10. JANTUNG BERDEBAR [1]

3.8K 202 3
                                    

Pagi ini. Rara bangun dan mandi. Hari ini ada kelas pagi dan berarti Rara memakai jilbab lagi.

Rara berjalan menuju kekelas dan duduk dibangkunya.

"Assalamualaikum ukhti" sapa guru yang mulai memasukki ruang kelas.

"Apa kabar hari ini?"tanya guru dengan semangat.

Rara membuka matanya lebar setelah melihat siapa guru yang ada didepannya.

"Bu Ayu" pekik Rara.

Seluruh santriwati menengok kearah Rara. Fatimah dan Dinda juga tidak mau kalah.

"Ada apa Rara?" Tanya bu Ayu.

"Eh. Enggak kok. Masih nggak nyangka aja, guru segalak bu Ayu ternyata cantik juga waktu senyum. Saya jadi makin cinta sama ibu" kata Rara sambil mempraktekan tangannya yang membentuk love.

"Terserah kamu saja"

Bu Ayu kembali kearah santriwati.
"Karena disini semuanya perempuan dan perempuan selalu identik dengan kasih sayang atau cinta atau love. Maka saya akan menjelaskan apa makna cinta dalam islam"

Rara tergugah mendengar perkataan bu Ayu tentang cinta. Mungkin ini bisa ngebantu gue . Batin Rara.

"Cinta sejati itu adalah cinta pada Allah. Jadi jika kalian saling mencintai. Mencintailah karena Allah. Karena jika kalian mencintai karena Allah, maka cinta kalian akan diberkahi. " Kata Bu Ayu semangat

"Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, "Cinta adalah kepergian hati mencari yang dicinta, seraya lisannya terus-menerus menyebut yang dicinta. Adapun lisan senantiasa menyebut yang dicinta, tak ragulagi karena dirinya tengah dirundung cinta yang teramat sangat, maka ia akan banyak menyebutnya" (Madariju As-Salikin, 3/15)."Lanjut Bu Ayu menerangkan salah satu hadist

"Jadi bagi kalian yang sedang falling in love mohon dijaga nafsunya. Bisa jadi cinta yang suci ternodai oleh nafsu sesaat yang tidak ada gunanya.Sekian dari ibu. Waallahualam bishowaf" Tutup bu ayu

Rara mengangguk paham.

Sesuci itukah cinta? Sampai-sampai islam ngejaga kesucian cinta. Semoga cinta gue sama Rasyid diridhoi Allah. Eh Rasyid?

Bu Ayu keluar dari ruangan. Diikuti para santriwati lainnya, termasuk Rara dan Fatimah. Mereka berdua menuju dapur pondok untuk memasak makanan.

Sesampainya didapur pondok. Fatimah membawakan bahan makanan yang ada.

"Kakak mau makan apa?"

"Gue bisa masak sendiri"

"Beneran kak?" Tanya Fatimah.

"Enggak. Ya iyalah bisa, lo nggak percaya? Sini biar gue aja yang masak"

Rara mengambil semua bahan makanan yang dibawa Fatimah dan mulai memotong. Sebenarnya Fatimah sedikit ragu dengan Rara. Ia takut jika Rara tidak bisa memasak.

Saat memotong bawang. Rara diam. Ia memotong pelan bawang sambil segukan.

"Kakak nggak papa?"

Rara menoleh kearah Fatimah.

"Kakak kok naggis"

"Gue nggak tahan kalo motong bawang" kata Rara sambil menghapus air matanya

"Saya kira kakak terkena sayatan pisau"

Rara meringis dan melanjutkan memotong bawang.

Rara memasukkan bumbu dan bahan satu per satu,sampai tercium bau harum yang keluar dari masakan. Ia mengambil piring dan meletakkan makanan yang sudah jadi.

"Udah jadi. Yuk makan". Rara menyodorkan piring yang berisi makanan ke Fatimah.

Fatimah menerima makanan dari Rara. Rara mulai memakan makanannya, dilihanya Fatimah yang belum makan.

"Makanannya enak kok udah gue kasih sianida, boraks sama pengawet jenasah. Nggak mau coba?"

Fatimah melongo. "Makanannya beneran dikasih itu?"

"Bawel lo. Tinggal makan napa?"

Fatimah mengangguk dan langsung makan. Bibirnya tidak bisa berhenti setelah memakan makanannya.

"Masyaallah kak enak banget. Kakak pinter masak" Fatimah mengacungkan jempolnya.

"Biasa aja kali. Udah biasa gue masak"

Hening. Mereka berdua tenggelam dalam lezatnya makanan. Rara teringat Rasyid.

Gimana kalo Rasyid gue buatin makanan?

⏪⏩

Rara sekarang duduk ditaman biasa. Ia menunggu Rasyid datang. Tidak lama ia menunggu terdengar langkah kaki yang mendekatinya.

"Rara?"

Ia menatap Rasyid. "Assalamualaikum Rasyid" kata Rara manja.

"Eh. Waalaikum salam". Rasyid melihat Rara yang mengenakan pakaian lebih tertutup dari biasanya.

"Kamu kenapa kesini?" Tanya Rasyid.

"Lo udah berapa kali tanya kayak gitu sama gue?"

Rasyid nengalihkan pandangannya dan memikirkan perkataan Rara. Ia menghitung berapa banyak pertanyaan yang ia tanyakan ke Rara.

"Nggak usah dipikir kali. Gue kesini karena gue bisa ketemu sama lo"

Deg.

Rasyid kaku. Jantungnya berdegup kencang, wajahnya memerah seketika. Segera ia beristigfar. Kamu kenapa Rasyid. Mungkin Rara bercanda.

"Muka lo lucu banget kalo kaget"

"Kamu mau saya catat sepagai pelanggar? Mumpung saya membawa buku pelanggaran" tantang Rasyid.

"Eits woles aja dong. Kayak gitu aja marah. Gue nggak boong, beneran. Gue kesini karena gue pingin ketemu lo" goda Rara.

"Ada-ada saja kamu"

Terdengar tawa antara keduanya. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mendatangi mereka.

"Assalamualaikum. Rara, Rasyid apa yang kalian lakukan?"

Keduanya terkejut. Dia pak kyai. Pak kyai sekarang berada di depan keduanya.

"Kalian berdua sedang berkhalwat?"

"Astagfirullah. Enggak pak kyai saya hanya bertanya sama Rara kenapa dia sering kemari"

"Yang benar?" Goda pak kyai.

Rasyid mengangguk.

"Sepertinya kalian berdua ingin dikhitbah ya?"

Rasyid bungkam. Ia tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Rara melihat ekspresi Rasyid yang imut membuatnya tertawa kecil.

"Khitbah itu apaan pak kyai?" Rara angkat bicara.

"Khitbah itu menyatukan dua orang yang saling mencintai agar tidak terjadi fitnah"

"Jadi.. sepeti tunangan?"

Pak kyai mengangguk.

Deg.

Gue sama Rasyid tunangan. Mimpi apa gue semalem?

"Jadi gimana??? Apakah kalian ingin segera dikhitbah sekarang"Goda pak kyai lagi melihat semu merah dipipi Rara

"Memang bisa secepat itu pak kyai?" Rara dengan polosnya

Rasyid tersenyum tipis

Ra&Ra[SPIRITUAL-01]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang