuat Byan mematung seketika.

Hening, tak ada jawaban yang keluar dari mulut Byan.

Ia hanya tak tahu harus berkata apa, karena yang dikatakan oleh Gilang adalah apa yang ia rasakan kini.

Ia tak bisa membohongi hatinya lagi.

"Kenapa?"

Byan menoleh pada Gilang yang sedang menatap langit sore berwarna indah itu.

"Kenapa lo mau bantu gue kemarin?"

"Sejak kapan lo tahu?" bukannya menjawab pertanyaan Gilang, Byan malah bertanya balik.

"Terlihat jelas, tatapan lo ke dia, sikap lo yang pura-pura cuek ke dia makin buat gue penasaran. Makannya gue minta tolong sama lo buat bantu gue, tapi justru gue nyesel. Entah kenapa gue justru merasa bersalah sama lo, jawaban lo ternyata beda sama ekspektasi gue. Gue kira lo bakal nolak bantu gue nyatain perasaan ke Aila, ternyata gue salah."

Kini Gilang mengalihkan tatapannya pada Byan di sampingnya yang hanya menatapnya datar.

"Lo memang bisa sembunyiin perasaan lo ke Aila, tapi engga ke gue. Gue ga sepolos Aila kali" ucap Gilang sambil terkekeh dan memukul bahu Byan pelan.

Byan hanya menampilkan senyum tipisnya.

"Makasih"

Byan menaikkan sebelah alisnya.

"Makasih udah ngorbanin perasaan lo kemarin."

Byan hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali, menanggapi ucapan Gilang.












AILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang