15. BIMBANG

3.3K 197 3
                                    

Setelah mendengar perkataan Rara. Fatimah sangat emosi dengan sikap kakaknya. Ia berjalan menuju asrama laki-laki. Walau hari sudah malam ia tetap memberanikan dirinya untuk memasuki asrama laki-laki walau tau konsekuensinya.

Fatimah berjalan dengan penuh amarah. Ia berdiri didepan pintu dan mengetuk pintu itu.

"Assalamu'alaikum bang Rasyid" dengan nada sedikit tinggi.

⏪⏩

Rasyid mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya. Danang dan Toni yang sedang belajar mengalihkan pandangannya ke arah pintu.

"Assalamu'alaikum bang Rasyid". Suara gedoran pintu semakin terdengar.

Suara nyaring itu terdengar familiar ditelinga Rasyid. Fatimah. Ia langsung bangkit dan berjalan menuju pintu.

Rasyid menarik gagang pintu dan melihat keluar kamar. Didapatinya Fatimah yang sedang berdiri menghadap kearahnya dengan muka yang tertekuk. Ia terkejut melihat adiknya yang tidak seperti biasanya.

"Kenapa kamu disini? Ini asrama cowo. Lebih baik kamu kembali kekamarmu" perintah Rasyid.

Plak

Tamparan itu berhasil mengenai pipi kanan Rasyid sehingga menimbulkan efek panas dipipinya. Danang dan Toni terkejut melihat kejadian barusan, tak terkecuali Rasyid sendiri. Ia memegang pipi kanannya dan menatap Fatimah geram.

"Fatimah tau bang, kalo kak Rara tata kramanya kurang. Fatimah tau bang, kalo kak Rara tidak bisa menutup auratnya secara total. Tapi bang, abang nggak pantes mengatakan jika kak Rara itu wanita murahan" bentak Fatimah dengan mencungkan jari telunjuknya kewajah Rasyid. Amarahnya tidak bisa dibendung lagi.

"Abang inget apa yang pernah abang katakan? Abang nggak akan pernah nyakitin hati seorang wanita, karena sama saja menyakiti hati ummi 'kan bang? Tapi apa kenyataannya? Abang udah nyakitin hati kak Rara berarti abang juga udah nyakitin hati ummi" lanjut Fatimah terisak.

Rasyid terdiam. Ia menutup matanya agar air matanya tidak keluar. Ia mengingat kejadian 2 tahun yang lalu dimana ibunya meninggal karena dirinya.

"Abang juga masih ingetkan kenapa ummi bisa meninggal? Semua karena abang!" Bentak Fatimah."coba saja abang tidak ikut balapan liar dan tidak keluar malam setiap hari,ummi pasti tidak akan meninggal" Fatimah menangis. Ia tidak kuasa mengingat kejadian masa lalunya yang suram.

Rasyid mengelus bahu adiknya pelan. Ia sadar kini semua salahnya. Fatimah tetap dalam tangisannya. Rasyid menarik Fatimah dalam pelukannya, tapi Fatimah menolaknya.

"Abang harus minta maaf sama kak Rara. Fatimah juga ingin tanya ke abang, sebenarnya abang suka sama kak Rara apa tidak sih?" Tanya Fatimah sambil menautkan kedua alis tebalnya yang terhalang jilbab.

"Abang juga tidak tau" Rasyid menggelengkan kepalanya. Ia masih bingung dengan perasaannya sekarang terhadap Rara.

Fatimah menghapus air matanya dan kini berdiri tegap menghadap Rasyid. Ditatapnya mata coklat kakaknya yang dapat memikat siapa saja.

"Abang jangan pernah menyesal jika suatu hari nanti hati kak Rara diisi oleh orang yang mungkin lebih baik daripada abang. Tetapkan hati bang. Mintalah petunjuk kepada yang Maha kuasa. In Shaa Allah bisa membantu. Kalau begitu Fatimah pamit dulu. Assalamu'alaikum" Fatimah menundukkan pandangannya, kemudian membalikkan tubuh mungilnya membelakangi Rasyid.

Fatimah pergi meninggalkan Rasyid yang berdiri memperhatikannya. Ia masih kesal dengan perilaku kakaknya yang tidak tanggung jawab.

"Asaalamu'alaikum Fatimah"

Fatimah sontak menoleh kesumber suara. Itu pak kyai.

"Waalaikumus salam pak kyai"

"Apa yang kamu lakukan disini. Ini asrama laki-laki. Kamu mau dihukum?"

Fatimah menggeleng. Mukanya masih tertekuk.

"Bertemu bang Rasyid pak kyai. Yasudah saya kembali ke kamar dulu pak kyai" ketus Fatimah tanpa memperhatikan lawan bicaranya. Jika ia sadar dengan siapa ia berbicara, pasti perilaki Fatimah tidak akan seketus barusan.

Setelah memberi hormat pada pak kyai Fatimah langsung berjalan meninggalakan pak kyai.

Pak kyai berjalan menuju kamar Rasyid.

"Assalamu'alaikum Rasyid"

"Waalaikumus salam warahmatullah"

Rasyid membuka pintu. Didapatinya sekarang pak kyai. Dengan senyumnya yang tampan, ia mempersilahkan pak kyai masuk.

"Ada keperluan yang mendesak pak kyai?" Tanya Rasyid.

"Ya. Banyak sekali, tapi saya ingin tanya sama kamu. Tadi saya bertemu dengan Fatimah adik kamu, kenapa dia kemari?"

Rasyid bungkam. Ia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya pada pak kyai.

"Yah ada urusanlah pak kyai" goda Rasyid.

"Kamu patah hati ya?" Goda pak kyai.

Perkataan pak kyai sontak membuat Danang dan Toni tertawa melihat Rasyid yang salting.

"Iya pak kyai, tadi dia udah nolak Rara. Eh malah dia yang nyesel" cerocos Danang.

Ada tatapan tajam yang menusuk Danang setelah mengatakan itu. Toni menyikut lengan Danang pelan.

"Jadi kamu menolak Rara?" Tanyak pak kyai.

Rasyid mengangguk polos. Rahasianya terbongkar karena mulut lemes Danang. Rasyid hanya diam melihat tawaan Danang dan Toni juga pak kyai.

"Rasyid, perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Jika kamu benar-benar menyukai Rara langsung khitbah dia"

"Saya belum siap pak kyai"

"Berarti kamu harus siap-siap melihat Rara dikhitbah oleh lelaki lain"

"Jangan sampai pak kyai"

Rasyid langsung menutup mulutnya setelah mengatakan itu. Hatinya meletup-letup mengingat kembali Rara.

"Wih sudah ada perasaan cinta nih. Ciye Rasyid suka sama si Rara" goda Danang.

"Enggak" bantah Rasyid.

"Beneran abang nggak suka sama si Rara? Mending buat ana aja bang" goda Toni sambil menaik turunkan alisnya.

Danang dan Toni tos bersamaan, diikuti tawa keduanya. Entah apa yang membuat Toni mengikuti celotehan Danang. Rasyid menatap tajam Toni.

Pak kyai dibuat geli karena ulah para santrinya.

"Yasudah. Yang terpenting serahkan semua kepada Allah, dialah yang Maha Mengetahui. Hari Jum'at setelah sholat Jum'at temui saya dikantor, saya ingin membahas tentang kegiatan bulan Ramadhan. Itu saja yang ingin saya sampaikan kekamu Rasyid. Saya pamit dulu, Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumus salam warahmatullah" kata ketiganya bersamaan.

Pak kyai sekarang benar-benar keluar dari kamar Rasyid.

"Jadi gimana bang, masih nggak suka sama Rara?"

"Kamu mau saya tonjok?" kata Rasyid yang sudah melakukan kuda-kuda.

"Eits, woles aja bang"

Terdengar tawa diantara ketiganya.

Saya harus mantapkan hati saya kembali.

Ra&Ra[SPIRITUAL-01]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang