Camp was destroyed

474 42 0
                                    

Aure terbangun dari tidurnya karena sebuah guncangan yang membuatnya terjatuh dari ranjangnya. "Gempa bumi!" Mereka segera keluar dari pondok sambil membawa senjata. Perce bertabrakan dengan Aure saat mereka sedang berlari untuk menyelamatkan diri.

"Maaf!" Perce berteriak melampaui suara gempa. "Tidak apa! Sekarang kita harus menyelamatkan diri!" Aure balas berteriak. Saat mereka ingin berlari, salah satu penyangga pondok Ares yang terbuat dari kayu dikelilingi oleh kawat-kawat berduri terjatuh. Aure melindungi kepalanya dengan tangannya dan dia berjongkok. Tapi, dia langsung menoleh ke atas. Penyangga pondok itu tidak jatuh mengenai Aure. Perce. Perce menyangganya. Tangannya tergores kawat berduri itu. Telapak tangan kanannya tertusuk kawat berduri. Darah menetes dari telapak tangannya. "Lari! Cepat!" Aure berdiri dan berlari menjauh.

Perce masih mencoba untuk mempertahankannya, tapi dia tidak kuat. Dia menoleh ke segala arah. Dan menemukan sebuah tempat yang sudah tidak ada orang, dengan sebagian kekuatannya, dia melempar nya ke tempat itu. Lalu, segera berlari. Aure menunggu di bawah pohon rindang. Perce merintih kesakitan.

"Kau tidak apa?" Perce tidak menjawab. Aure memeluknya. "Terima kasih! Terima kasih!" Perce membalas pelukannya. Namun, pelukan Perce lama-lama menjadi lemah dan akhirnya Perce pingsan di pelukan Aure.

Aure linglung. Gempa masih berlanjut. Dia belum bisa berpikir jernih. Dia menoleh ke segala arah dan matanya terpaku di laut. Air, pikirnya. Kenapa nggak kepikiran, batinnya.

Aure segera membawa Perce yang berat itu ke air. Dia langsung menceburkan Perce ke laut. Aure berdoa pada Poseidon dan ibunya, Athena.

Gempa berakhir. Para pekemah dan satir keluar dari tempat mereka untuk menyelamatkan diri. Aure masih setia berdiri di dekat laut untuk menunggu Perce keluar. Para pekemah berkumpul di belakangnya.

"Kau sedang menunggu apa?" Cleo, dari Pondok Hermes bertanya. "Perce. Dia menolongku tadi. Dia menyangga sebuah penyangga kayu Pondok Ares, mungkin dia kehabisan darah, dia pingsan. Aku menghanyutkannya di laut. Seharusnya, dia sudah muncul dari tadi."

Mereka tidak bertanya soal penyangga itu. Mereka tahu kalau penyangga di Pondok Ares di hiasi oleh kawat berduri.

"Kita lebih baik mencari dan mengambil apa yang masih bisa diambil. Kita bersihkan perkemahan dan kita bangun kembali Pondok-Pondok." Chiron berkata, tapi mereka tidak sesang ingin beres-beres.

"Kalian bisa mendesain Pondok kalian sendiri." Mereka langsung bersorak dan segera membagi tugas.

Para pekemah dari Pondok Athena dan Poseidon masih setia berdiri dibelakang Aure. Walaupun di wajah mereka menampakkan kesenangan karena perkataan Chiron, tapi mereka masih terpuruk.

"Bisa kita mendesain Pondok kita disini saja?" Aure bertanya tanpa memalingkan pandangan.

"Sisanya bisa mencari barang-barang yang masih bisa diambil," mereka langsung melaksanakan perintah tanpa protes. Sisanya masih disini. Angelina, Konselor Kepala Pondok Athena mengambil sebuah tongkat dan menggambar sebuah desain untuk Pondok Athena.

"Bagaimana kalau desainnya begini?" Aure memalingkan pandangannya ke arah Angelina dan berjalan ke arahnya. "Buat saja seperti Parthenon, hanya saja modelnya lebih kecil. Kita kasih lambang Burung Hantu di atasnya." Usul Aure. Saudaranya mengangguk setuju. Bahkan Angelina sendiri menganga. Dia sama sekali tidak memikirkan tentang hal itu.

Mereka segera berlari untuk mengambil peralatan mereka. Itupun kalau masih utuh. "Bagaimana dengan pondok kami?" Oceana berkata dengan wajah datar. Aure mencoba untuk tersenyum walaupun yang muncul adsalah senyuman kecil. "Buatlah seperti Istana bawah laut Poseidon. Kalian pernah lihat kan?" Mereka mengangguk dan tersenyum senang. Mereka langsung berlari ke arah Pondok Enam untuk meminta bantuan menggambar nya. Oceana masih berdiri di sana. "Kau kembali saja bersama saudara-saudaramu. Perce, biar kuurus. Ini salahku karena tidak berhati-hati."

Oceana tersenyum kecil. Dia berjalan menjauhi laut. Aure memutar badannya ke arah laut lagi. Dia termenung. "Kau dimana Perce? Cepatlah kembali" aure berkata dengan mata berkaca-kaca. Sebutir mutiara bening jatuh dari pelupuk matanya. Air mata itu jatuh dari dagunya dan jatuh di air. Aure mengusap air matanya dan pergi.

###

Perce POV

"Kau dimana Perce? Cepatlah kembali"

Aku mendengar sebuah suara merdu. Suara itu terdengar jauh di atas.

TES...

Aku mendengar sesuatu, mungkin air jatuh ke dalam laut ini.

Aku tidak bisa membuka mata. Badanku nyeri semua. Aku tidak sanggup untuk menggerakkannya. Aku membiarkan diriku tenggelam, terbawa arus laut.

Sebuah sentuhan hangat menyentuh pipiku. Belaian halus terasa di puncak kepalaku. Memaksaku untuk bangun dari tidurku. Aku mengumpulkan semua kekuatanku. Aku membuka mataku perlahan. Dan akhirnya, mataku terbuka sepenuhnya.

Pemandangan pertama yang kulihat adalah ikan-ikan berlalu-lalang. Setelah itu, aku melihat seorang wanita cantik berada di sampingku. "Akhirnya kau bangun juga, Perce Stevanio Altair." Wanita itu berbicara dengan suara merdu. Lebih merdu dari suara yang kudengar tadi saat masih dalam tidur.

"Siapa kau?" Aku bertanya.

Wanita itu tersenyum manis. "Aku Amphitrite, seorang Nereid. Aku istri Poseidon, ayahmu. Aku menemukanmu saat aku sedang berjalan-jalan. Lebih baik kau kembali ke atas. Seorang perempuan cantik baru saja pergi. Dia merasa bersalah. Terlihat dari raut wajahnya. Kalau kau ingin menenangkannya, cepatlah kembali ke atas."

"Oh, eh. Ya, terima kasih, Ratu." Aku membungkukkan badan. "Oh, tidak perlu panggil aku Ratu. Panggil saja aku Ibunda. Aku juga ibu mu, ibu tirimu." Amphitrite tersenyum. Aku tersenyum dan membungkuk.

"Hmm... sebelum kau pergi, aku ingin memberi tahumu sesuatu." Amphitrite---Ibunda, mendekatiku dan mendekatkan bibirnya ke telingaku. Dia membisikkan sesuatu. "Perempuan selalu ingin dimengerti. Peka lah sedikit. Dan mukin dia menyukaimu. Dan kalau kulihat-lihat, kau memiliki rasa padanya." Amphitrite tersenyum menggoda. Mukaku sudah pasti merah.

"Terima kasih, atas sarannya... Ibunda" aku langsung memerintahkan air untuk membawaku naik ke permukaan. Aku melihat ke bawah, Amphitrite sudah tidak ada.

Aku sudah berada di permukaan. Bajuku tidak basah, karena aku memerintahkan untuk membuat bajuku tidak basah. Disana, diatas permukaan, terdapat Aure yang sedang tertidur dengan posisi bersandar di salah satu akar pohon. Aku melihat sekeliling. Para pekemah tidur di berbagai tempat. Dan hanya Aure yang tidur disini. Akh teringat kalau tadi Perkemahan dilanda gempa.

Aku langsung naik ke darat tanpa mengeluarkan suara. Aku mendekati Aure yasng sedang terlelap. Aku duduk di sampingnya. Melihat muka polosnya yang imut saat tidur. Tapi, mukanya menyiratkan kegelisahan.

Aku menyentuh pipinya yang lembut itu dan dia terbangun. Dia kaget melihatku berada di sampingnya. Dia ingin berteriak kegirangan, tapi aku langsung meletakkan telunjukku di bibirnya.

"Jangan bersuara... kau tidak ingin membuat yang lain kesal karena dibangunkan olehmu kan?" Aku berkata dengan nada pelan.

"Ya, baiklah."

"Sekarang, kita tidur." Dia menoleh ke atas, dan aku mengerti maksudnya. Kami memanjat pohon dan duduk disalah satu dahan yang kokoh, tebal dan besar. Dahan tempat dimana aku melihat sunset bersama nya. Aku bersandar di pohon. Aku mengkangkangi dahan pohon. Aure naik dan duduk di depanku. Kakinya dinaikkan di atas dahan, sedangkan kakiku berayun-ayun di atas angin. Dia bersandar di tubuhku.

Wajahnya menyiratkan kegembiran. Dia tertidur dengan lelap. Aku menatap langit yang dihuni oleh bintang-bintang dan bulan yang bersinar terang. Aku menghela nafas dan tertidur.


Please vote n comment.
Don't be silent reader please.

Demigods & The Olympians: The Chosen [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang