07. PENASARAN

3.8K 219 0
                                    

Malam ini, Rara tidak bisa tidur. Perkataan Fatimah masih tergiang ditelinganya. Rasyid dan Fatimah adalah saudara? Oke, mungkin ini terlalu berlebihan bagi Rara memikirkan hal tersebut terus menerus, tapi kini dia menganggap wanita berhijab besar itu sebagai salah satu sahabat, dan bukannya seorang sahabat itu harus jujur satu sama lain. Kalian boleh mengatakan Rara orang yang posesif. Ia terus memikirkan hubungan Rasyid dan Fatimah. Ada api kemarahan dihatinya yang meletup-letup, membiarkan hatinya terselubungi oleh kemarahannya sendiri.

Kenapa Fatimah nggak cerita sama gue?.

⏪⏩

Pukul 01.15, Masih terlalu bagi untuk bangun. Kemudian Rara keluar kamar dan berjalan mengelilingi pondok berharap ia bisa tidur setelah itu. Tapi tidak menghasilkan apapun, matanya tidak mau menutup dan badannya masih ingin diajak bergerak bebas menembus udara pagi yang dingin.

Ia berdiri didepan masjid pondok yang sepi. Dilihatnya seorang laki-laki yang telah selesai menunaikan ibadah solat Tahajjud, yang mengharap ridho dan keberkahan dari tuhan-Nya. Rara berjalan mendekati pintu masjid yang sedikit tertutup, cahaya lampu yang menerangi masjid memperjelas sesosok Rasyid yang tengah beribadah. Rara sekarang berdiri didepan pintu, menatap punggu pria berpeci itu dari kejauhan.

"Ppssttt Rasyid" panggil Rara pelan, nyaris berbisik.

Rasyid mengacuhkan panggilan Rara. Kesal karena Rasyid tidak merespon. Ia mengambil kerikil dan dilempar kearah punggung Rasyid.

"Astagfirullah"

Rasyid melihat Rara yang sedang berdiri didepan pintu sambil melipat kedua tangannya didepan dada serta tatapan hangat yang menghiasi mata coklat milik gadis itu. Ia tetap dalam posisi duduk.

"Kamu nggak mau solat Tahajjud juga?" Tanya Rasyid hati-hati

"Hah? Apaan tuh? Gue nggak tau. Ajarin kek biar gue tau"

Rasyid menundukkan pandangannya dan berdiri menghadap Rara. Jarak mereka memang jauh, tapi Rara bisa merasakan aura yang mengikatnya. Seperti Dejavu.

"Saya tidak bisa mengajari kamu solat. Kita beda. Kamu perempuan dan saya laki-laki. Kenapa kamu tidak meminta bantuan Fatimah? Insya Allah dia bisa membantu kamu"

Rara memanyunkan bibirnya tidak terima dengan pernyataan Rasyid. Gagap dengan pernyataan itu, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia berdiri tegap dan menatap lurus Rasyid.

"Gue tau lo sama Fatimah sodarakan?". Kikuk. Rara menundukkan kepalanya dan mengambil ponselnya yang masih berlayar hitam.

Rasyid terkejut Rara bisa mengetahui statusnya dengan Fatimah. Ia mengangguk sebagai tanda benar.

"Kenapa harus ada batasan buat cewe sama cowo sih? Emang salah kalo mau deket?" Rara mengalihkan pembicaraan.

"Enggak salah, hanya saja Allah ingin menjaga kesucian perempuan dan laki-laki. Bisa kok kita berteman tapi kita juga harus tau adab berteman dengan lawan jenis"

Rara memutar matanya masih bingung. Aelah temenan aja ada aturannya.

"Oke. Gue mau tanya kenapa lo solat tahjjud?" Selidik Rara.

"Hidup saya tidak hanya di dunia ini. Masih ada akhirat yang menunggu saya disana. Jadi saya harus persiapkan diri saya agar saya tidak menyesal nantinya. Dengan sholat Tahajjud insyaallah akan mempermudah saya menuju surga Allah. Karena Allah menjanjikan pada hambanya yang mau melaksanakan sholat di sepertiga malam terakhir akan dikabulkan doanya dan akan diampuni dosanya"

Rara mangangguk paham. Bibir merahnya membentuk huruf O.

Rara terdiam dan menimbang nimbang pertanyaan dikepalanya yang akan ia ajukan ke Rasyid . Perkataan Rasyid membuatnya sadar akan adanya kematian dan adanya kehidupan abadi setelah kehidupan didunia dan kematian, yaitu akhirat.

Rara teringat satu hal yang masih membuatnya bertanya-tanya. Ia melumat bibir bawahnya dan menggaruk pelan lengannya yang mulai digigit nyamuk yang kelaparan. Ia teringat perkataan Fatimah tempo hari, walau ia sudah mendapat penjelasan dari Fatimah, namun hatinya belum bisa sepenuhnya menerima semua itu

"Terus kenapa wanita harus menutup badannya? Padahal lo taukan kalo cewe itu seneng diperhatiin?" Cerocos Rara.

"Ehm gini aja deh" Rasyid memutar kedua bola matanya. " Ada dua permen yang satu dibungkus dengan rapi dan yang satu terbuka yang akhirnya dimakan oleh semut. Mana yang kamu pilih?" Tanya Rasyid.

"Mesti yang ditutuplah. Lebih bersih"

"Seperti itulah aurat wanita. Jika kamu sering membukanya dan itu dilihat oleh orang yang tidak sepatutnya dilihat, sama saja kamu seperti permen yang di makan semut. Berbeda dengan permen yang dibungkus rapi. Ibarat kamu menutup auratmu dan hanya kamu tunjukkan untuk mahrammu saja"

"Setau gue juga ya Rasyid. Nggak ada tuh perintahnya buat nutup aurat" bantah Rara. Ia tidak ingin percaya begitu saja dengan ucapan Rasyid, padahal hatinya sudah bisa menerima pernyataan tersebut. Tapi karena egonya yang terlalu besar, ia menepis semua pernyataan yang memutari kepalanya.

"Ada. Hanya saja kamu tidak mau mencari dan memahami isi Al-Qur'an. Hai nabi, katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin:'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. 'Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Q.s Al Ahzab ayat 59"

Rara diam dan melihat dirinya dari bawah sampai atas. Kemudian dia membayangkan saat dirinya memakai jilbab. Memang berbeda. Bener juga omongan Rasyid.

"Kenapa kamu nggak tidur?"

Rasyid mengalihkan pembicaraan.

"Belum ngantuk. Gue nggak bisa tidur" Rara menekuk bibirnya seperti bebek.

"Kalau begitu lebih baik kamu tidur, ini sudah malam. Agar kamu besok bisa menjalankan kegiatan pondok dengan semangat"

Rasyid melirik sekilah wajah Rara yang sudah tertekuk. Imut. Rasyid tersenyum tipis karena wajah imut Rara.

Rara berjalan maju kearah Rasyid dan sekarang benar-benar berada didepan Rasyid.

"Thanks ya. Rasyid"

⏪⏩
Makasih sama kalian yang masih setia membaca :). Maaf kalo ceritanya membosankan. Tetep komen dan vote ya.
Syukron

Ra&Ra[SPIRITUAL-01]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang